Moskow Sudah Antisipasi Kedatangan Macron

Rusia menyatakan akan mendengarkan ide-ide Macron terkait ketegangan dengan Ukraina.

Gerard Julien, Pool via AP
Presiden Prancis Emmanuel Macron berjabat tangan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin usai pertemuan di Fort of Bregancon di Bormes-les-Mimosas, selatan Prancis, 19 Agustus 2019. Macron pada hari ini, Senin (7/2/2022) dijadwalkan berangkat ke Moskow, Rusia, untuk bertemu Putin membahas konflik Rusia dengan Ukraina.
Rep: Fergi Nadira Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Prancis Emmanuel Macron bertolak ke Moskow dalam upaya untuk membujuk Presiden Rusia Vladimir Putin untuk meredakan ketegangan dengan Ukraina, Senin (7/2/2022). Moskow menyambut kunjungan itu dengan hati-hati.

Baca Juga

Kremlin mengatakan akan mendengarkan ide-ide Macron, meski mengecilkan harapan akan ada terobosan. Rusia telah mengerahkan lebih dari 100 ribu tentara di dekat perbatasan Ukraina. Meski pihaknya menyangkal merencanakan invasi, namun menegaskan bakal mengambil tindakan militer yang tidak ditentukan jika tuntutannya tidak dipenuhi, termasuk janji NATO untuk tidak pernah mengakui Kyiv. 

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia mengetahui rencana Macron untuk meredakan ketegangangan. "Situasinya terlalu kompleks untuk mengharapkan terobosan yang menentukan dalam satu pertemuan," ujarnya.

"Dalam beberapa hari terakhir tidak ada yang baru tentang topik jaminan keamanan untuk Rusia, lawan bicara Barat kami memilih untuk tidak menyebutkan topik ini," imbuh Peskov.

Sebelum bertolak ke Moskow, Macron menelepon sekutu Barat, Presiden Amerik Serikat (As) Joe Biden, Putin dan juga pemimpin Ukraina. Macron akan menindaklanjuti dengan perjalanan ke Kyiv pada Selasa yang bakal mempertaruhkan banyak modal politik dalam misi yang bisa terbukti memalukan jika dia kembali dengan tangan kosong.

"Kita harus sangat realistis," kata Macron kepada Journal du Dimanche dalam sebuah wawancara dalam persiapan misi keberangkatannya ke Rusia dan Ukraina.

"Kami tidak akan mendapatkan isyarat sepihak, tetapi penting untuk mencegah memburuknya situasi sebelum membangun mekanisme dan sikap saling percaya," ujarnya menambahkan.

Dua sumber yang dekat dengan Macron mengatakan salah satu tujuan kunjungannya adalah untuk mengulur waktu dan membekukan situasi selama beberapa bulan. Itu setidaknya sampai pemilihan "Super April" di Eropa, di Hungaria, Slovenia dan, yang terpenting bagi Macron, di Prancis.

Pemimpin Prancis telah mencoba untuk membujuk dan menghadapi Putin selama lima tahun terakhir. Setelah pemilihannya, Macron menggelar karpet merah untuk Putin di Istana Versailles.

 

Ia juga menggunakan kunjungan itu untuk secara terbuka mencela campur tangan Rusia selama pemilihan. Dua tahun kemudian, keduanya bertemu di kediaman musim panas presiden Prancis.

Negara-negara Eropa Timur yang menderita puluhan tahun di bawah kekuasaan Soviet telah mengkritik pendekatan Macron ke Rusia. Banyak yang mencurigai pembicaraannya tentang negosiasi tatanan keamanan Eropa baru.

Untuk melawan kritik menjelang perjalanan dan mengambil jubah kepemimpinan Eropa dalam krisis ini, Macron telah bersusah payah untuk berkonsultasi dengan para pemimpin Barat lainnya, termasuk ke Perdana Menteri Inggrus Boris Johnson dan Joe Biden. Namun, tidak seperti dalam krisis Ukraina sebelumnya pada 2015 ketika kanselir Jerman Angela Merkel dan mantan Presiden Prancis Francois Hollande melakukan perjalanan ke Kremlin bersama, Macron tidak membawa rekannya dari Jerman bersamanya.

Kanselir Olaf Scholz juga dijadwalkan akan melakukan perjalanan ke Kyiv dan kemudian ke Moskow pekan depan. Menteri luar negerinya, Annalena Baerbock, berada di Kyiv pada Senin untuk bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dan akan mengunjungi daerah konflik di Ukraina timur pada Selasa.

 

Kunjungan Macron ke Moskow dan Ukraina terjadi kurang dari tiga bulan sebelum pemilihan presiden di dalam negeri. Penasihat politiknya melihat potensi hasil pemilu, meskipun Macron belum mengumumkan apakah dia akan mencalonkan diri. "Bagi presiden, ini adalah kesempatan untuk menunjukkan kepemimpinannya di Eropa. Bahwa dia berada di atas keributan," kata salah satu sumber pemerintah Prancis.

 
Berita Terpopuler