Beda Macron dan Le Pen Soal Larangan Jilbab di Prancis, Demi Suara Pemilu?    

Macron kritik La Pen yang akan larang jilbab jika menangi Pemilu Prancis

AP Photo/Bob Edme
Seorang pria berjalan melewati poster kampanye presiden dari Presiden Prancis dan kandidat tengah untuk pemilihan kembali Emmanuel Macron dan kandidat presiden sayap kanan Prancis Marine Le Pen di Anglet, barat daya Prancis. (Ilustrasi). Macron kritik La Pen yang akan larang jilbab jika menangi Pemilu Prancis
Rep: Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS — Presiden Emmanuel Macron saat ini mengatakan kepada orang-orang di kota Le Havre bahwa "tidak ada satu negara pun di dunia" yang melarang jilbab, sedangkan saingannya Marine Le Pen bersumpah untuk melarang jilbab di depan umum apabila nanti terpilih. 

Baca Juga

Presiden Emmanuel Macron telah berselisih dengan Marine Le Pen atas rencananya untuk melarang perempuan mengenakan jilbab di depan umum, dengan memperhatikan suara umat Islam di putaran kedua pemilihan. 

Le Pen pada 24 April berusaha menyebabkan kekacauan terbesar dalam sejarah politik modern Prancis dengan mengalahkan Macron dalam pemilihan presiden putaran kedua. 

Sementara jajak pendapat menunjukkan Macron unggul, mereka juga menunjukkan persaingan yang jauh lebih ketat antara sentris dan pemimpin sayap kanan daripada di putaran kedua mereka pada 2017. 

Analis mengatakan salah satu alasan kemajuannya adalah keberhasilan Le Pen dalam menumbuhkan citra yang lebih moderat dan menggambarkan dirinya sebagai kandidat yang paling siap menghadapi masalah seperti kenaikan harga. 

Tetapi satu kebijakan garis keras yang tidak dicabut oleh Le Pen adalah larangannya terhadap jilbab, dengan mengatakan wanita yang mengenakan jilbab di depan umum di Prancis akan didenda jika dia memenangkan kekuasaan. 

Sementara itu, Macron berusaha memanfaatkan desakannya untuk berargumen bahwa kebijakan Le Pen tidak berbeda dengan garis keras Front Nasional (FN) yang didirikan oleh ayahnya Jean-Marie. 

Mengunjungi kota timur Strasbourg pada Selasa lalu, Macron saat berjalan-jalan dan menemui para pemilih bertanya kepada seorang wanita bercadar apakah dia mengenakan jilbab karena pilihan atau kewajiban. 

"Itu karena pilihan. Benar-benar karena pilihan!" kata wanita yang dengan bangga menyatakan dirinya sebagai seorang feminis. 

Baca juga: Calon Presiden Prancis Marine Le Pen Bersumpah akan Larang Jilbab Jika Terpilih

Macron menjawab, dengan jelas mengacu pada rencana Le Pen, "Ini adalah tanggapan terbaik terhadap sampah yang telah saya dengar."   

Dia melangkah lebih jauh pada Kamis selama kunjungan ke kota pelabuhan utara Le Havre. “Tidak ada satu negara pun di dunia yang melarang jilbab di depan umum. Apakah Anda ingin menjadi yang pertama?"    

Macron jelas menyadari pentingnya suara dari sekitar lima juta Muslim Prancis, yang diperkirakan mencapai hampir sembilan persen dari populasi. 

Menurut sebuah survei oleh lembaga survei Ifop, 69 persen pemilih Muslim di putaran pertama pemilihan memilih kandidat tempat ketiga Jean-Luc Melenchon. 

Meraih suara Melenchon dipandang penting bagi Macron untuk memastikan kemenangan di putaran kedua. 

Macron di masa lalu sendiri mengalami kontroversi dari Muslim dan para pemimpin negara-negara Islam atas sikap kerasnya atas apa yang disebut pemerintah sebagai Islamisme radikal. 

Setelah serentetan serangan pada akhir 2020 yang dipersalahkan pada kelompok Islam radikal, presiden mencerca apa yang disebutnya "separatisme Islam" di Prancis dan memaksa melalui serangkaian tindakan untuk membatasi penyebarannya.   

Le Pen mengatakan bahwa mengenakan jilbab di depan umum di Prancis harus menjadi pelanggaran yang dapat dihukum dengan denda yang dikeluarkan oleh polisi, seperti pelanggaran lalu lintas. 

Perdebatan juga mengarah ke hati para kandidat yang menggambarkan diri mereka sebagai pioner prinsip sekularisme Prancis, di mana agama dan negara terpisah. 

"Jilbab telah dikenakan oleh Islamis," kata Le Pen kepada BFM TV dalam sebuah wawancara pada Jumat menggambarkannya sebagai "seragam".

Dalam percakapan yang tidak nyaman, Le Pen pada Jumat menemukan dirinya terpojok oleh seorang wanita Muslim mengenakan jilbab selama kunjungan ke kota Pertuis di selatan Prancis. 

Le Pen mengklaim bahwa di "beberapa daerah" di Prancis, wanita yang tidak mengenakan jilbab "diasingkan dan diadili".

Baca juga: Motif Tentara Mongol Eksekusi Khalifah Terakhir Abbasiyah dengan Dilindas Kuda

"Itu tidak benar. Itu tidak benar," kata wanita itu, tertawa tidak percaya dan mengatakan ayahnya telah berjuang untuk Prancis di ketentaraan selama 15 tahun. 

Setelah pertengkaran lebih lanjut, Le Pen kemudian melambai dengan riang dan dengan santai mengakhiri percakapan. Bahkan di dalam kubunya sendiri, sikap garis keras telah menimbulkan kontroversi. 

"Ini sebuah kesalahan," kata Robert Menard, Wali Kota kota Beziers dan pendukung Le Pen pada putaran kedua. 

 

Sumber: alaraby  

 
Berita Terpopuler