Dwayne Johnson Pernah Menangis Terus-menerus Saat Didera Depresi

Dwayne Johnson mengaku mengalami depresi pertama kali pada usia 18 tahun.

EPA
Aktor Dwayne Johnson mengaku sempat mengalami depresi hingga menangis terus-menerus.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dwayne Johnson menempuh karier di dunia akting setelah meraih kesuksesan sebagai pegulat profesional. Sosok dengan nama panggung The Rock itu kerap memerankan tokoh jagoan dan sangat identik dengan hal-hal "macho".

Beberapa sinema yang dia bintangi termasuk film animasi Moana, garapan ulang Jumanji, serta waralaba Fast and Furious. Tak hanya berakting, Johnson kini aktif menggunakan platformnya untuk hal personal.

The Rock terbuka kepada penggemar bahwa dia tidak selalu tangguh seperti dalam film. Pria 49 tahun tersebut pernah berjuang melawan gangguan kesehatan mental saat masih remaja. Dia pernah mengidap depresi.

"Pertama kali saya mengalami depresi, saya berusia 18 tahun, dan saya tidak tahu apa itu depresi. Saat itu, depresi juga disebut 'turun dari sofa dan bereskan dan ubah apa yang terjadi di sini'," ujarnya.

Selain gangguan kesehatan mentalnya sendiri, orang terdekat Johnson juga menghadapi masalah psikis. Saat Johnson masih berusia 15 tahun, sang ibu melakukan upaya bunuh diri. Hal itu sangat memengaruhi Johnson.

Pada unggahan Instagram 2018 silam, Johnson mengakui bahwa insiden tersebut berdampak besar pada dirinya. Bintang film The Scorpion King itu mengatakan perjuangan dan rasa sakitnya sangat nyata.

The Rock merasa hancur dan tertekan, bahkan mencapai titik di mana dia tidak berminat melakukan apa pun atau pergi ke mana pun. Dia menangis terus-menerus. Pada akhirnya, Johnson sadar bahwa dia harus mencari bantuan.

Menurut Johnson, berkomunikasi dan meminta bantuan adalah hal paling kuat yang dapat dia lakukan. Johnson menganjurkan orang yang mengalami kondisi serupa dengan dirinya untuk tak ragu mengambil tindakan itu.

Baca Juga

Sebagai seorang laki-laki, Johnson menyadari ada kecenderungan untuk menahan rasa sakit serta semua yang dianggap tidak sehat dan tidak baik. Masalahnya, depresi tidak membeda-bedakan siapa yang jadi "korbannya".

Dengan berbagai tindakan, Johnson dan ibunya akhirnya sembuh. Dia membagikan pengalaman pahit di masa lalunya lewat media sosial dengan tujuan membantu orang yang mungkin punya permasalahan seperti dirinya.

"Kami berdua sembuh tetapi kami selalu harus melakukan yang terbaik untuk memperhatikan ketika orang lain kesakitan. Kami harus membantu mereka melewatinya dan mengingatkan bahwa mereka tidak sendirian," ungkap Johnson, dikutip dari laman Express, Selasa (12/4/2022).

Kesehatan mental tidak hanya memengaruhi orang dewasa, tapi juga segala usia. Dalam survei 2021, ditemukan bahwa satu dari enam orang berusia 16 tahun ke atas mengalami gejala umum masalah kesehatan mental. Kondisi yang paling mengemuka ialah gangguan kecemasan dan depresi.

Prevalensi depresi untuk seluruh usia mulai meningkat setelah pandemi Covid-19 bermula. Survei yang dilakukan antara Juli 2019 dan Maret 2020 menunjukkan prevalensi depresi sebesar 10 persen. Jumlah tersebut meningkat menjadi 19 persen pada Juni 2020 dan 21 persen pada Januari hingga Maret 2021.

Pengobatan yang dianggap efektif untuk depresi adalah terapi bicara, seperti terapi perilaku kognitif (CBT), atau terapi interpersonal (IPT). Terapi bicara melibatkan berbicara dengan seorang profesional terlatih tentang pikiran, perasaan, dan perilaku. Tujuannya membantu individu mencari tahu dari mana perasaan dan gagasan negatif berasal dan mengapa perasaan itu ada.

 
Berita Terpopuler