Kenaikan Kasus Covid-19 tak Cukup Dicegah dengan Vaksinasi

Wiku mengatakan bila masih bisa tertular artinya prokes belum disiplin diterapkan.

ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah warga tidak mengenakan masker saat berkunjung ke Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Minggu (6/2/2022). Penerapan protokol kesehatan yang tidak baik saat berada di ruang publik dinilai berpotensi meningkatkan penyebaran COVID-19 terutama di masa pandemi gelombang ketiga yang disebabkan varian omicron.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dian Fath Risalah

Kasus Covid-19 di Indonesia terus bertambah menuju puncak gelombang ketiga. Juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan masyarakat tidak hanya bisa mengandalkan vaksin untuk terhindar dari Covid-19. Masyarakat harus menjalani hidup dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) ketat, terutama di masa kasus sedang melonjak.

"Semua orang tidak boleh hanya menggantungkan pada vaksinasi. Harus selalu disiplin melakukan protokol kesehatan," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (8/2/2022).

Ia menjelaskan, bila target sasaran bisa terhindar dari tertular Covid-19 sebelumnya namun belum mendapatkan vaksin dosis lengkap, apalagi suntikan penguat (booster) maka protokol kesehatan memiliki peran bisa melindungi diri dari penularan virus. Dia melanjutkan, kalau sekarang masyarakat telah mendapatkan vaksin Covid-19 dosis lengkap dan masih tertular virus, artinya protokol kesehatan belum disiplin dijalankan. "Sehingga, bisa tertular (Covid-19)," katanya.

Saat ini prokes harus menjadi perhatian serius karena faktor penularan Omicron yang sangat cepat. "Salah satu faktor penyebab kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia adalah varian Omicron. Varian Omicron punya karakteristik yang jauh lebih menular dibandingkan varian Delta," Juru Bicara (Jubir) Pemerintah untuk Covid-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Reisa Broto Asmoro, Selasa.

Sejauh ini dalam pantauan pemerintah gejala pasien Covid-19 Omicron bersifat ringan atau bahkan tanpa gejala. Menurutnya, ini yang membedakan Omicron dengan varian Delta tahun lalu.

Saat serangan Delta terjadi tahun lalu akibatnya lebih banyak orang mengalami gejala yang berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. Berbeda dengan varian Omicron yang lebih sedikit membutuhkan rawat inap.

"Meski terjadi kenaikan kasus positif Covid-19 saat ini, jumlah pasien di rumah sakit (RS) relatif lebih rendah dibandingkan tahun lalu," kata Reisa.

Melihat kondisi saat ini, ia menyebutkan, pemerintah juga telah mengeluarkan imbauan untuk pasien yang tanpa gejala atau yang ringan cukup dirawat di rumah. Sebab, rumah sakit belum tentu dibutuhkan pasien Covid-19 bergejala ringan. Ia menegaskan, fasilitas kesehatan rumah sakit diperuntukkan bagi orang terinfeksi Covid-19 yang benar-benar membutuhkan perawatan di sana.  

"Misalnya pasien Covid-19 yang mengalami perburukan kondisi. Gejala sedang hingga gejala berat," kata Reisa.

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama mengatakan ada tiga dampak yang bisa dirasakan masyarakat seiring semakin bertambahnya kasus penularan Covid-19. Pemerintah pun telah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 di beberapa daerah

"Pembatasan sosial seperti ini memang amat diperlukan untuk menekan angka penularan di masyarakat yang terus makin tinggi dari hari ke hari. Hal ini memang amat diperlukan karena setidaknya ada tiga potensi bahaya dengan meningkat tingginya penularan Covid-19 di masyarakat," kata Tjandra dalam keterangannya.

Pertama, dengan semakin banyaknya kasus maka tentu secara proporsional akan semakin banyak juga orang yang sakit dengan gejala sedang atau berat. Kejadian ini, setidaknya membuat beban pelayanan kesehatan makin meningkat.

"Apalagi sudah dikabarkan dua hari yang lalu bahwa sudah mulai banyak petugas kesehatan yang tertular Covid-19. Artinya, penularan di masyarakat harus ditekan agar jumlah yang kasus sedang berat juga dapat dikendalikan dan pelayanan rumah sakit juga dapat lebih optimal, jangan sampai kejadian Juni dan Juli tahun yang lalu terjadi lagi," tegas Tjandra.

Baca Juga

Dampak yang kedua, beberapa waktu yang lalu Dirjen WHO Dr Tedros secara jelas menyebutkan bahwa 'more transmission of Covid-19 means more deaths' atau semakin besar transmisi covid maka semakin tinggi pula potensi kematian akibatnya. Senin (7/2/2022) kemarin, tercatat ada 82 orang yang wafat akibat Covid-19.

"Angka ini meningkat lebih dari 15 kali dalam sebulan, dari 7 Januari 2022 di mana kita bersedih karena 5 warga kita wafat ketika itu. Pengendalian penularan di masyarakat merupakan salah satu upapa penting untuk menekan kasus berat yang dapat menimbulkan kematian," kata Tjandra.

Ketiga, sambung Tjandra, bila penularan di masyarakat sedang tinggi seperti sekarang, maka virus harus bereplikasi untuk terus memperbanyak diri dalam penularan ini. Pada waktu virus bereplikasi maka dapat saja terjadi mutasi, dan kalau mutasi berkepanjangan maka ini dapat berpotensi menimbulkan varian baru.

"Jadi pengendalian penularan di masyarakat juga akan amat berperan untuk mencegah timbulnya lagi varian-varian baru di masa datang," terang Tjandra.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kapasitas rumah sakit yang disiapkan oleh pemerintah untuk pasien Covid-19 berjumlah 120 ribu. Dari jumlah tersebut baru belasan ribu yang ditempati oleh pasien sehingga jumlah ketersediaan rumah sakit saat ini masih banyak.

"Rumah sakit kita sekarang terisi 18 ribu, pasnya 18.966 sementara kapasitas total rumah sakit kita 400 ribu dan yang disiapkan untuk Covid-19 120 ribu," kata Budi Senin (7/2/2022) kemarin. "Jadi dari 120 ribu terisi per kemarin 18.966 yang sudah terkonfirmasi," sambungnya.

Dari jumlah 18.966 orang tersebut, ada 15.522 yang dinyatakan terkonfirmasi dan 10 ribu di antaranya adalah orang tanpa gejala (OTG) dan bergejala ringan. Meskipun angka keterisian rumah sakit masih sedikit, pemerintah meminta pasien Covid-19 yang tak bergejala maupun bergejala ringan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah maupun terpusat. Tujuannya, agar mereka yang butuh perawatan karena gejala berat bisa segera ditangani dan efisiensi.

"Jadi sebenarnya ke depannya kalau OTG dan gejala ringan isolasi mandiri atau terpusat maka sebenarnya keterisian rumah sakit kita itu masih sangat rendah," tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Budi juga memerinci layanan telemedisin terus digunakan untuk mendukung kegiatan isolasi mandiri yang dilakukan pasien positif Covid-19. Bahkan, selama ini, layanan itu telah digunakan sebanyak 150 ribu kali dengan 38 ribu obat telah dikirimkan.

Ke depannya, layanan telemedicine untuk memperkuat isolasi mandiri akan dilakukan di wilayah lain di luar Jakarta. Ada beberapa wilayah yang akan menjadi perhatian pemerintah yaitu Bandung Raya, Semarang Raya, Solo Raya, Jogja, Malang Raya dan Denpasar. "Sekali lagi jangan panik, jangan jemawa, tetap waspada, kalau sedang naik kotanya kita kurangi mobilitas, stay saja di rumah," kata Budi.

Grafik Menanjak Lonjakan Covid-19 - (infografis republika)

 
Berita Terpopuler