Stok Minyak Goreng untuk Pasar RI Seharusnya Melimpah, Tapi Diduga Bocor dan Diekspor

Kemendag menyerahkan kepada Satgas Pangan di Polri untuk melakukan penyelidikan.

Edi Yusuf/Republika
Etalase minyak goreng tampak kosong di salah satu supermarket, di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (5/3/2022). Terbatasnya stok dan distribusi minyak goreng saat ini, membuat pasokan ke pasaran lungsung ludes diserbu konsumen.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Deddy Darmawan Nasution

Baca Juga

Masyarakat di Tanah Air hingga kini masih menghadapi masalah kelangkaan minyak goreng di pasaran. Padahal, menurut Menteri Perdaganan Muhammad Lutfi, pasokan minyak goreng di Indonesi dalam kondisi melimpah.

Melimpahnya stok minyak goreng, kata Lutfi, buah dari dari kebijakan domestic market obligation (DMO). Selain melimpah, harga dalam negeri juga jauh lebih rendah dari harga internasional yang sedang tinggi.

Lutfi pada Rabu (9/3/2022) menyampaikan, perdasarkan pendataan Kemendag periode 14 Februari - 8 Maret 2022, total ekspor minyak sawit (CPO) dan turunannya mencapai 2.771.294 ton.

Adapun, total pasokan yang dikumpulkan dengan mekanisme DMO sebanyak 573.890 ton atau 20,7 persen dari total volume ekspor tersebut. Jumlah itu, terdiri dari CPO sebanyak 110.004 ton dan RBD Olein 463.386 ton.

"Dari total minyak sawit DMO itu, sudah terdistribusi 415.787 ton dalam bentuk minyak goreng curah dan kemasan," kata Lutfi.

Ia mengatakan, jumlah yang terdistribusi itu melebihi kebutuhan konsumsi satu bulan yang mencapai 327.321 ton. "Hasil DMO ini sudah melimpah dan lebih dari cukup untuk satu bulan. Jadi bukan basah minyak goreng lagi, tapi becek," kata Lutfi menambahkan.

Menurut Lutfi, Kemendag tidak ingin berandai-andai akan penyebab masih sulitnya pasokan minyak goreng, terutama yang sesuai dengan HET. Namun, dugaan bahwa minyak sawit DMO bocor ke industri besar atau justru diekspor ke luar negeri tetap ada.

"Kalau kita lihat, ini merembes ke industri yang mereka tidak berhak dapat minyak DMO atau tindakan melawan hukum dengan mengekspor tanpa izin. Tapi, ini bagian yang kita selidiki," kata Lutfi.

Kebijakan DMO mewajibkan para eksportir CPO, RBD Olein, maupun used cooked oil (UCO) mengalokasikan 20 persen pasokannya untuk pasar dalam negeri dari total yang akan diekspor. Selain itu, pasokan tersebut dipatok harganya dengan kebijakan domestic price obligation (DPO) yakni sebesar Rp 9.300 per kg untuk CPO dan Rp 10.300 per kg untuk olein.

Lewat DMO dan DPO, harga minyak goreng dapat ditekan sesuai HET yakni Rp 11.500 per liter untuk curah, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan Rp 14 ribu per liter untuk kemasan premium. Para eksportir yang belum memenuhi kebijakan DMO dan DPO tidak akan mendapatkan izin untuk ekspor CPO.

"Saya peringatkan itu (ekspor) tidak akan bisa terjadi dan ini akan terverifikasi. Kita tahu di mana tangki, jalur distribusi D2 dan D2, alamat, semua sudah kita berikan ke Mabes Polri siang ini untuk dikroscek," tegasnya.

Lutfi pun menegaskan, kebijakan DMO, DPO, maupun HET minyak goreng adalah kebijakan jangka panjang. Ia menegaskan kepada semua pihak untk tidak berspekulasi bahwa pemerintah akan mencabut kebijakan itu. Jika aturan Kemendag tidak dipatuhi, akan berlawanan dengan aparat hukum.

"Kita kedepankan asas praduga tak bersalah karena kita tidak mau bersepkulasi. Jadi kita serahkan ke penyidik pegawai negeri sipil Kemendag dan juga Satgas Pangan di Kepolisian," katanya.

Lutfi menambahkan, akan menaikkan volume DMO minyak sawit (CPO) dari 20 persen menjadi 30 persen. Kebijaan itu untuk menjamin tersedianya kebutuhan bahan baku produksi minyak goreng yang khusus digunakan rumah tangga maupun usaha mikro dan kecil.

 

In Picture: Harga Komoditas Sayuran Melonjak Akibat Kurang Pasokan

 

Warga membeli sayuran di Pasar Induk Rau, Serang, Banten, Senin (7/3/2022). Harga sejumlah komoditas sayur melonjak tajam sejak sepekan terakhir akibat pasokan berkurang seperti harga cabai rawit naik dari Rp60 ribu menjadi Rp80 ribu perkilogram, harga cabai merah naik dari Rp50 ribu menjadi Rp60 ribu perkilogram dan harga bawang merah naik dari Rp35 ribu menjadi Rp40 ribu perkilogram. - (Antara/Asep Fathulrahman)

 

 

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki), Eddy Martono, mengatakan enggan berkomentar mengenai dugaan adanya kebocoran stok minyak goreng dalam negeri yang diekspor. Pasalnya, hal itu harus memiliki bukti mengenai dugaan kebocoran itu.

"Harus ada bukti dulu bahwa benar-benar bocor," katanya secara tertulis kepada Republika, kemarin.

Adapun soal krencana Kemendag akan menaikkan volume DMO minyak sawit (CPO) menjadi 30 persen mulai Kamis (10/3/2022), Gapki menyebut, mendukung kebijakan pemerintah.

"Kami sebagai pelaku usaha akan mendukung setiap kebijakan pemerintah, termasuk DMO sawit yang naik dari 20 persen menjadi 30 persen," kata Ketua Bidang Komunikasi Gapki, Tofan Mahdi.

Tofan mengatakan, diharapkan kebijakan itu menjadi solusi bagi masalah minyak goreng saat ini. Menurut Tofan, kebijakan DMO 20 persen sebelumnya pun tidak menjadi kendala bagi para produsen sawit.

Kebijakan itu, menurut dia, secara umum tidak menjadi masalah bagi eksportir. "Kami bisa memenuhi kewajiban pasokan di pasar domestik," kata Tofan.

Adapun, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyampaikan, langkah pemerintah untuk memangkas rantai distribusi minyak goreng masih belum efektif. Hal itu menyebabkan sebagian pedagang masih menjual minyak goreng melebihi HET yang ditetapkan pemerintah.

HET minyak goreng diketahui sebesar Rp 11.500 per liter untuk curah, Rp 13.500 per liter untuk kemasan sederhana serta Rp 14 ribu per liter kemasan premium.  

Ketua Umum Ikappi, Abdullah Mansuri, mengatakan, langkah pemerintah untuk memangkas rantai distribusi harus diakui sudah mulai berjalan. Hanya saja belum menyeluruh sehingga efektivitasnya terhadap stabilisasi harga belum terlihat.

"Proses itu belum efektif. Memang untuk memangkas rantai distribusi bukan pekerjaan mudah dan akan banyak konsekuensi," kata Mansuri kepada Republika, Rabu kemarin.

Ia menjelaskan, distribusi minyak goreng dengan pola lama yakni dari pabrik ke distributor lalu agen-agen dan pasar tradisional. Adapun pola baru yakni dipangkas oleh Kemendag dari distributor langsung ke pasar tanpa melalui agen.

"Nah, pola pemangkasan yang baru dibentuk ini, menunjuk beberapa BUMN seperti PT PPI dan PT RNI untuk langsung mendistribusikan minyak goreng (dari distributor) ke pasar, ," kata Mansuri.

Sementara itu, BUMN sendiri memiliki keterbatasan modal untuk melakukan distribusi minyak goreng secara nasional. Padahal, pabrikan minyak goreng tidak bisa mengeluarkan minyak goreng tanpa ada pembayaran di muka.

 

Hal itu pun yang membuat pola distribusi minyak goreng saat ini masih bercampur antara pola lama dan pola baru sehingga harga sesuai HET belum merata. "Tapi, ini tinggal masalah waktu. Ikappi juga sudah bertemu Kemendag dan kami diminta untuk membantu proses distribusi minyak goreng ke pasar," katanya.

 

Harga minyak goreng masih melambung. - (republika)

 
Berita Terpopuler