Pengusaha Bangladesh Kerap Ditolak Pemilik Properti di Malta karena Ia Muslim

Padahal ia sudah tinggal di Malta selama 15 tahun.

Bosh Fawstin
Islamofobia (ilustrasi). Pengusaha Bangladesh Kerap Ditolak Pemilik Properti di Malta karena Ia Muslim
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, VALLETTA -- Setelah tinggal di Malta selama 15 tahun terakhir, seorang pengusaha Bangladesh tengah mempertimbangkan meninggalkan negara itu untuk selamanya setelah ia berulang kali ditolak oleh calon tuan tanah karena agama dan kebangsaannya. Malta adalah sebuah negara kepulauan di Eropa Selatan.

Baca Juga

Kawsar Amin Howlader menggambarkan rintangan yang dia hadapi dalam beberapa bulan terakhir ketika dia berupaya mencari properti untuk dia dan istrinya. Meskipun tinggal di negara itu selama 15 tahun dan memenuhi syarat untuk kewarganegaraan Malta tahun depan, Howlader mengatakan dia terus ditolak karena dia adalah seorang pria Muslim dan warga negara ketiga.

Pemilik restoran India terkenal di St Julian, Suruchi ini sekarang fasih berbahasa Malta. Dia tengah mencari apartemen untuk disewa bersama istrinya yang akan segera pindah ke Malta. Namun sejauh ini, pencariannya tidak berhasil karena pemilik properti menolaknya begitu mereka mengetahui dia adalah Muslim dan berasal dari Bangladesh.

"Saya mengerti pemilik properti mungkin perlu bertanya apa yang saya lakukan dan kebangsaan saya, tetapi mengapa agama? Setelah tinggal di sini selama 17 tahun, menginvestasikan uang, mencoba membeli rumah, itu menghancurkan hati saya. Saya tidak marah, saya sedih," katanya kepada Times of Malta, dilansir Selasa (22/3/2022).

Karena merasa kecewa, ia berpikir meninggalkan Malta sesegera mungkin. Namun begitu, ia harus menyelesaikan dahulu urusannya di negara itu.

 

"Saya bukan orang Malta berdasarkan paspor, tetapi saya benar-benar orang Malta. Saya ingin jujur, kita membahas tentang pergi, jika mungkin, segera. Tetapi saya perlu waktu untuk menyelesaikan urusan bisnis saya," ujarnya.

Howlader mengatakan dia telah membahas masalah ini dengan teman-teman ekspatriat yang juga berpikir untuk meninggalkan Malta untuk selamanya karena perlakuan tidak adil yang terus-menerus mereka hadapi. Howlader menghubungi Times of Malta setelah pengalamannya baru-baru ini ketika ia mencoba menyewa apartemen dengan dua kamar tidur dan setelah pemiliknya secara terang-terangan menolaknya karena agamanya. Sang pemilik properti itu secara eksplisit mengatakan kepadanya melalui pesan Facebook.

"Maaf. Tidak tertarik. Anda Muslim," bunyi pesan tersebut.

Howlader, yang juga mengelola asosiasi untuk komunitas Bangladesh, mengatakan ini merupakan respons dalam 95 persen kasus. Pemilik properti selalu menunjuk kewarganegaraan atau agamanya sebagai alasan  menolak menyewakan tempat mereka kepadanya.

Dalam satu kasus, katanya, seorang wanita pemilik penginapan setuju menyewakan apartemennya kepadanya, bahkan mengambil deposit sebesar 1.200 euro. Tetapi setelah bertemu dengannya secara langsung, dia lantas berubah pikiran.

Ketika Howlader mempertanyakan tentang hal itu, dia mengatakan dia setuju karena mengira Howlader orang lokal. Mereka hanya berkomunikasi dalam bahasa Malta.

"Tentu saja, saya berbicara bahasa Malta!" katanya, beralih ke bahasa Malta untuk membuktikan maksudnya.

 

"Saya berusaha mempelajari bahasa, budaya, adat istiadat, semuanya. Saya cinta negara ini. Kebanyakan teman saya yang sudah seperti keluarga adalah orang Malta," katanya.

Sementara itu, Howlader mengatakan pihak berwenang perlu segera mengambil langkah dan mengatasi pelecehan yang terjadi. Menurutnya, saat ini tidak ada penegakan hukum dan pemilik properti masih bebas untuk mendiskriminasi siapapun yang tidak mereka sukai.

Sebagai pemilik bisnis, Howlader mengatakan dia tidak pernah mendiskriminasi siapa pun dan oleh karena itu dia merasa semakin tidak mengerti dia harus menghadapi masalah seperti itu setiap hari. "Saya bahkan pernah mengadakan pembersihan di luar gereja Msida. Saya bahkan tidak memikirkan fakta ini adalah gereja Kristen, mengapa saya harus melakukannya? Saya hanya menelepon wali kota dan menawarkan bantuan saya. Saya membiayai semuanya karena ketika Anda adalah bagian dari komunitas, itulah yang Anda lakukan," katanya.

Sementara itu, menurut Komisi Nasional untuk Promosi Kesetaraan (National Commission for the Promotion of Equality/NCPE), tindakan diskriminasi seperti itu adalah ilegal. Menurut Pemberitahuan Hukum 85 tahun 2007, hukum Malta diselaraskan dengan Pedoman Kesetaraan Ras (Race Equality Directive) 2000/43/EC. Pemberitahuan hukum menetapkan ilegalitas dari diskriminasi berdasarkan ras dan asal etnis dalam kaitannya dengan barang dan jasa dan pasokannya.

Dengan demikian, berarti melanggar hukum untuk mendiskriminasi setiap orang dalam penyediaan barang dan jasa yang tersedia untuk umum. Hal itu termasuk akses dan penyediaan perumahan. Mereka yang terbukti melanggar undang-undang tersebut dapat menghadapi denda, penjara, atau keduanya. Mereka yang didiskriminasi juga berhak meminta ganti rugi.

 

https://timesofmalta.com/articles/view/im-being-turned-away-by-landlords-for-being-muslim-businessman.942873

 
Berita Terpopuler