Teladan Ilmu dan Perjuangan Syekh Abdus Samad al-Palimbani (II)

Syekh Abdus Somad al-Palimbani merupakan dai beri perhatian perkembangan umat Islam.

pxhere
(Ilustrasi) Syekh Abdus Somad al-Palimbani merupakan dai beri perhatian perkembangan umat Islam.
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah mencatat, Syekh Abdus Somad al-Palimbani merupakan dai yang menaruh kepedulian tinggi pada perkembangan sosio-religius umat Islam, khususnya kaum Muslimin Nusantara. Saat itu, masyarakat umumnya merasakan pahitnya masa penjajahan. Untuk itu, sang syekh sering kali mengobarkan semangat mereka untuk tidak takut dalam memberikan perlawanan.

Baca Juga

Selain masalah keagamaan di Tanah Air, perhatiannya juga tertuju pada masalah kolonialisme Barat di negeri-negeri Islam. Perhatian dan keprihatinannya ini ia tuangkan dalam kitab berjudul Nasihah al-Muslimin wa Tazkirah al- Mu'minin fi Fada'il al-Jihad fi Sabil Allah wa Karamah al-Mujahidin. Karya itu berarti, `Nasihat bagi Muslimin dan Peringatan bagi Mukminin mengenai Keutamaan Jihad di Jalan Allah.' Kitab itu ditulisnya dalam bahasa Arab pada tahun 1772 M.

Syekh al-Palimbani menghabiskan sebagian besar hidupnya di Haramain. Di dua tanah suci itu, dirinya menuntut ilmu dan mengajar.Namanya tidak hanya masyhur di tengah komunitas Jawi, yakni para pelajar setempat yang berasal dari Nusantara. Muslimin lokal pun menghormatinya lantaran kedalaman ilmu sang syekh.

Peran pentingnya bukan hanya karena keterlibatannya dalam jaringan ulama. Dalam konteks persebaran tasawuf, dirinya juga turut berperan. Ia termasuk ulama-sufi yang menyebarkan kesadaran jihad umat dalam melawan penjajahan. Bagi para pelajar Jawi, perhatian sang ulama asal Palembang itu pada keadaan Nu santara tak perlu diragukan lagi. Di Haramain, orang-orang mengenalnya sebagai tokoh yang kuat memelihara ikatan dan komitmen batin dengan negeri asal.

Selama menuntut ilmu di Haramain, ia menjadi kawan seperguruan Muhammad Arsyad al-Banjari, Abdul Wahhab Bugis, dan Abdurrahman al-Batawi. Seperti al-Palimbani, ketiga kawannya ini juga merupakan ulama yang berasal dari Nusantara. Semuanya berperan penting dalam penyebaran Islam di wilayah Indonesia dalam kurun pascaabad ke-17.

 

 

Al-Palimbani bersama ketiganya kerap kali disebut sebagai Empat Serangkai dari Indonesia.Dalam buku Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari Tuan Haji Besar, Abu Daudi menggambarkan mereka semua sebagai tokoh-tokoh yang selalu seiring sejalan. Para masyayikh itu mendapatkan pendidikan dari guru yang sama.Ilmu dan amal yang difokuskannya pun sama.Pengaruhnya pun sama besarnya bagi perkembangan dakwah Islam di Tanah Air.

Empat Serangkai diyakini pernah berguru ilmu tasawuf pada Syekh Muhammad bin Abdul Karim Samman al-Madani. Sang guru merupakan seorang ulama besar sekaligus wali quthub di Madinah. Mereka berempat berhak atas gelar dan ijazah khalifah dalam Tarekat Sammaniyah Khalwatiyah.

 

Keempatnya juga berguru kepada Abdul al- Mun'im al-Damanhuri; Ibrahim bin Muhammad al-Ra'is al-Zamzami al-Makki (1698-1780 M)yang terkenal sebagai ahli Ilmu Falak (Astronomi); Muhammad Khalil bin Ali bin Muhammad bin Murad al-Husaini (1759-1791 M)yang terkenal sebagai ahli sejarah dan penulis kamus biografi Silk al-Durar; Muhammad bin Ahmad al-Jauhari al-Mishri (1720-1772 M)yang terkenal sebagai seorang ahli hadis; dan Athaillah bin Ahmad al-Azhari al-Mashri al- Makki, yang juga terkenal sebagai seorang ahli hadis ternama serta dianggap sebagai isnad unggul dalam telaah hadis.

 
Berita Terpopuler