Mengintip Isi Istana Ahmed Bey, Istana Ottoman Bey yang Terakhir

Setiap bagian dari Istana Ahmed Bey adalah karya seni tersendiri.

Middle East Eye
Istana Ahmed Bey di Konstantin, di timur laut Aljazair adalah salah satu contoh terakhir arsitektur Ottoman yang diselesaikan di negara itu sebelum diambil alih oleh Prancis. Bangunan ini didirikan selama sembilan tahun dan selesai pada 1835, dua tahun sebelum pemerintahan kolonial Prancis dimulai pada 1837. Mengintip Isi Istana Ahmed Bey, Istana Ottoman Bey yang Terakhir
Rep: mgrol135 Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, KONSTANTIN -- Istana Ahmed Bey di Konstantin, di timur laut Aljazair adalah salah satu contoh terakhir arsitektur Ottoman yang diselesaikan di negara itu sebelum diambil alih oleh Prancis. Bangunan ini didirikan selama sembilan tahun dan selesai pada 1835, dua tahun sebelum pemerintahan kolonial Prancis dimulai pada 1837.

Baca Juga

Dilansir di Middle East Eye, istana ini dinamai oleh arsitek dan perancang bangunan, Ahmed Bey ben Mohamed Sherif, Ottoman Bey (atau gubernur) Konstantinus terakhir. Ahmed Bey, lahir di Konstantinus sekitar 1784.

Ia adalah seorang tokoh kunci dalam perlawanan Kabupaten Ottoman Aljazair terhadap pendudukan Prancis, menjauhkan Prancis dari Aljazair timur selama tujuh tahun. Ahmed Bey mengangkut tiang-tiang dan potongan marmer lainnya dari Italia dengan bagal dan unta.

Bahan lainnya datang dari Belanda dan Spanyol. Sayangnya, ia hanya tinggal di istana tersebut selama dua tahun (1835–1837, sebelum pengambilalihan Prancis). Beberapa dari 266 kolom marmer putih yang menopang lengkungan lanset dan serambi menuju ke taman seperti serambi dapat ditemukan di sini.

Dinding istana ditutupi ubin tanah liat tradisional yang disebut zeli. Jumlahnya 47 ribu. Bahan tersebut diambil dari tempat tinggal mewah Konstantinus, serta Tunisia, Suriah, dan bahkan lokasi di pantai utara Mediterania, seperti Marseille.

Lukisan dinding istana yang mewakili perjalanan Ahmed Bey adalah daya tarik wisata yang populer serta sejarah yang berharga. Temboknya, yang mencakup lebih dari 2.000 meter persegi, menceritakan kisah ziarahnya ke tempat-tempat suci Islam, serta kisah-kisah perang yang terjadi bersama penguasaan wilayah Aljazair Kekaisaran Ottoman. Selama 15 bulan perjalanannya ke Makkah dan Madinah pada 1818, Ahmed Bey mengunjungi Tunis, Tripoli, pelabuhan Alexandria, dan Kairo.

 

Pengrajin lokal menciptakan pintu masuk bagian dalam istana, yang dipasang di serambi marmer berukir. Setiap pintu adalah karya seni tersendiri.

Seperti sebagian besar arsitektur istana, pintu polikrom dibangun dari kayu cedar dari daerah Aures dan Kabylia di timur laut negara itu telah diperbaharui. Pintu-pintu mencerminkan selera mewah mantan penghuni istana.

Pintu berukir rumit dapat diakses ke Kamar-kamar harem, bagian istana tempat selir gubernur pernah tinggal. Ahmed Bey memiliki harem yang luas selain enam istrinya.

Kehadiran wanita memenuhi apartemen istana yang berjumlah 40 kamar. Ahmed Bey memiliki pohon palem yang didirikan di masing-masing dari empat sudut taman utama untuk menghormati istri favoritnya, Lalla Khadoudj, Lalla Aichouche, Lalla Fattoum, dan istri keempat yang identitasnya dirahasiakan.

Desain istana mencakup banyak taman dan air mancur di mana pancaran air mancur marmer yang dipahat mengalir ke bak berusia hampir 200 tahun di bawah naungan pohon jeruk dan murad. Leopold II dari Belgia dan Napoleon III dari Prancis hanyalah dua dari tamu terhormat yang pernah tinggal di istana ini pada abad ke-19.

Pada 1934, istana ini diklasifikasikan sebagai monumen bersejarah. Baru pada 2003 proyek restorasi empat tahun dimulai, termasuk renovasi lansekap dan atap. Hari ini, Istana Bey merupakan rumah bagi Museum Seni Nasional dan Tradisi Populer Aljazair.

https://www.middleeasteye.net/discover/algeria-constatine-ottoman-bey-last-home-pictures

 
Berita Terpopuler