Epidemiolog: Jangan Remehkan Omicron, Komunikasikan Risiko Agar Publik tidak Kendur Prokes

Narasi yang menyebut omicron tidak seganas delta dapat pengaruhi respons publik.

Pixabay
Ilustrasi Covid-19, varian omicron. Narasi yang menyebut omicron tidak seganas dan tidak seberat infeksi delta akan berpengaruh pada pelemahan respons masyarakat.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, menyerukan semua pihak, baik itu pemerintah maupun masyarakat, agar tak meremehkan varian omicron dari SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Ia mengingatkan, infeksi omicron masih berpotensi tinggi menimbulkan kematian.

Baca Juga

Di samping itu, Dicky mendorong pemerintah agar berbenah dalam menjalankan strategi komunikasi risiko karena akan menentukan naik-turunnya respons publik dalam menghadapi pandemi Covid-19. Saat ini, narasi-narasi soal varian omicron tak seganas delta bermunculan di masyarakat.

Di mata Dicky, bukan soal ganas atau tidaknya dampak yang ditimbulkan, tetapi narasi seperti itu akan berpengaruh pada pelemahan respons masyarakat. Ia khawatir jika pernyataan semacam itu dibiarkan, maka yang terjadi adalah pengabaian terhadap protokol kesehatan (prokes). Padahal, disiplin menerapkan prokes menjadi kunci utama melawan pandemi Covid-19.

"Dan kita sekali lagi harus meluruskan hoaks bahwa ini mild, melemah, dan lain-lain. Itu tidak berdasar karena itu akan membawa ke arah pelemahan respons, pengabaian, dan meremehkan," kata Dicky dalam pesan suara yang diterima di Jakarta, Selasa (8/2/2022).

Untuk meresponsnya penyebaran omicron, menurut Dicky, harus ada mitigasi optimal bagi perlindungan pada kelompok berpotensi kesakitan dan kematian. Dicky mengatakan, kelompok rawan harus diproteksi dengan pemberian dosis booster (penguat) vaksin Covid-19 dibarengi dengan peningkatan 3T, yakni pemeriksaan, pelacakan dan perawatan (testing, tracing, dan treatment).

Dicky menjelaskan, varian omicron masuk dalam variant of concern yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Dengan demikian, varian omicron mesti mendapat perhatian lebih agar dampaknya bisa direduksi, tak seperti saat varian delta mendominasi.

Durasi isolasi mandiri pasien positif Covid-19. - (Republika.co.id)

Upaya yang bisa dilakukan pemerintah, menurut Dicky, adalah dengan memperluas cakupan vaksinasi. Namun, ia menyayangkan angka vaksinasi dosis penguat di Indonesia masih rendah.

Pun demikian dengan vaksinasi dosis kedua di luar Jawa-Bali yang mengalami hal serupa. Padahal, menurut Dicky, potensi kematian yang diakibatkan oleh varian omicron ini masih tinggi, utamanya bagi lansia serta mereka yang memiliki penyakit penyerta.

"Cakupan vaksin booster kita masih di bawah lima persen, potensi kematian tinggi. Bahkan, (vaksin) dua dosisnya saja masih kurang di luar Jawa-Bali, ini berisiko," kata dia.

 
Berita Terpopuler