Selama Ramadhan, Keluarga Lebanon Terpaksa Andalkan Bantuan Paket Makanan

Krisis ekonomi yang dihadapi Lebanon memaksan keluarga Muslim andalkan bantuan.

AP
Ramadhan di Beirut, Lebanon.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Krisis ekonomi yang dihadapi Lebanon memaksan keluarga Muslim di sana mengandalkan bantuan paket makanan selama Ramadhan. Seorang ibu bernama Umm Maryam menyebut kondisi saat ini jauh lebih parah jika dibandingkan konflik yang terjadi pada 1982.

Selama konflik dan serangan Israel yang melanda Libanon pada 1982, ia mengatakan masih bisa menemukan kebutuhan dasar, seperti obat-obatan.

“Bahkan saat kondisi perang, tidak pernah seperti hari ini. Kami dulu makan enak dan hidup enak. Tidak seperti sekarang. Tidak ada perang fisik, tetapi ada perang ekonomi. Kami biasanya bisa mendapatkan apa pun yang kami inginkan dan kami akan menemukannya di pasar,” kata perempuan yang berasal dari wilayah Bekaa Lebanon ini dilansir di The National News, Kamis (21/4).

Umm Maryam menyebut dirinya mendatangi sebuah sekolah di Bchamoun, sebuah perjalanan singkat dari Beirut di provinsi Mount Lebanon, di mana jalan-jalan mulai menanjak ke atas ke perbukitan dan menjauh dari ibu kota.

Kedatangannya di sekolah itu untuk mengambil paket makanan yang dapat membantu keluarganya melewati Ramadhan. Bantuan tersebut dikoordinasikan oleh LSM Anera yang berkantor pusat di AS dan mitra lokal Asosiasi Proyek Amal Islam.


Baca Juga

Saat ini semakin banyak keluarga Lebanon yang terpaksa bergantung pada paket makanan untuk Ramadhan dan sisa tahun ini. Serangkaian kejadian, mulai dari Covid-19, ledakan pelabuhan Beirut pada 2020 dan invasi Rusia ke Ukraina, seolah semakin memperburuk keruntuhan keuangan Lebanon, yang dimulai pada 2019 dan telah menyebabkan inflasi meroket dan kekurangan kebutuhan dasar.

Ibu rumah tangga lainnya, Umm Al Baydaa, menyebut ia membutuhkan bantuan dan dukungan yang ditawarkan oleh kelompok-kelompok masyarakat seperti Anera, mengingat situasi saat ini di Lebanon.

Sebelum adanya krisis ekonomi ini, dia mengatakan gaya hidup keluarganya sangat berbeda. Tetapi, dengan kondisi finansial yang tidak menentu, keluarganya hanya mampu membeli kebutuhan pokok.

“Sangat penting mereka hadir memberikan dukungan ini. Ketika mereka memberikan bantuan ini, kami dapat membeli barang-barang lain seperti obat-obatan,” kata perempuan berusia 42 tahun tersebut.

Wael Dabbous dari AICP telah melihat jumlah keluarga yang membutuhkan dukungan melonjak dalam beberapa tahun terakhir. Lebih dari dua tahun yang lalu, sebelum mata uang turun dan nilai gaji yang setara dengan dolar anjlok, ia mencatat kurang dari 10 keluarga yang mencari bantuan dan kini angkanya bertambah menjadi "ribuan".

“Sebelum dua tahun ini, Bchemoun dalam kondisi hebat. Tetapi sekarang, sebagian besar keluarga dihadapkan pada tidak ada pilihan lain, selain bergantung pada bantuan makanan," ujarnya.

Pada satu Minggu saja selama Ramadhan, dia mengatakan 412 keluarga mendatangi sebuah sekolah di Bchamoun untuk mengambil paket makanan, voucher dan peralatan kebersihan.

“Tentu saja, jika kami tidak membutuhkan ini, kami tidak akan datang ke sini. Dengan cara ini kita bisa mendapatkan lebih banyak barang untuk rumah, karena kita mendapatkan makanan ini,” kata Umm Maryam.

Ia memaparkan bantuan makanan yang didapatkan bisa membantunya mengalokasikan uang yang dimiliki untuk membeli bahan bakar mobil, dan membayar sewa dan listrik.

Duduk di sebuah meja panjang di sekolah, para relawan membantu mengkoordinasikan distribusi paket makanan, yang disumbangkan oleh Islamic Relief USA.

Jihad Al Shami, seorang ayah tiga anak berusia 48 tahun, dulu menjalankan bisnis pakaiannya sendiri. Tetapi ia harus kehilangan usaha tersebut di tengah gejolak ekonomi. Dan saat dia bekerja lagi di supermarket terdekat, dia mengatakan situasinya semakin buruk.

“Karena situasi buruk di Lebanon, bahkan bantuan yang lebih sedikit dari yang didapatkan saat ini tetap akan menjadi bantuan besar bagi orang-orang,” lanjutnya.

Begitu parahnya krisis keuangan dan hilangnya nilai pound Lebanon, Al Shami mengatakan bahkan rekan-rekannya yang dibayar relatif baik dari dirinya memiliki risiko menghabiskan semua gaji bulanan mereka dalam 10 hari pertama atau lebih setelah dibayarkan.  

 
Berita Terpopuler