Arsul Sani: Pengerahan Aparat di Desa Wadas Mengulang Cara Pembangunan Kedungombo

PPP menyarankan pemerintah mengedepankan pendekatan informal dengan masyarakat.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Anggota Komisi III DPR yang juga Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/10).
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, mempertanyakan pengerahan ratusan anggota Polri dan TNI di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Dirinya juga mempertanyakan aksi penangkapan terhadap sejumlah warga di desa tersebut.

"Memangnya ada ancaman terorisme atau kerusuhan sosial di Desa Wadas itu, sehingga sampai perlu dikerahkan ratusan aparatur?" kata Arsul kepada Republika.co.id, Rabu (9/2/2022).

Diketahui insiden penyerbuan aparat kepolisian tersebut dalam rangka pembebasan dan pengukuran lahan untuk kepentingan pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.

Baca Juga

Anggota Komisi III DPR itu menilai, pengerahan aparat dalam jumlah yang besar tanpa adanya ancaman kerusuhan atau konflik sosial memunculkan kesan kembali ke Orde Baru. Cara-cara represif pernah dilakukan pemerintahan zaman Orde Baru untuk menyukseskan proyek dengan dalih pembangunan nasional. Salah satunya dalam pembangunan Waduk kedungombo di Jawa Tengah.

"Ini kok kayak mengulang cara-cara aparatur keamanan dalam menangani pembangunan Waduk Kedungombo jaman Orde Baru dulu," ujarnya.

Ia mengatakan pengawalan pembangunan proyek tersebut harusnya tidak dilakukan aparatur dengan cara pengerahan kepolisian. Arsul mengingatkan pemerintah agar lebih mengedepankan pendekatan-pendekatan informal dengan masyarakat.

Selain itu kepolisian juga diharapkan juga mengedepankan pendekatan keadilan restoratif. Menurut politikus PPP ini, penindakan aparatur dan upaya paksa mestinya dihindarkan di Desa Wadas.

Ia menambahkan, selanjutnya aparat menginisiasi pertemuan-pertemuan dengan warga dan tetap memperhatikan prokes. Warga diajak berdialog dari hati ke hati, setelah mereka bisa menerima maka pengukuran pun dilakukan tanpa perlu pengerahan.

Menurut catatan Amnesty International Indonesia, setidaknya ada 25 warga Wadas yang ditangkap aparat keamanan dan dibawa ke Polsek Bener. Amnesty juga mendapatkan informasi polisi tidak mengizinkan pendamping warga dari LBH Yogyakarta untuk masuk ke Desa Wadas.

 
Berita Terpopuler