'Son of Omicron' Mulai Menyebar Luas, Apakah Semua Orang Pasti akan Kena Covid-19?

Di tengah penyebaran subvarian son of omicron, kasus Covid-19 kembali naik.

Pixabay
Ilustrasi Covid-19 varian omicron. Saat ini, pandemi Covid-19 sudah berjalan sekitar dua tahun dan masih ada cukup banyak orang yang belum terinfeksi.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah penyebaran subvarian omicron BA.2 alias "son of omicron", total kasus Covid-19 di Amerika Serikat (AS) sudah mencapai hampir 80 juta kasus. Berkaca dari kasus di sana, apakah nantinya semua orang akan kena Covid-19?

Meski virus menyebar dengan daya tular tinggi seperti campak, faktanya sebagian warga AS masih terlindungi dari Covid-19 hingga saat ini. Dokter mengungkapkan bahwa ada beberapa alasan yang membuat sebagian warga AS belum terkena Covid-19 meski penyebaran penyakit tersebut cukup masif di sana.

"Ada orang-orang yang memiliki perilaku sehat atau khawatir mengenai kesehatan diri sendiri atau orang-orang tercinta," jelas associate professor of medicine di Harvard Medical School, dr Mark Harvard, seperti dilansir ABC News, Selasa (23/2/2022).

Baca Juga

Kewaspadaan yang lebih tinggi juga cenderung dimiliki oleh orang-orang yang memiliki komorbid. Orang-orang dengan komorbid biasanya akan melakukan beragam upaya pencegahan Covid-19 yang lebih ekstra karena mereka termasuk kelompok berisiko.

Selain itu, sebagian orang-orang dengan komorbid kerap lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan tidak begitu berinteraksi dengan banyak orang. Berbagai kondisi ini juga turut menurunkan risiko terjadinya penularan.

Alasan lain yang mungkin membuat sebagian warga AS terlindungi dari ancaman Covid-19 adalah vaksinasi dan pemberian booster. Menurut beragam ahli, vaksinasi dan pemberian booster memiliki peran yang sangat signifikan dalam menekan infeksi atau penularan Covid-19 di antara warga AS.

Dr Jonathan Grein mengatakan, faktor sosial dan lingkungan juga bisa berperan dalam menentukan risiko penularan Covid-19. Salah satu contohnya adalah terkait berapa lama atau seberapa sering seseorang berinteraksi dengan orang lain.

"Virus mungkin bertransmisi lebih efektif pada lingkungan tertentu, seperti ruang tertutup, ruang dengan ventilasi yang buruk, dibandingkan dengan ruang terbuka," ujar dr Grein.

Di samping itu, profesor di bidang ilmu kedokteran dari Johns Hopkins University dr Stuart Ray mengatakan faktor genetik juga bisa berperan. Hal seperti ini juga terjadi pada orang yang berisiko tinggi terpapar HIV, namun tidak terinfeksi.

Dr Grein mengatakan, saat ini pandemi Covid-19 sudah berjalan sekitar dua tahun dan masih ada cukup banyak orang yang belum terinfeksi. Situasi ini sebenarnya pertanda yang baik, karena tidak terinfeksi Covid-19 merupakan hal yang mungkin terjadi.

"Satu hal yang sudah jelas teridentifikasi adalah vaksinasi merupakan variabel terpenting dalam menentukan seberapa terlindunginya seseorang dari Covid-19," ungkap dr Grein.

Meski begitu, tak semua orang yang saat ini belum terkena Covid-19 akan terus terlindungi. Orang-orang yang belum terkena Covid-19 dan juga belum vaksinasi kemungkinan hanya menunggu waktu sebelum akhirnya tertular.

"Seiring dengan semakin menularnya varian-varian ini, kemungkinan orang-orang tersebut terinefksi tampak signifikan," ujar dr Ray.

Spesialis penyakit menular dari University of California dr Peter Chin Hong mengatakan, apa yang terjadi di Hong Kong seharusnya bisa menjadi pelajaran. Menurut dr Hong, saat ini Hong Kong memiliki kasus kematian Covid-19 tertinggi, di mana rata-ratanya adalah 37,68 per satu juta penduduk menurut Our World in Data.

Sudah divaksinasi, orang masih bisa kena Covid-19. - (Republika)

Salah satu faktor yang membuat kasus kematian Covid-19 di Hong Kong tinggi adalah rendahnya cakupan vaksinasi di kalangan lansia. Tanpa vaksinasi, infeksi yang "ringan" seperti omicron bisa menyebabkan kematian pada lansia yang merupakan kelompok rentan.

 
Berita Terpopuler