Keterkaitan Antara Puasa dan Amanah, Perkara yang Kerap Dilalaikan Manusia

Puasa mengajarkan umat Islam untuk menjaga amanah

Pixabay
Ilustrasi Berpuasa. Puasa mengajarkan umat Islam untuk menjaga amanah
Rep: Ali Yusuf Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Puasa bisa mendidik untuk membangun jiwa seseorang menjadi amanah. Dengan puasa inilah seseorang bisa menanamkan rasa selalu dalam pengawasan Allah SWT dari jiwa manusia yang paling dalam.   

Baca Juga

"Dari sejumlah akhlak yang mulia, sifat amanah adalah salah satu yang paling utama,"  tulis KH Jeje Zaenudin dalam bukunya. "Seputar Masalah Puasa, Itikaf, Lailatul Qadar dan Lebaran". 

Amanah termasuk karakteristik kepribadian setiap Nabi Muhamamd SAW. Nabi Muhammad SAW sendiri sebelum kerasulannya digelari sebagai al-amin, yang amat terpercaya.

Amanah adalah sifat bertanggung jawab dalam menunaikan setiap hak orang lain yang ada pada dirinya. "Pada pundak manusia terpikul berbagai amanah," katanya. 

Amanah dari Allah SWT dan Rasul-Nya, dan amanah dari sesama manusia. Amanah dari Allah berupa penghormatan Allah SWT kepada manusia dengan dijadikan-Nya sebagai khalifah untuk memikul tanggungjawab menunaikan agamanya di muka bumi. Hal ini seperti yang disebutkan pada Surat Al Ahzab ayat 72: 

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepaa angit, bumi dan gunung gunung, maka semuanya enggan etuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianalinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh."  

Mengacu kepada penafsiran lbnu Abbas bahwa amanah pada ayat ini adalah kewajiban-kewajiban syariat yang harus ditunaikan manusia, maka menunaikan agama berarti menunaikan amanat, dan melanggar agama adalah mengkhianati amanat. "Setiap pelaku kejahatan dan kemaksiatan hakikatnya adalah pengkhianatan kepada Allah," katanya. 

Pengkhianatan terhadap amanah Allah SWT disebabkan karena dua hal yaitu karena pelanggaran sengaja (kezaliman) dan kebodohan (kejahilan). Zalim adalah para pengkhianat agama Allah dengan kesengajaan. 

Baca juga: Calon Presiden Prancis Marine Le Pen Bersumpah akan Larang Jilbab Jika Terpilih

Dia mengetahui dan menyadari bahwa apa yang dilakukan itu adalah kejahatan. Para pelaku kezaliman seperti ini biasanya dari kalangan para pemimpin dan kaum terpelajar.

Maka mereka adalah seburuk-buruk manusia dan pelakunya dikategorikan oleh Alquran sebagai orang-orang yang terkutuk dan dimurkai Allah SWT, al-maghdhubi 'alaihim, dan orang yang diancam dengan surat Ash-Shaff ayat 3: 

 

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”    

Al-Maghdhub atau manusia terkutuk biasa dinisbatan kepada para pemimpin kaum Yahudi, karena mereka kaum yang telah diberi kitab dan dibimbing para nabi serta diberi kecerdasan di atas bangsa-bangsa yang lain. Tetapi pengkhianatan mereka teradap agama sungguh luar biasa. 

"Tidak sedikit dari para nabi yang diutus kepada mereka bukan hanya dingkari melainkan mereka bunuh karena tidak sesuai dengan hawa nafsu para pemimpin mereka," katanya. 

Mereka dengan sengaja dan sistematis menyelewengkan ajaran Taurat dengan mengubah-ubah kalimatnya atau mereka mentakwilkannya kepada takwil yang jauh dari maksud yang sebenarnya. 

Menurut Ibnu Taimiyah, siapapun dari umat pemikul agama, termasuk dari para pemimpin lslam, jika mereka menempuh perilaku seperti yang ditempuh para ahli agama Yahudi, mereka sama berhak dikatagorikan sebagai al-maghdhub karena berbuat khianat kepada agama Allah dengan cara-cara yang zalim.

Penyebab kedua dari pengkhianatan adalah kejahilan. Jahil maknanya bodoh atau tolol. Kejahilan dalam pengertian Alquran merujuk kepada tiga makna. 

Pertama, kebodohan dalam pengertian tidak mempunyai ilmu sama sekali. Inilah kebodohan seorang yang tidak mau belajar sehingga akalnya kosong dari ilmu pengetahuan.  

Kedua, kebodohan dalam pengertian mengitikadkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak mempunyai dasar ilmu pengetahuan, tidak dari wahyu dan tidak juga dari akal yang sehat, melainkan khayalan dan dongeng-dongeng semata.  

Baca juga: Motif Tentara Mongol Eksekusi Khalifah Terakhir Abbasiyah dengan Dilindas Kuda

Ketiga, kebodohan dalam pengertian mempunyai ilmu pengetahuan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan kebenaran. 

Mungkin karena dia tidak kritis dalam menerima suatu pengajaran sehingga hanya manut dan taklid terhadap apa yang diajarkan orang lain kepadanya.  

 

"Sering terjadi orang-orang yang menyeleweng dari agama mempunyai niat yang benar dan hati yang tulus untuk beribadah kepada Allah SWT, akan tetapi ia menjadi korban propaganda para pemuka agama yang zalim," katanya.    

 
Berita Terpopuler