Larangan Ekspor Minyak Goreng Sesuai Aspirasi, Tapi Jangan Jadi Kebijakan 'Angin-anginan'

Anggota DPR ingatkan kebijakan larangan batu bara yang segera dibatalkan oleh Luhut.

ANTARA/Oky Lukmansyah
Sejumlah warga antre membeli minyak goreng curah di salah satu toko di Kelurahan Kemandungan, Tegal, Jawa Tengah, Senin (25/4/2022). Warga harus antre hingga lima jam untuk membeli minyak goreng curah seharga Rp15.500 ribu per liter yang pembeliannya juga dibatasi sebanyak 10 liter per orang.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Deddy Darmawan Nasution

Baca Juga

Wakil Ketua Komisi VI DPR Mohamad Hekal mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan juga minyak goreng per 28 April 2022. Ia menjelaskan, sikap tersebut sejalan dengan aspirasi pihaknya yang disampaikan dalam rapat kerja dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada Kamis (17/3/2022).

"Dalam kesimpulan rapat poin kedua disebutkan bahwa Komisi VI DPR RI meminta Kementerian Perdagangan RI, ketika kewajaran harga tidak tercapai maka pemerintah harus mengeluarkan pengaturan untuk menghentikan ekspor minyak kelapa sawit," ujar Hekal lewat keterangan tertulisnya, Ahad (24/4/2022).

Komisi VI, jelas Hekal, berpendapat bahwa pelarangan ekspor ekspor crude palm oil (CPO) adalah bagian dari terapi kejut atau shock therapy. Hal tersebut diberlakukan mengingat kebijakan di level para menteri tidak juga berhasil mengatasi polemik minyak goreng.

"Kita bersyukur, dengan demikian kebijakan presiden itu sudah sejalan dengan aspirasi Komisi VI yang pernah mengusulkan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng. Demi menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau di dalam negeri," ujar Hekal.

Kendati demikian, kebijakan tersebut akan berdampak kepada sejumlah hal. Salah satunya yang terdampak adalah petani sawit yang selama ini menggantungkan hidupnya dari komoditas tersebut.

“Untuk itulah kami meminta agar para petani sawit dilindungi, mengingat hal ini juga menyangkut mata pencaharian petani sawit di Indonesia yang jumlahnya signifikan," ujar Hekal.

Sebelumnya, pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan juga minyak goreng per Kamis, 28 April 2022. Menurut Presiden Jokowi, larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ini akan diberlakukan hingga batas waktu yang akan ditentukan kemudian.

Kebijakan ini diputuskannya saat rapat terbatas terkait pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya terkait ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. "Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian," ujar Jokowi dalam keterangannya melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Mulyanto berharap agar larangan ekspor CPO dari Presiden Joko Widodo tak dibuat sekadar untuk meredakan kegaduhan masyarakat dibuat sekedar untuk meredakan kegaduhan masyarakat. Khususnya setelah tertangkapnya Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan beserta sejumlah pimpinan perusahaan dalam dugaan korupsi penerbitan izin CPO.

Ia mencontohkan pernyataan Jokowi yang serupa, ketika melarang ekspor batu bara yang hanya berumur sepekan. Di mana kemudian justru dibatalkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.

"Keputusan Presiden Joko Widodo melarang ekspor minyak goreng dan CPO mulai 28 April 2022 jangan 'angin-anginan'. Artinya jangan dibuat sekedar untuk meredakan kegaduhan," ujar Mulyanto lewat keterangan tertulisnya, Ahad (24/4/2022).

Menurutnya, pemerintah harus segera merumuskan dan menetapkan kebijakan lanjutan terkait tata niaga minyak goreng. Jangan dibiarkan berlama-lama mengambang seperti saat ini.

Ketetapan penting yang perlu diambil Pemerintah selanjutnya adalah kebijakan untuk memprioritaskan migor dan bahan baku migor bagi kebutuhan pasar dalam negeri. Tidak seperti kebijakan sekarang, ketika CPO dan migor hampir di atas 70 persen didedikasikan untuk pasar ekspor mengejar devisa.

"Pemerintah harus tegas menetapkan CPO dan migor sebagai komoditas prioritas dalam negeri dan konsisten melaksanakannya. Pemerintah tidak boleh kalah dan lemah didikte korporasi," ujar Mulyanto.

"Ekspor komoditas berbasis minyak sawit yang diperbolehkan hanyalah produk hasil hilirisasi yang bernilai tambah tinggi," sambung anggota Komisi VII DPR itu.

 

 

 

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mengharapkan, dampak dari kebijakan pemerintah yang akan melarang ekspor minyak sawit (CPO) adalah penurunan harga minyak goreng. Tanpa itu, kebijakan yang ditempuh hanya akan merugikan banyak pihak karena memberikan konsekuensi besar pada dunia usaha.

"Kita mendorong larangan ekspor ini sebagai bagian untuk setabilisasi harga minyak goreng dalam negeri karena harga saat ini tinggi," kata Sekretaris Jenderal Ikappi, Reynaldi, kepada Republika, Ahad (24/4/2022).

Lebih lanjut, Reynaldi menuturkan, dengan akan adanya larangan ekspor, perusahaan-perusahaan CPO akan menggelontorkan pasokannya untuk pasar dalam negeri. Hal itu sekaligus akan mendorong persaingan pasar yang sehat sehingga harga diharapkan akan semakin kompetitif antar perusahaan. 

Ia mengatakan, yang diinginkan masyarakat adalah disparitas harga yang kecil, namun dalam tingkat harga yang rendah. "Sebelum ada gaduh ini kan, minyak goreng curah hanya Rp 10 ribu-Rp 11 ribu per liter, kemasan paling Rp 12 ribu-Rp 13 ribu per liter saja," katanya. 

Menurutnya, kebijakan larangan ekspor memberikan waktu bagi pemerintah untuk membenahi tata niaga minyak sawit sekaligus minyak goreng sebagai produk turunannya, di dalam negeri.

Adapun, Serikat Petani Indonesia (SPI) menyatakan, kebijakan pemerintah yang akan melarang ekspor minyak sawit mentah (CPO) mulai 28 April mendatang telah berdampak pada turunnya harga tandan buah segar (TBS). Oleh karena itu, SPI meminta pemerintah menjamin stabilitas harga TBS.

Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menuturkan, kebijakan larangan ekspor tentu akan membuat banjir produksi CPO di dalam negeri. Sebagai gambaran, tahun 2021 total produksi CPO Indonesia diperkirakan mencapai 46,89 juta ton, sementara konsumsi nasional untuk agrofuel dan pangan diperkirakan 16,29 juta ton.

"Artinya terdapat sekitar 30 juta ton yang selama ini dialokasikan untuk diekspor,” kata Henry, Senin (25/4/2022).

"Hari ini hasil laporan petani anggota SPI di berbagai daerah seperti Riau, Sumatera Utara, harga TBS sawit seharga Rp 1.700 - Rp 2.000 per kg, sudah terkoreksi ada yang 30 persen bahkan 50 persen," ujarnya menambahkan.

Henry menuturkan, ke depan perkebunan sawit harus diurus oleh rakyat, didukung oleh pemerintah dan BUMN, bukan oleh korporasi. Henry memaparkan, saat ini korporasilah yang menguasai perkebunan sawit di Indonesia. Dalam praktiknya terjadi banyak pelanggaran.

“Perkebunan sawit korporasi telah mengubah hutan menjadi tanaman monokultur, menghilangkan kekayaan hutan kita, juga sumber air berupa rawa-rawa, sungai dan sumber-sumber air lainnya. Korporasi sawit juga terbukti telah menggusur tanah petani, masyarakat adat dan rakyat, sampai merusak infrastruktur di daerah,” kata dia.

Henry juga menyinggung kesejahteraan buruh-buruh korporasi sawit yang ditelantarkan. Menurut dia, kehadiran korporasi sawit sering mengabaikan izin-izin yang ada, ilegal, dan terjadi kasus pelanggaran kewajiban pajak yang harus dibayarkan kepada negar.

Oleh karena itu Henry menyampaikan, perkebunan sawit harus di diserahkan pengelolaannya kepada petani dikelola usaha secara koperasi mulai dari urusan tanaman, pabrik CPO dan turunannya.

“Negara harus berperan dalam transisi ini dengan melaksanakan reforma agraria, tanah perkebunan atau pribadi yang luasnya di atas 25 hektare dijadikan tanah obyek reforma agraria (TORA),” tegasnya.

 

Infografis Perjalanan Minyak Goreng dari HET hingga Ikuti Mekanisme Pasar - (Republika)

 

 
Berita Terpopuler