Penyintas Covid-19 Tiga Kali Lebih Mungkin Alami Neuropati Perifer

Neuropati termasuk salah satu gejala long Covid.

Flickr
Kesemutan (Ilustrasi). Penyintas Covid-19 punya risiko tiga kali lebih besar untuk mengalami masalah saraf, seperti neuropati perifer.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian penyintas Covid-19 yang telah dinyatakan sembuh bisa bergelut dengan masalah gejala yang menetap atau long Covid. Long Covid bisa memunculkan gejala yang beragam, termasuk gejala neuropati.

Kemunculan gejala neuropati pada kasus long Covid ini disoroti dalam sebuah studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Washington. Studi yang dimuat dalam jurnal Pain ini melibatkan lebih dari 1.556 orang yang menjalani tes Covid-19 pada periode Maret 2020 hingga Januari 2021. Sebanyak 542 orang di antaranya mendapatkan hasil tes positif.

Studi ini menemukan bahwa orang-orang yang terinfeksi Covid-19 di beberapa bulan awal pandemi mengalami masalah neuropati perifer. Studi ini juga menemukan bahwa orang yang terinfeksi Covid-19 memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar untuk mengalami masalah saraf, seperti neuropati perifer.

Baca Juga

Neuropati perifer merupakan kerusakan yang terjadi pada saraf perifer di tubuh. Saraf perifer diketahui berperan dalam mengantarkan sinyal dari dan ke otak. Kerusakan pada saraf ini bisa menyebabkan kesemutan, penurunan sensasi, kelemahan, nyeri, atau nyeri pada ekstremitas.

"Hampir 30 persen pasien yang positif Covid-19 juga melaporkan masalah neuropati pada saat mereka terdiagnosis," jelas ketua tim peneliti dan chief of clinical research di Washington University Pain Centre, Simon Haroutounian, seperti dilansir Express, Selasa (29/3/2022) .

Pada sekitar enam hingga tujuh persen pasien tersebut, gejala neuropati menetap selama setidaknya dua pekan hingga tiga bulan. Temuan ini mengindikasikan bahwa virus penyebab Covid-19 bisa memberikan efek yang menetap pada saraf perifer.

"Beberapa infeksi virus lain, seperti HIV dan herpes zoster, berkaitan dengan neuropati perifer karena virus bisa merusak saraf," ujar Haroutounian.

Sebagian besar pasien yang terdampak mengeluhkan gejala neuropati yang ringan. Hanya saja, ada sebagian pasien yang membutuhkan terapi lebih lanjut untuk mengelola nyeri mereka.

Sering kali, kondisi neuropati tidak terdiagnosis. Hal ini membuat penderitanya tidak mendapatkan terapi yang dibutuhkan untuk mengatasi nyeri yang timbul terkait neuropati tersebut.

"Ada kemungkinan kita bisa menolong pasien-pasien ini, meski untuk saat ini tidak ada kriteria diagnostik yang jelas atau bahkan sebuah sindrom yang diakui sebagai neuropati perifer Covid," ujar Haroutounian.

 
Berita Terpopuler