Waspada Penularan Saat PTM dan Kenaikan Kasus Covid Anak Hingga 1.000 Persen

Manifestasi gejala klinik Covid-19 pada anak-anak bisa sangat beragam.

Antara/Feny Selly
Sejumlah murid mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di ruang kelas Sekolah Dasar Negeri 153 Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (8/2/2022). Kenaikan angka kasus temuan COVID-19 telah mendorong Pemerintah Kota Palembang melalui Dinas Pendidikan setempat kembali memberlakukan pengurangan PTM dari sebelumnya tiga hari menjadi dua hari sepekan.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dian Fath Risalah, Dessy Suciati Saputri

Kenaikan kasus Covid-19 masih terus terjadi. Di sejumlah daerah Pertemuan Tatap Muka (PTM) masih terus digelar meski kapasitasnya tidak 100 persen lagi seiring kenaikan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan mengingatkan potensi penularan Covid-19 pada anak semakin meningkat, terutama setelah PTM di sekolah. "Jangan mengira Covid-19 hanya terjadi pada orang dewasa melainkan juga lanjut usia (lansia), termasuk juga anak-anak. Apalagi Omicron lebih menular di tengah penerapan PTM yang belakangan ini (kapasitasnya) sudah 100 persen,"  ujar Erlina saat mengisi konferensi virtual bertema Webinar Update Tata Laksana Covid-19, Rabu (9/2/2022).

Ia mengingatkan per 3 Januari 2022 sudah ada surat keputusan bersama (SKB) empat menteri yang mengatur PTM terbatas. Padahal, penularan Covid-19 di Indonesia kini meningkat dan varian Omicron cepat menularkan virus saat anak-anak belajar di sekolah.
Terkait gejala, ia menjelaskan sebenarnya Omicron dan varian lainnya sama saja, ada yang bergejala dan ada yang tidak. "Cuma ada gejala (Omicron) yang agak berbeda. Kalau dulu umumnya demam, kemudian sekarang nyeri tenggorokan, batuk, hidung tersumbat," katanya.

Gejala Omicron, menurut Erlina, dibagi menjadi ringan, sedang, berat, dan kritis. Dia melanjutkan, yang berbahaya adalah kasus Covid-19 pada anak bisa menimbulkan gejala berat atau kondisi fatal.

Terkait manifestasi gejala klinis, ia mengakui bisa beragam. Jika gejala ini ditemukan pada orang yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) seperti hipertensi, diabetes mellitus, geriatri, autoimun, ginjal, gagal jantung maka biasanya komorbid  membuat Covid-19 menjadi parah hingga menimbulkan kematian.

Tak hanya itu, ia menyebutkan penyakit kardiovaskular akut juga mengakibatkan terjadi perburukan kondisi klinis di rumah sakit.
"Kalau memenuhi kriteria maka akan dirawat di ruang intensif (ICU), tetapi tentu saja ini meningkatkan angka mortalitas. Jangan sampai pasien-pasien ini masuk ICU karena angka kematiannya tinggi," katanya.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengingatkan orang tua untuk mewaspadai anak ketika menunjukkan gejala batuk, pilek, serta nyeri tenggorokan. Karena, gejala khas Omicron lebih banyak menyerang saluran pernapasan atas daripada paru-paru.

"Sebagian besar dari saluran pernapasan, batuk, pilek, nyeri tenggorokan. Sama seperti flu biasa. Kalau ketemu anak batuk pilek, badan anget waspada tertular varian Omicron," kata Piprim dalam konferensi pers secara daring.

Piprim mengungkapkan, banyak anak-anak yang juga tidak menunjukan gejala saat terpapar Covid-19, khususnya varian Omicron yang memang lebih sering tak bergejala. Oleh karenanya, orang tua diharapkan menjaga anak-anak agar tidak tertular Covid-19.

"Pada anak banyak juga yang OTG, karena itu penting vaksin kepada anak-anak. Tidak ada gejala apa-apa tapi nanti dia menularkan ke mana-mana, ke opung, eyangnya,"terang Pimprim.

Secara umum, gejala Covid-19 pada anak tergolong ringan. Namun, tak menutup kemungkinan menjadi kondisi yang berat.

"Karena saya pernah menemukan pasien kontradiktas jantung yang sangat menurun pasca terkena Covid-19 atau disebut MISC. Juga ada pasien menjadi diabetes pasca terkena Covid. Memang kejadiannya tidak banyak tapi kita tetap waspada, mencegah anak terkena Omicron ini," pesan dokter ahli jantung anak ini.






Baca Juga

Dari catatan IDAI, angka konfirmasi Covid-19 pada anak terus meningkat dalam sebulan terakhir ini. Pada 24 Januari tercatat 646 kasus Covid-19 pada anak. Kemudian pada 31 Januari menjadi 2.775 kasus Covid-19 pada anak. Terbaru, pada 7 Februari angka positif anak menjadi 7.190 kasus.

"Artinya 300 persen naiknya. Laporan dari Cabang IDAI di daerah. Dibanding Januari ini sudah 10 kali lipat lebih. Trennya luar biasa," ujar Piprim.

Kasus Covid-19 pada anak-anak per awal Februari 2022 artinya meningkat lebih dari 1.000 persen karena naik 10 kali lipat dibandingkan sebulan lalu Januari 2022. Piprim mengingatkan, peningkatan kasus Covid-19 pada anak kini luar biasa. Terkait gejala yang dialami anak ketika terinfeksi Covid-19 varian Omicron, Piprim mengakui sebagian besar bersifat ringan. Kendati demikian, ia mengingatkan ini tak boleh membuat orang tua lengah. Sebab, Piprim menyebutkan ada pasien mengalami kemampuan jantung yang menurun pascaterinfeksi Covid-19.

"Memang kejadiannya tidak banyak tetapi tetap saja kita harus waspada dan mencegah supaya anak tidak tertular omicron," ujarnya.

Mengenai PTM di sekolah yang tetap dilakukan meski kasus Covid-19 meningkat, Piprim menegaskan IDAI sejak awal pandemi tidak merekomendasikan PTM. Apalagi ketika angka positif (positivity rate) naik di atas 8 persen.  

"Ketika kasus Covid-19 meningkat, positivity ratenya juga bertambah karena Omicron ini sangat menular," ujarnya.

Piprim menyontohkan, jika saat PTM ada satu murid yang terinfeksi virus ini kemudian menularkannya saat di kelas. Akibatnya, dia menambahkan, virus tersebut ada di mana-mana. "Jadi, IDAI tetap meminta supaya PTM diberhentikan," katanya. IDAI pun mengapresiasi langkah kementerian yang menunda PTM kapasitas 100 persen.  

Saat ini menurut Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito kasus positif nasional konsisten mengalami kenaikan, bahkan di seluruh provinsi. Jika dibandingkan dengan gelombang kasus pertama, Wiku menyebut penambahan kasus positif saat ini jauh melampaui jumlah kasus pada puncak pertama.

“Pada puncak pertama, penambahan kasus mingguan tertinggi adalah sebesar 88 ribu kasus. Sementara di minggu lalu penambahan kasus positif mencapai lebih dari 170 ribu kasus atau hampir dua kali lipat puncak lonjakan pertama,” kata Wiku saat konferensi pers).

Sedangkan jika dibandingkan dengan lonjakan kasus kedua, penambahan kasus kali ini setara dengan kenaikan kasus pada akhir Juni atau setengah dari puncak lonjakan kasus kedua.

Kendati demikian, lanjut Wiku, pada masa lonjakan kasus kedua, peningkatan telah terjadi sejak awal Mei atau membutuhkan waktu delapan minggu untuk mencapai kondisi kasus yang setara dengan saat ini. Sementara, penambahan kasus saat ini hanya dicapai dalam waktu tiga minggu saja atau 2,5 kali lebih cepat dibanding lonjakan kedua.

Seiring dengan peningkatan kasus yang terjadi, ia mengingatkan agar pemerintah dan masyarakat mewaspadai peningkatan perawatan di rumah sakit. Wiku mengatakan, persentase keterisian tempat tidur rumah sakit atau BOR nasional per 7 Februari sebesar 24,77 persen. Sedangkan persentase BOR di empat provinsi tercatat telah melampaui angka BOR nasional. Yakni Jawa Barat dengan persentase BOR sebesar 32 persen, Banten sebesar 39 persen, Bali sebesar 45 persen, dan DKI Jakarta mencapai 66 persen.

Covid 19 omicron serang anak-anak di AS - (Republika)



 
Berita Terpopuler