Vladimir Putin dan Joe Biden akan Diskusikan Krisis Ukraina

Penasihat Keamanan AS sebut agresi Rusia ke Ukraina kemungkinan dimulai dari udara

AP/Denis Balibouse/Pool Reuters
Presiden AS Joe Biden, kanan dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ilustrasi.
Rep: Kamran Dikarma Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Presiden Rusia Vladimir Putin diagendakan melakukan pembicaraan via telepon dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Sabtu (12/2/2022). Keduanya disebut bakal membahas tentang krisis Ukraina.

“Memang pihak AS meminta pembicaraan dengan Presiden Putin dan pembicaraan kedua presiden itu direncanakan berlangsung besok malam. Permintaan itu didahului dengan surat dari pihak AS,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada awak media pada Jumat (11/2/2022) malam waktu setempat dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Seorang pejabat senior pemerintah AS mengonfirmasi kabar tentang pembicaraan via telepon Biden dengan Putin. “Rusia mengusulkan panggilan pada Senin (14/2/2022). Kami mengusulkan balasan pada Sabtu dan mereka menerimanya,” ucapnya.

AS memang tengah memberi perhatian khusus pada krisis Rusia-Ukraina. Washington telah menyebut Rusia berencana menyerang negara tetangganya tersebut. Agresi bisa berlangsung kapan saja. Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan agresi Rusia ke Ukraina kemungkinan dimulai dengan serangan udara dan rudal.

Washington telah meminta warganya yang berada di Ukraina untuk meninggalkan negara tersebut. Keluarga dari para diplomat AS yang berdinas di sana pun sudah diminta pulang. Beberapa negara mengikuti langkah AS dan meminta warganya segera keluar dari Ukraina.

Merespons peringatan itu, Rusia menilai AS menyebarkan histeria. “Histeria Gedung Putih lebih terbuka dari sebelumnya. Anglo-Saxon membutuhkan perang. Dengan semua konsekuensinya. Provokasi, disinformasi, dan ancaman adalah metode favorit mereka untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri,” tulis juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova di Telegram.

Ketegangan antara Rusia dan Ukraina sudah berlangsung sejak 2014 yakni ketika Moskow mencaplok Krimea. Desakan pembicaraan yang lebih cepat dilakukan karena Washington merinci laporan yang semakin jelas tentang kemungkinan serangan terhadap Kiev. Sebanyak dua panggilan antara Biden dan Putin terjadi pada Desember tidak menghasilkan terobosan.

Pembicaraan ini mengatur panggung untuk diplomasi antara para pembantu kedua pemimpin negara. Kedua pemimpin belum berbicara sejak itu dan diplomat dari kedua belah pihak telah berjuang untuk menemukan titik temu.

Menjelang pembicaraan dengan Putin, Biden berbicara tentang krisis dengan para pemimpin Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Polandia, Rumania, serta kepala NATO dan Uni Eropa. Ketika ketegangan meningkat dalam beberapa pekan terakhir, Washington telah berusaha untuk memastikan bahwa sekutunya akan merespons secara serentak jika Moskow menyerang.

Pada sisi lain, pembicaraan empat arah di Berlin antara Rusia, Ukraina, Jerman, dan Prancis tidak menghasilkan kemajuan pada Kamis (10/2/2022). Menurut kantor berita Rusia TASS, Putin juga berencana untuk berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Sabtu.

Baca Juga

Australia, Selandia Baru, Jerman dan Belanda bergabung dengan negara-negara yang mendesak warganya untuk meninggalkan Ukraina. Washington mengatakan sebelumnya bahwa invasi Moskow, termasuk kemungkinan serangan udara, dapat terjadi kapan saja.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan AS akan menjatuhkan sanksi ekonomi cepat jika Rusia menyerang. "Saya terus berharap dia tidak akan memilih jalur agresi baru dan dia akan memilih jalur diplomasi dan dialog. Namun jika tidak, kami siap," kata Blinken kepada wartawan setelah pertemuan dengan para pemimpin Pasifik di Fiji.

Rusia telah berulang kali membantah versi Barat jika akan menginvasi Ukraina. Moskow mengatakan pihaknya telah mengumpulkan lebih dari 100.000 tentara di dekat perbatasan Kiev untuk menjaga keamanannya sendiri terhadap agresi oleh sekutu NATO.

Rusia pun menegaskan pada Sabtu bahwa pihaknya telah memutuskan untuk mengoptimalkan jumlah staf diplomatiknya di Ukraina. Tindakan ini mempertimbangkan kekhawatiran akan provokasi oleh Ukraina atau pihak lain. Moskow tidak mengatakan apakah itu berarti pengurangan jumlah staf tetapi mengatakan kedutaan dan konsulat di Kiev terus menjalankan fungsi utama mereka.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dalam panggilan telepon dengan Blinken menuduh AS dan sekutunya melancarkan kampanye propaganda tentang agresi Rusia terhadap Ukraina. Padahal, Moskow mengklaim hanya mencari jaminan keamanan dari AS untuk memblokir kemungkinan Ukraina ke NATO dan penempatan rudal di dekat perbatasan Rusia.

AS menganggap banyak proposal sebagai non-starter tetapi telah mendorong Kremlin untuk membahasnya bersama-sama dengan AS dan sekutu Eropa. Namun, Biden telah lama percaya bahwa keterlibatan satu lawan satu dengan Putin mungkin merupakan peluang terbaik untuk resolusi.

Pejabat Ukraina telah mencoba untuk mengurangi penilaian AS bahwa invasi bisa terjadi dan Kementerian Luar Negeri mendesak warga untuk tetap tenang. Namun, Washington berencana mengirim 3.000 tentara tambahan ke Polandia, tetangga barat Ukraina, dalam beberapa hari mendatang untuk mencoba dan membantu meyakinkan sekutu NATO. Mereka menjadi pasukan tambahan dari 8.500 yang sudah siaga untuk ditempatkan ke Eropa jika diperlukan.

Sementara itu, pasukan Rusia berkumpul di utara, selatan dan timur Ukraina. Lebih dari 30 kapal dari armada Laut Hitam Rusia telah memulai latihan di dekat semenanjung Krimea sebagai bagian dari latihan angkatan laut yang lebih luas. Dwina Agustin/reuters

 
Berita Terpopuler