Indonesia Dukung Resolusi PBB Soal Situasi Kemanusiaan Ukraina

Indonesia memberikan berbagai masukan substansi yang konstruktif dalam resolusi

Istimeswa/KBRI Paris
Wakil Tetap RI New York, Dubes Arrmanatha Nasir Indonesia memberikan berbagai masukan substansi yang konstruktif dalam resolusi situasi kemanusiaan Ukraina
Rep: Fergi Nadira B Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Sidang darurat khusus Majelis Umum PBB telah mengadopsi resolusi mengenai situasi kemanusiaan di Ukraina, Kamis (24/3/2022) waktu setempat. Resolusi tersebut berjudul Humanitarian Consequences of the Aggression against Ukraine yang diadopsi melalui voting.

Resolusi memperoleh dukungan dari 140 negara, termasuk Indonesia. Wakil Tetap RI New York, Dubes Arrmanatha Nasir mengawal adopsi resolusi tersebut. Dia mengatakan, resolusi ini merupakan resolusi pertama mengenai situasi kemanusiaan di Ukraina yang berhasil diadopsi di PBB. Dia juga mencatat, tujuan resolusi adalah untuk merespon kondisi yang semakin memburuk di lapangan.

"Melalui resolusi ini, anggota PBB menyatakan keprihatinannya dan mendorong agar segera diambil aksi untuk atasi masalah kemanusiaan di Ukraina dan sekitarnya," ujar Arrmanatha dalam press briefing secara virtual, Jumat (25/3).

Resolusi ini dirumuskan bersama oleh Ukraina, Prancis, Meksiko dan sejumlah negara like-minded dari berbagai kawasan. Sementara itu, Indonesia juga terlibat aktif dalam pembahasan resolusi ini.

Arrmanatha mengatakan, Indonesia memberikan berbagai masukan substansi yang konstruktif. Masukan tersebut diantaranya untuk memastikan segera dilakukannya de-eskalasi konflik, dijaminnya akses bantuan kemanusiaan, dijaminnya safe passage dan evakuasi bagi warga sipil, serta mendorong negosiasi dan dialog untuk menyelesaikan konflik.

"Tujuan Indonesia hanya satu memastikan masyarakat internasional dapat segera mengatasi situasi di Ukraina yang semakin memburuk," ujarnya.

Dalam Sidang Majelis Umum di New York, Afrika Selatan juga mengajukan resolusi tandingan berjudul "Humanitarian Situation in Ukraine." Resolusi Afrika Selatan berfokus kepada isu kemanusiaan, dan tidak memuat elemen politis, termasuk peran Rusia dalam menyebabkan situasi kemanusiaan di Ukraina.

Pendekatan dari kedua resolusi tersebut memang berbeda. Namun keduanya memiliki tujuan sama, untuk mengatasi masalah kemanusiaan, menyelamatkan masyarakat sipil di tengah situasi perang. Draft resolusi Afrika Selatan pada akhirnya tidak jadi dipungut-suarakan karena masalah prosedur.

Arrmanatha menjelaskan, bahwa berdasarkan prosedur pengaturan Majelis Umum PBB, jika sudah ada resolusi yang diadopsi untuk isu yang sama, negara anggota PBB memiliki opsi, untuk tidak mengambil keputusan untuk resolusi tersebut. Sementara Majelis Umum PBB memutuskan untuk tidak melanjutkan pengambilan keputusan atas resolusi Afrika Selatan.

Dalam hal ini, Indonesia sudah siap mendukung draft resolusi Afrika Selatan di Majelis Umum PBB. Sebab semua upaya yang bertujuan untuk mengatasi situasi kemanusiaan yang semakin memburuk di Ukraina, harus didukung.

"Bagi Indonesia, mengedepankan pendekatan kemanusiaan di tengah perang adalah prinsip dan atas dasar ini juga, Indonesia hingga saat terakhir, terus mendorong agar kedua resolusi dapat disatukan, guna menunjukan persatuan dalam Majelis Umum PBB," ujar Arrmanatha.

Indonesia di berbagai kesempatan dalam pembahasan isu Ukraina selalu konsisten menyerukan segera menghentikan perang, segera mengatasi masalah kemanusiaan, dan mendorong agar dihasilkannya kemajuan dialog dan negosiasi antara semua pihak di Ukraina. Hal yang sama juga terus Indonesia sampaikan secara bilateral kepada negara-negara kunci.

"Hal ini Indonesia lakukan karena, jika situasi di Ukraina berkepanjangan, dampak negatif-nya tidak saja dirasakan di Eropa, namun juga di berbagai negara di seluruh dunia, dan saat ini dampaknya bahkan sudah mulai kita lihat, dari kenaikan harga pangan hingga energi," ujar Arrmanatha.

"Untuk itu, Indonesia akan terus mendorong upaya di PBB untuk bisa hentikan perang di Ukraina," katanya.

 
Berita Terpopuler