Riset: Omicron Ternyata Sama Parahnya dengan Varian SARS-CoV-2 Sebelumnya

Riset besar-besaran di AS ungkap omicron sama parahnya dengan varian terdahulu.

Pixabay
Ilustrasi SARS-CoV-2 varian omicron. Riset terbaru mengungkap potensi rawat inap dan kematian akibat varian omicron hampir identik dengan varian lainnya.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Varian omicron dari virus SARS-CoV-2 secara intrinsik ternyata sama parah dengan varian sebelumnya. Temuan terbaru tidak mendukung asumsi yang didapat dalam riset terdahulu bahwa omicron lebih menular, namun tidak begitu parah.

"Kami menemukan bahwa potensi rawat inap dan kematian hampir identik antara kedua periode," kata empat ilmuwan yang melakukan riset berdasarkan catatan 130 ribu pasien Covid-19, merujuk dua tahun terakhir ketika varian berbeda mendominasi dunia.

Riset besar-besaran di Amerika Serikat itu sedang dalam tinjauan rekan sejawat di Nature Portfolio. Riset yang diunggah di Research Square pada 2 Mei itu disesuaikan untuk variabel pembanding seperti demografik, status vaksin, dan indeks komorbiditas Charlson yang memprediksi risiko kematian dalam setahun rawat inap bagi pasien dengan penyakit bawaan tertentu.

Riset yang berasumsi bahwa varian omicron tidak begitu parah dilakukan di berbagai tempat, termasuk di Afrika Selatan, Skotlandia, Inggris, dan Kanada, menurut para peneliti dari Rumah Sakit Umum Massachusetts, Minerva University, dan Harvard Medical School. Peneliti mengatakan, riset mereka dapat menjumpai sejumlah keterbatasan seperti kemungkinan bahwa itu menggampangkan jumlah pasien yang divaksinasi dalam gelombang Covid-19 yang lebih baru dan total jumlah infeksi, lantaran mengecualikan pasien yang melakukan tes cepat di rumah.

Lebih cepat reda

Sebuah studi yang dipublikasikan pada April membandingkan gejala antara dua varian Covid-19 yang mengemuka, yakni omicron dan delta. Penelitian akan dipresentasikan pada Kongres Eropa Mikrobiologi Klinis & Penyakit Menular (ECCMID) 2022 di Lisbon, Portugal.

Baca Juga

Menurut studi, saat ini pasien Covid-19 cenderung dirawat di rumah sakit akibat varian omicron. Diketahui bahwa gejala tidak berlangsung lama pada pasien yang telah divaksinasi, yakni rata-rata 6,87 hari. Sementara, gejala pasien yang terinfeksi varian delta berlangsung 8,89 hari.

Temuan mendukung penelitian sebelumnya yang menunjukkan waktu inkubasi dan periode penularan omicron lebih pendek daripada varian virus corona sebelumnya. Selain itu, orang yang terinfeksi omicron lebih jarang kehilangan fungsi indra penciumannya dibandingkan infeksi delta (52,7 persen kasus delta dan 20 persen kasus omicron).

 

Dua gejala yang secara konsisten lebih umum di kedua varian (terlepas dari status vaksinasi) adalah sakit tenggorokan dan serak. Para peneliti juga menemukan beberapa gejala seperti kabut otak (brain fog), mata terasa seperti terbakar, pusing, demam, dan sakit kepala secara signifikan lebih jarang terjadi pada kasus omicron.

Peneliti dari King's College London dan ilmuwan dari Zoe Covid Study App mempelajari gejala dari 62.002 peserta Inggris yang sudah divaksinasi dan mengunggah pengalaman penyakitnya ke aplikasi Zoe. Mereka pernah positif Covid-19 antara 1 Juni hingga 27 November 2021 ketika delta dominan, serta 22 Desember 2021 hingga 17 Januari 2022 ketika omicron dominan.

"Kami mengamati presentasi gejala klinis yang berbeda pada mereka yang terinfeksi omicron dibandingkan dengan delta. Untuk melindungi orang lain, tetap penting untuk melakukan isolasi mandiri selama lima hari segera setelah melihat gejala apa pun," ujar Cristina Menni, dokter dari King's College London.

Profesor kehormatan di King's College London, Ana Valdes, menyampaikan, ada berbagai durasi dan tingkat keparahan gejala pasien omicron. Meski demikian, untuk individu yang divaksinasi, tim menemukan bahwa rata-rata durasi gejala yang dialami lebih pendek.

"Ini menunjukkan bahwa waktu inkubasi dan periode penularan untuk omicron mungkin juga lebih pendek," ujar Valdes, dikutip dari laman Express, pada April lalu.

Respons imun terbatas

Infeksi omicron rupanya menimbulkan respons imun yang terbatas. Orang yang tidak divaksinasi dan terinfeksi varian omicron tidak mungkin mengembangkan respons kekebalan yang akan melindungi mereka dari varian lain virus corona, demikian sebuah studi baru menunjukkan.

Infografis rekombinan omicron. - (Republika)

Tidak seperti antibodi yang ditimbulkan oleh vaksin Covid-19 atau infeksi dengan varian SARS-CoV-2 sebelumnya, antibodi yang dilahirkan oleh varian Omicron BA.1 dan BA.2 tidak menetralkan versi virus lainnya. Para peneliti menemukan hal tersebut ketika mereka menganalisis sampel darah yang diperoleh setelah infeksi omicron.

Orang dengan infeksi "terobosan" (breakthrough infection) omicron setelah mendapatkan tiga dosis vaksin mRNA, yang dirancang untuk menetralkan versi virus sebelumnya, memiliki antibodi penetralisir tingkat tinggi terhadap dua varian omicron. Meskipun begitu, efisiensinya lebih rendah daripada versi SARS-CoV-2 sebelumnya, menurut ke laporan yang ditinjau sejawat periset di Nature Portfolio dan dan diunggah pada Research Square.

"Tapi di antara mereka yang sistem kekebalannya belum siap untuk mengenali virus melalui vaksinasi atau infeksi alami, antibodi setelah infeksi omicron sangat spesifik untuk varian omicron masing-masing dan kami mendeteksi hampir tidak ada antibodi penawar yang menargetkan jenis virus non omicron," kata Karin Stiasny dan Judity Aberle dari Medical University of Vienna, Austria dalam surel bersama.

Antibodi yang dilahirkan dari infeksi BA.2 alias "son of omicron" tampaknya sangat tidak mungkin bertahan melawan varian lain, menurut Stiasny dan Aberle. Studi ini menekankan pentingnya vaksinasi booster untuk perlindungan kekebalan.

 

 
Berita Terpopuler