Survei Nasional Buktikan Proporsi Warga yang Pernah Terinfeksi Tinggi

Serologi survei memperlihatkan 86,6 persen penduduk Indonesia miliki antibodi Covid.

Antara/Galih Pradipta
Warga berjalan di dekat mural bertema pencegahan penyebaran Covid-19 di Jakarta. Serologi survei yang dilakukan di Indonesia menunjukkan 86,6 persen penduduk sudah memiliki antibodi terhadap Covid-19.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Mimi Kartika, Antara

Sebanyak 86,6 persen penduduk Indonesia diketahui sudah memiliki antibodi terhadap Covid-19. Temuan tersebut diperoleh peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) bersama pemerintah yang melakukan serologi survei nasional pada November-Desember 2021. Serologi survei ini jadi yang terbesar dalam skala nasional. Di dunia pun, Indonesia menjadi yang kedua setelah India.

Tingkat antibodi Covid-19 tertinggi ditemukan pada mereka yang sudah divaksinasi dosis kedua. Sementara, 73,9 persen penduduk Indonesia yang belum divaksinasi sudah memiliki antibodi Covid-19.

Peneliti dari FKM UI Iwan Ariawan menjelaskan dari hasil serologi survei. Iwan mengatakan kelompok tersebut mendapat antibodi karena sudah terinfeksi. Bahkan, banyak di antaranya yang tidak mengetahui sudah pernah terinfeksi lantaran tidak bergejala.

"Hal ini menunjukkan bahwa proporsi penduduk yang terinfeksi Covid-19 sudah tinggi," ujar Iwan, Jumat (18/3/2022).

Serologi survei ini melibatkan sampel di 100 kabupaten/kota. Kemenkes dan FKM UI mengambil 20 orang sampel utama dan 60 serta sampel cadangan di setiap desa atau kelurahan.

Ahli epidemiologi UI, Pandu Riono, yang tegabung dalam tim peneliti mengungkapkan, serologi survei adalah penelitian kekebalan masyarakat terhadap virus penyebab Covid-19. Penelitian dilakukan dengan mengecek antibodi yang berada di dalam darah.

Serologi survei menjadi penting, karena dapat menggambarkan lebih akurat tingkat kekebalan yang dimiliki masyarakat terhadap Covid-19. Kekebalan ini bisa diperoleh berkat cakupan vaksinasi kasus infeksi alamiah, atau keduanya. "Ini jadi masukan yang sangat berharga dan Indonesia jadi salah satu negara di dunia yang memanfaatkan dasar imunitas penduduk untuk perencanaan pengendalian pandemi di masa datang," kata Pandu.

"Dengan imunitas kadar yang cukup tinggi maka kita bisa menekan pasien yang harus dirawat di RS, ICU atau sampai wafat," sambung Pandu

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah melakukan serologi survei nasional untuk mengetahui persentase kekebalan penduduk di Indonesia terhadap virus SARS Cov2 atau Covid-19. Budi menjelaskan, antibodi Covid-19 terbentuk berdasarkan dua hal, yaitu imunisasi yang membentuk antibodi dan terinfeksi virus yang juga akan membentuk antibodi. Hasil survei mengatakan bila ada orang yang sudah pernah vaksin dan pernah terinfeksi Covid-19, disebutnya memiliki antibodi yang tinggi.

“Hasil riset menyatakan kalau antibodinya terbentuk karena kombinasi kedua hal tersebut. Jadi kalau ada teman-teman yang sudah pernah kena terinfeksi Covid-19 kemudian divaksin atau sebaliknya, itu antibodinya paling tahan lama dan paling tinggi,” terang Budi.

Budi menambahkan, hasil serologi survei juga akan digunakan pemerintah sebagai dasar kebijakan berbasis bukti atau evidence based policy. Artinya, survei serologi akan dilakukan setiap tahunnya minimal 6 bulan sekali.

Baca Juga

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta daerah dengan antibodi rendah segera meningkatkan capaian vaksinasi Covid-19. Menurut dia, vaksinasi menjadi salah satu upaya pemerintah dalam menanggulangi pandemi.

"Di daerah-daerah yang tadi temuannya rendah antibodi seperti Jayawijaya, Kota Singkawang yang masih di bawah 80 persen, kita harus sama-sama genjot vaksinasi," ujar Tito dalam acara rilis hasil serologi survei nasional yang disiarkan akun YouTube Kementerian Kesehatan.

Serologi survei nasional menunjukkan, sejumlah wilayah memiliki estimasi tersebut masih di bawah 80 persen, seperti Aceh Tenggara 72,4 persen dan Kota Singkawang 74,1 persen. Sementara, Jayawijaya hanya memiliki estimasi antibodi Covid-19 45,6 persen. Padahal, masih di Provinsi Papua, Kota Jayapura memiliki estimasi sampai 96,3 persen.

"Ini jomplang sekali di Papua ini. Jayawijaya yang ibu kota-nya Wamena terendah, 45,6 persen. Artinya kalau kumpul 100 orang cuma 45 orang yang punya antibodi, 55-nya rentan," kata Tito.

Tito pun meminta kepala daerah bertanggung jawab atas hal ini. "Bupati tolong tanggung jawab lah pada rakyatnya kalau ada yang kena (Covid-19) kemudian parah," tutur Tito.

Dia menjelaskan, vaksinasi dapat memberikan antibodi kepada masyarakat, sehingga terjadi kekebalan kelompok atau herd immunity. Antibodi juga dapat meminimalisasi tingkat keparahan orang yang terinfeksi virus corona, yang kemudian dapat mengurangi risiko masuk rumah sakit dan kematian.

Namun, antibodi tidak bisa mencegah penularan. Untuk itu, Tito tetap mengimbau masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan (prokes).

Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Amin Soebandrio mengatakan hingga saat ini belum ada penetapan standar antibodi ideal untuk menangkal risiko penularan Covid-19. "Kita belum punya standar terkait antibodi. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) belum tentukan kadar antibodi yang dibutuhkan untuk melindungi orang dari infeksi," kata dia dalam acara bincang-bincang secara virtual yang diikuti dari YouTube BNPB, Jumat.

Ia mengatakan kadar antibodi yang tinggi tidak menjamin perlindungan secara utuh bagi seseorang dari risiko penularan Covid-19. Sebab seseorang yang sudah divaksinasi dosis ketiga pun masih ada yang mengalami reinfeksi.

"Kita beranggapan yang kadar antibodinya tinggi sekali akan melindungi. Tapi dengan kadar antibodi yang tinggi pun masih dapat terinfeksi kembali," katanya.

Saat ini berbagai cara mengukur antibodi sudah tersedia dengan alat penilaian yang juga beragam. Beberapa orang yang divaksinasi sudah ada yang diukur kadar bodinya sesuai masing-masing jenis vaksin.

"Vaksin 'booster' (penguat) memiliki kadar antibodi yang dapat meningkat sampai empat ribu unit, ada juga yang cuma sekitar 1.700 unit," katanya.

Ia mengatakan situasi reinfeksi tidak hanya dipengaruhi faktor kadar antibodi. "Kita harus tahu, bahwa kadar antibodi yang tinggi juga disertai hal lain. Apakah cukup empat ribu unit saja peningkatan kadar antibodi atau mungkin 1.000 saja cukup untuk melindungi seseorang," katanya.

Dalam acara yang sama, Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia Prof Iris Rengganis mengimbau masyarakat untuk tidak pilih-pilih jenis vaksin saat mengikuti vaksinasi. Ia mengatakan vaksin masih terbukti memberi perlindungan terhadap varian Omicron yang saat ini mendominasi di Indonesia.

"Saat ini vaksinasi lengkap melindungi 57 persen terhadap rawat inap dan yang 'booster' (penguat) terlindungi 90 persen terhadap rawat inap dibandingkan dari yang tidak divaksin," katanya. Demikian pula pada kematian, katanya, perlindungan vaksin dosis lengkap mencapai 29 persen dan perlindungan tiga dosis mencapai 95 persen dibandingkan yang belum divaksin.

Vaksinasi Booster di Indonesia - (Infografis Republika.co.id)






 
Berita Terpopuler