AS: China akan Hadapi Konsekuensi Jika Bantu Rusia

Washington mengawasi sejauh mana Beijing memberikan dukungan pada Rusia

Alexei Druzhinin, Sputnik, Kremlin Pool Photo
Presiden China Xi Jinping, kanan, dan Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara satu sama lain selama pertemuan mereka di Beijing, China pada 4 Februari 2022.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan, memperingatkan, Beijing akan menghadapi konsekuensi jika membantu Moskow menghindari sanksi besar-besaran atas perang di Ukraina.

Sullivan mengatakan kepada CNN pada Ahad (13/3/2022), Washington percaya China menyadari bahwa Rusia merencanakan beberapa tindakan di Ukraina sebelum invasi terjadi. Sullivan menambahkan, Washington mengawasi dengan cermat untuk melihat sejauh mana Beijing memberikan dukungan ekonomi atau material kepada Rusia. Amerika Serikat akan memberikan konsekuensi kepada China jika itu terjadi.

"Kami berkomunikasi secara langsung ke Beijing, bahwa pasti akan ada konsekuensi untuk upaya penghindaran sanksi skala besar atau dukungan kepada Rusia. Kami tidak akan membiarkan itu berlanjut dan membiarkan ada jalur kehidupan ke Rusia," ujar Sullivan.

Sullivan dijadwalkan bertemu dengan diplomat top China Yang Jiechi di Roma pada Senin (14/3/2022). Seorang pejabat senior AS yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan, perang di Ukraina dan dampaknya terhadap keamanan regional dan global akan menjadi topik penting dalam pertemuan Sullivan dengan Yang. Karena China telah menyelaraskan diri dengan Rusia untuk memajukan visi mereka tentang tatanan dunia.  

Pejabat itu mengatakan, pertemuan tersebut merupakan bagian dari upaya yang lebih luas oleh Washington dan Beijing untuk mempertahankan saluran komunikasi yang terbuka. Termasuk mengelola persaingan antara dua ekonomi terbesar dunia.

Penasihat pemerintah China, Wang Huiyao, memperingatkan "spiral eskalasi" dalam kolom yang diterbitkan di New York Times pada Ahad. Dalam tulisannya dia mengatakan, China dapat bertindak sebagai mediator netral antara Ukraina dan Rusia untuk mengakhiri perang.  

“Inilah saatnya untuk menawarkan pemimpin Rusia jalan keluar dengan bantuan China," tulis Wang.

Rusia telah meminta bantuan peralatan militer kepada China sejak dimulainya operasi militer ke Ukraina pada 24 Februari. Hal ini memicu kekhawatiran di Gedung Putih bahwa Beijing dapat merusak upaya Barat untuk membantu pasukan Ukraina mempertahankan negara mereka.

Ketika ditanya tentang laporan permintaan bantuan senjata tersebut, juru bicara Kedutaan Besar China di Washington, Liu Pengyu, mengatakan, dia belum pernah mendengar permintaan itu. "Saya belum pernah mendengar tentang itu," ujarnya.

Liu mengatakan, China mendukung dan mendorong semua upaya yang kondusif untuk penyelesaian krisis secara damai. Menurutnya, upaya maksimal harus dilakukan untuk mendukung Rusia dan Ukraina dalam melanjutkan negosiasi di tengah situasi sulit.

Baca Juga

Baca juga : Rekomendasi Saham Berpotensi Cuan Pekan Ini di Tengah Krisis Rusia-Ukraina

Amerika Serikat pada Sabtu (12/3/2022) mengatakan akan mengirimkan senjata tambahan senilai 200 juta dolar AS untuk pasukan Ukraina. Washington dan sekutunya telah memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Rusia dan melarang impor energinya. Di sisi lain, mereka memberikan bantuan militer dan kemanusiaan senilai miliaran dolar ke Ukraina.

Amerika Serikat telah mengimbau China maupun negara-negara Teluk dan negara lainnya untuk mengutuk, serta mengisolasi Rusia dari ekonomi global. Beijing yang merupakan mitra dagang utama Rusia, telah menolak menyebut tindakan itu sebagai invasi. Presiden China, Xi Jinping menyatakan keprihatinan tentang dampak sanksi terhadap keuangan global, pasokan energi, transportasi dan rantai pasokan. Sanksi Barat akan membatasi kemampuan China untuk membeli minyak Rusia.

Jika Sullivan berpikir dia dapat membujuk China untuk berpartisipasi dalam sanksi terhadap Rusia, dia akan kecewa," ujar mantan pemimpin redaksi surat kabar Cina, Global Times, Hu Xijin.

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengatakan, krisis Ukraina-Rusia dapat membuat Cina kehilangan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen tahun ini. Georgieva mengatakan, dia telah berbicara dengan bank sentral Cina dan mengharapkan tekanan yang meningkat pada Rusia untuk mengakhiri perang. Perdagangan menyumbang sekitar 46 persen dari ekonomi Rusia pada 2020. Cina merupakan tujuan ekspor terbesar Rusia.

 
Berita Terpopuler