Bertasbihlah sebagai Wujud Syukur, Ini Hikmahnya yang Agung 

Syukur merupakan cara untuk berterima kasih kepada Allah SWT

Republika/Putra M. Akbar
IIustrasi membaca tasbih sebagai wujud syukur. Syukur merupakan cara untuk berterima kasih kepada Allah SWT
Rep: Andrian Saputra Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap hamba wajib bersyukur atas segala anugerah dan nikmat yang telah diberikan Allah SWT. 

Baca Juga

Salah satu wujud tanda syukur seorang hamba adalah dengan senantiasa memuji Allah SWT. Caranya yakni dengan membaca tasbih. Allah SWT berfirman:  

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Mahapenerima taubat.” (QS An Nasr ayat 3). 

Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH  Nasaruddin Umar, kata fasabbih berarti perintah untuk mensucikan Allah SWT. Yakni dengan membaca kalimat tasbih:  

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُلِلهِ وَلَااِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ

“Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar.” 

Akan tetapi lafaz tasbih yang sekadar diucapkan di mulut merupakan tingkatan orang awam. Menurut Imam Besar Masjidi Istiqlal Jakarta, Prof Nasaruddin, semestinya dalam mengucapkan tasbih dalam rangka bersyukur pada Allah SWT adalah dengan memahami makna dibalik lafaz tasbih tersebut. Karena itu, menurutnya ada dua kategori dalam mensucikan Allah SWT. 

Pertama, mensucikan Allah SWT dengan membersihkan pikiran negatif atau salah terhadap Allah SWT (tanzih subbuhih).  

 

 

Prof Nasaruddin mencontohkan seorang hamba yang memiliki pikiran negatif terhadap Allah SWT, seperti merasa Allah tidak menyayanginya, diskriminatif dan lainnya lantaran doanya tidak kunjung dikabulkan padahal dirinya telah menunaikan setiap ibadah yang wajib dan sunnah, sedang doa tetangganya dikabulkan padahal ahli maksiat.

Dengan demikian, maka menurut Prof Nasaruddin pikiran seperti itu harus dibersihkan. Hanya Allah SWT yang mengetahui yang terbaik untuk hambanya. 

"Jadi kita harus mensucikan dari pikiran keliru, pikiran yang salah terhadap Allah SWT. Itu yang disebut tasbih jenisnya tanzih subbuhih, mensucikan Allah dari segala macam perkiraan-perkiraan negatif kita," kata Prof Nasaruddin saat mengisi tausiyah dalam program iktikaf Ramadhan yang diselenggarakan Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta beberapa hari lalu. 

Kedua, yakni mensucikan Allah SWT dari kebaikan yang diberikan Allah (tanzih qudsi). Prof Nasaruddin mencontohkan terkadang seseorang menyebut Allah Mahabaik sebab telah menjodohkan dengan suami yang saleh, menganugerahkan anak yang saleh, memudahkan pekerjaan dan lain sebagainya. 

Dengan demikian, maka menurut Prof Nasaruddin, seorang hamba harus menyadari bahwa sebesar apapun pendefinisian, penyebutan, ungkapan, manusia tentang kebaikan dari Allah SWT, sejatinya manusia tidak akan bisa mengukur kebaikan dari Allah SWT. 

Selain itu kedua kategori mensucikan Allah SWT yang harus dipahami seorang hamba, maka seorang hamba pun harus memahami bagaimana mensucikan diri sendiri. 

 

Untuk mensucikan diri ada dua kategori. Pertama mensucikan diri dari kotoran-kotoran fisik (annadhafah) seperti hadats, najis, dan lainnya. Maka seorang hamba dapat mensucikannya dengan berwudhu atau mandi. Kedua, mensucikan diri dari dosa-dosa (tazkiyatun nasf) yakni dengan bertaqarub dan berzikir kepada Allah SWT.  

 
Berita Terpopuler