Haris Fatia Tersangka dan Mudahnya Mengkriminalisasi Aktivis

Haris mengatakan, banyak kasus prioritas justru tidak jelas perkembangannya.

ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Sejumlah aktivis dan akademisi mengenakan masker bertanda silang saat mendampingi Direktur Lokataru Haris Azhar yang akan menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/3/2022). Haris Azhar menjalani pemeriksaan perdana pascaditetapkan sebagai tersangka bersama Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang diunggah melalui akun Youtube Haris pada 20 Agustus 2021.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Nawir Arsyad Akbar

Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus Direktur Lokataru Haris Azhar serta Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti sudah ditetapkan tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik yang melibatkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Haris dan Fatia sama-sama mengaku siap jika harus ditahan.

Haris menegaskan tidak gentar jika harus mendekam di balik jeruji besi. Ia tidak takut apabila nantinya setelah diperiksa sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik langsung ditahan oleh polisi.

"Jadi walaupun saya sampai di tahan hari ini atau kapanpun ditahan itu nggak ada masalah," tegas Haris Azhar saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (21/3/2022).

Haris Azhar menyebut penetapan tersangka kepada dirinya dan Fatia merupakan bentuk politisasi dari upaya pembungkaman. Bahkan hanya mereka berdua yang dibungkam suaranya, tapi masyarakat turut dibungkam dengan penetapan tersangka tersebut.

"Ini politis, ini upaya untuk membungkam, baik membungkam saya, membungkam masyarakat sipil, dan sekaligus ini menunjukkan bahwa ada diskriminasi penegakan hukum," tegas Haris.

Sementara itu, kata Haris, banyak laporan polisi yang dibuatnya tidak mendapatkan perkembangan hingga detik ini. Karena itu ia menyebut laporan yang menyasar dirinya dan Fatia adalah laporan prioritas. Padahal dari sisi materi prosesnya ini hanya menyasar tayangan Youtube dirinya bersama Fatia.

"Polisi dan si pelapor tidak pernah menggubris membuka ruang untuk membahas soal skandal dari sembilan organisasi yang saya bahas di Youtube saya," kata Haris Azhar

Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti juga menegaskan telah siap menerima konsekuensi atas kasus yang menjerat dirinya, termasuk ditahan. Tidak hanya itu, kata Fatia, dirinya juga siap membuka data yang dimilikinya untuk diketahui masyarakat luas.

Data tersebut terkait keterlibatan Luhut Binsar Panjaitan di balik relasi ekonomi operasi militer di Intan Jaya, Papua. Akibat menyebutkan nama-nama penguasa yang diduga "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua, Fatia dan Haris Azhar dipolisikan.

"Jadi yang perlu dilihat ditanya ke polisi apakah ditahan atau tidak. Kalau kami siap dengan konsekuensi ini dari awal dan kita siap buka data ke publik," tegas Fatia, saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin.

Senada dengan Haris, Fatia juga  menyebut penetapannya sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi yang dilakukan oleh pejabat negara. Menurutnya, upaya kriminalisasi dan pembungkaman ini kerap menimpa pihak-pihak yang mengkritik maupun menyuarakan adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kepada pemerintah.

"Terjadi juga kepada beberapa korban, pembela HAM yang aktif menyuarakan kritiknya, masukan kepada negara," ungkap Fatia.

Lanjut Fatia, harusnya Presiden Joko Widodo harus menyoroti fenomena ini. Maka dengan demikian, pemerintah jangan sibuk mengkriminalisasi aktivis. Namun pemerintah, dalam hal ini pejabat tinggi negara harusnya fokus mengurusi Papua, agar tidak terjadi konflik terus menerus.

"Jadi semestinya presiden khususnya otu menyoroti fenomena ini dan tidak sibuk kriminalisasi aktivis tapi sibuk urusi Papua biar tidak konflik terus," ungkap Fatia.

Bila ia ditahan, Fatia mengatakan berarti ada bukti negara bersikap represif. "Tapi saya sih terima-terima saja. Namun, yang menjadi urusannya adalah bagaimana sebetulnya proses akuntabilitas itu sendiri. Jadi, yang perlu dilihat ditanya ke polisi apakah ditahan atau tidak," ujar Fatia.

Diketahui, Haris dan Fatia diperiksa penyidik sebagai tersangka pada Senin (21/3/2022) atas laporan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Laporan itu teregister dengan nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, 22 September 2021.

Kemudian penetapan tersangka ini terkait dengan pelaporan pencemaran nama baik. Luhut menggugat konten Youtube milik Haris Azhar, yang mengundang Fatia Maulidiyanti untuk membahas soal hasil investigasi sembilan LSM hukum, dan HAM, serta kemanusian, terkait relasi bisnis, dan operasi militer di Intan Jaya, Papua, berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya."

Dalam konten, Haris Azhar dan Fatia membahas tentang bisnis para pejabat, dan purnawirawan TNI, di balik di Papua. Lalu, berdasarkan konten itu, Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya pada September 2021 lalu. Keduang sempat akan dilakukan mediasi dengan pelapor, tapi urung terjadi. Sampai keduanya ditetapkan sebagai tersangka.




Baca Juga

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan membantah penetapan Haris Azhar dan  Fathia Maulidiyanti sebagai tersangka pencemaran nama terhadap Luhut Binsar Panjaitan bermuatan politis. Ia menegaskan penyidik melihat fakta hukum pada saat menetapkan keduanya sebagai tersangka.

"Penyidik ini bekerja berdasarkan fakta hukum. Kita tidak pernah melihat faktor lain terutama apa yang mereka sampaikan politis dan sebagainya," tegas Zulpan saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (21/3/2022).

Setidaknya, kata Zulpan, penyidik telah mengantongi minimal dua alat bukti sebagai dasar untuk menetapkan status kepada kedua terlapor dalam kasus yang dilaporkan oleh Luhut. Bahkan, kata dia, penetapan tersangka itu dilakukan setelah kasus tersebut berjalan lima bulan. Maka penyidik tidak terburu-buru dalam menetapkan tersangka.

Tidak hanya itu, klaim Zulpan, pihak kepolisian sempat memfasiltasi mediasi bagi kedua belah pihak untuk melakukan restorative justice dalam penyelesaian kasus tersebut. Sayangnya, kata Zulpan, meski diupayakan mediasi tapi tidak ada titik temu antara pelapor dengan terlapor.

"Dari beberapa mediasi yang dilakukan ini tidak ditemukan sehingga pada Jumat lalu penyidik menetapkan mereka berdua sebagai tersangka," tutur Zulpan.

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari melihat, kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Panjaitan melibatkan banyak orang yang berada dalam kekuasaan. Meskipun kasus tersebut personal, tetapi sulit dihindari adanya persepsi publik yang menilai kasus tersebut adalah penguasa melawan rakyat.

"Kasus seperti ini tidak semestinya diselesaikan dengan proses pidana masih tersedia jalur-jalur lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikannya. Karena itu saya mengusulkan dua hal, pertama, pencabutan laporan oleh pelapor," ujar Taufik lewat keterangan tertulisnya, Senin.

Kedua, ia meminta kepolisian mengedepankan keadilan restoratif atau restorative justice dalam kasus tersebut. Menurutnya, akan lebih bijak jika pelapor menggunakan sarana dan media lain untuk membantah.

"Kemudian ditindaklanjuti dengan memberikan ruang yang sepadan dan proporsional bagi pelapor menjelaskan keterangan versinya sebagai hak untuk membantah," ujar Taufik.

Ia berharap, kepolisian mempertimbangakan pencabutan laporan dan restorative justice. Tujuannya adalah untuk menjaga demokrasi dan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum yang adil.

"Agar laporan kasus pencemaran nama baik dengan tersangka koordinator KontraS Fathia Maulidiyati dan mantan koordinator KontraS Haris Azhar dicabut atau dapat diselesaikan secara damai melalui mekanisme restorative justice," ujar politikus Partai Nasdem itu.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani juga menganjurkan restorative justice untuk kasus ini. "Melihat proses yang telah berjalan, penyidik memang juga telah berupaya mengedepankan pendekatan keadilan restoratif, meski belum berhasil," ujar Arsul.

Nantinya, kejaksaan selaku institusi penuntutan mengupayakan kembali pendekatan restoratif ini. Apalagi Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah mendorong perluasan penyelesaian perkara berbasis pendekatan restoratif.

"Harapannya jangan sampai penegak hukum kita, termasuk jajaran peradilan enggan membuka pendekatan keadilan restoratif. Karena kebetulan ini menyangkut seorang pejabat negara yang punya pengaruh di negeri ini," ujar Arsul.

"Di sisi lain kasus ini juga sedikit banyak akan mempengaruhi penilaian kualitas demokrasi dan ruang mengkritisi pejabat publik. Ini juga perlu dilihat oleh jajaran penegak hukum kita," sambungnya.

Deretan Pelaporan Penistaan Agama yang Mangkrak - (Republika)





 
Berita Terpopuler