Klarifikasi Boy Rafli Soal Kata Terafiliasi dan Janji Hindari Diksi Resahkan Umat

Boy menyambangi MUI meminta maaf terkait polemik pesantren terafiliasi terorisme.

Andolu Agency
Ilustrasi: Santri belajar di pesantren.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Fuji EP, Muhyiddin

Baca Juga

 

 

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar akhirnya meminta maaf atas pernyataannya soal adanya pesantren terafiliasi gerakan terorisme. Permintaan maafnya itu disampaikan saat menyambangi Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta Pusat, Kamis (3/2/2022).

Kepada pimpinan MUI, Boy meluruskan terkait masalah data 198 pondok pesantren yang sebelumnya disebutkan terafiliasi jaringan terorisme. Dia menjelaskan, munculnya diksi pondok pesantren dalam rapat bersama Komisi III DPR beberapa waktu lalu bukan bermaksud mengeneralisasi. Demikian pula dengan diksi terafiliasi.

Boy menyebut, kata terafiliasi yang dimaksud dalam penyebutan tersebut memang memiliki arti terkoneksi atau terhubung. Namun, ia menekankan, yang dimaksud terafiliasi bukan mengarah pada lembaga pondok pesantren, tetapi individu-individu yang pernah berhubungan dengan proses hukum terorisme.

"Jadi kami mengklarifikasi, meluruskan bahwa yang terkoneksi di sini adalah berkaitan dengan individu. Jadi bukan lembaga, bukan lembaga pondok pesantren secara keseluruhan yang disebutkan itu, tetapi adalah ada individu-individu yang terhubung dengan pihak-pihak yang terkena proses hukum terorisme," ujarnya.

"Jadi oknum-oknum yang terhubung, berkaitan, apakah mereka saling mengenal, apakah pernah terpapar, terdampak, apakah mereka kemudian menjadi pelaku dari kejahatan terorisme. Tapi sekali lagi, itu adalah bukan dari kelembagaan secara keseluruhan, termasuk tentunya yang kami sebutkan itu. Jadi itu adalah bagian dari individu individu yang terkait," tambahnya menjelaskan.

Ketua MUI Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Noor Achmad menyebut, permasalahan terkait penyebutan pondok pesantren ini telah selesai. Ia mengatakan, diskusi antara MUI dan BNPT pun bersifat dinamis dan ilmiah serta memiliki pandangan yang sama.

Kedua lembaga sepakat perlunya mengantisipasi dan juga terus mewaspadai adanya gerakan terorisme, radikalisme, dan ekstrimisme. Selain itu, lanjutnya, ada beberapa hal yang disepakati bersama dalam diskusi tersebut. Salah satunya, yakni penggunaan diksi-diksi tertentu.

"Untuk penggunaan diksi-diksi yang dikhawatirkan melukai salah satu kelompok yang memang itu sudah digunakan dalam Islam. Maka dari itu, ke depan penggunaan diksi, seperti pesantren, mahad, dan lain sebagainya, ini akan kita sesuaikan bersama-sama," ungkap Achmad.

Kemudian, Achmad melanjutkan, nantinya BNPT dan MUI juga bersama-sama akan merumuskan kaidah-kaidah dan kriteria kriteria seperti apa yang disebut dengan terorisme dan ekstrimisme saat ini.

"Dan yang diminta lagi adalah adanya kesamaan hak keadilan, bahwa BNPT itu adalah kekuatan negara, sehingga dengan demikian BNPT adalah untuk negara dan untuk bangsa Indonesia. Artinya antara MUI dan BNPT ke depan akan lebih mempererat kerja samanya," jelas dia.

Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Waketum PP Persis), Ustaz Jeje Zaenudin menyampaikan, silaturahmi dan dialog BNPT dengan Majelis Ulama Indonesia MUI membuahkan hasil yang baik. Setelah berdiskusi sekitar dua jam mendengarkan bebagai masukan, kritik, dan saran, Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar menyampaikan permohonan maaf.

"Tentunya kami sangat gembira sekaligus mengapresiasi sikap terbuka, gentle, dan rendah hati dari Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar," kata Ustaz Jeje melalui pesan tertulis kepada Republika, Kamis (3/2/2022).

Jeje mengatakan, tanpa ragu Boy Rafli menyatakan minta maaf kepada pesantren dan semua pihak yang merasa tersinggung dan tersakiti dengan rilis daftar pesantren yang terafiliasi terorisme. Menurut Jeje, Boy juga berjanji BNPT tidak akan sungkan-sungkan mengubah peristilahan dan diksi yang dianggap kurang tepat dan dapat menimbulkan kesan stigma negatif kepada Islam dan umat Islam. Termasuk, ketika membuat kriteria dan indikator kelompok teroris.

"Saya kira ini suatu kemajuan luar biasa yang dilakukan oleh BNPT, menerima semua masukan, kritikan, saran, dan keluh kesah umat yang disampaikan para pimpinan MUI berkenaan dengan kriteria-kriteria kelompok teroris yang terkesan menyudutkan kelompok Muslim," ujarnya.

Koordinasi Kemenag

Terkait adanya pon poesantren yang terafiliasi dengan terorisme, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Ali Ramdhani mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan BNPT untuk mendapat data dan memverifikasinya. Verifikasi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa nama-nama lembaga dalam data BNPT tersebut adalah pesantren.

"Verifikasi juga perlu dilakukan untuk mengidentifikasi apakah nama yang terdata BNPT itu adalah pesantren yang memiliki izin terdaftar dari Kementerian Agama," ujar Dhani saat berdiskusi dengan media di Jakarta Pusat, Kamis (3/2/2022). 

Saat ini, sudah lebih kurang 36 ribu pesantren yang terdata memiliki izin terdaftar dari Kementerian Agama. Meski demikian, kata Dhani, tidak semua pesantren yang ada saat ini memiliki izin dari Kemenag. "Karena itu, kami perlu klarifikasi dengan BNPT untuk memastikan data itu apakah semuanya pesantren yang terdaftar atau tidak," ucap dia. 

Klarifikasi dan verifikasi juga penting dilakukan untuk memastikan pesantren yang teridentifikasi BNPT itu apakah memenuhi arkanul ma'had (rukun pesantren) atau tidak. "Jika tidak terdaftar dan tidak memenuhi arkanul ma'had, tentu tidak bisa disebut pesantren, dan tidak boleh beroperasi atas nama pesantren," kata Dhani. 

"Jika teridentifikasi ada pesantren yang terdaftar dan terbukti berafilisasi dengan jaringan terorisme, tentu kita beri sanksi tegas hingga pencabutan izin," jelas dia.

Sementara itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam, Waryono Abdul Ghafur merinci unsur-unsur minimal pesantren yang disebut sebagai arkanul ma'had. Rukun pesantren itu terdiri atas kiai yang menjadi figur teladan sekaligus pengasuh yang membimbing santri, santri mukim, pondok atau asrama, masjid atau musalla, serta kajian kitab kuning.

"Faktanya, dari sejumlah nama yang disebut BNPT, setelah kami cek, tidak semua masuk kategori pesantren. Makanya, kami koordinasi lebih lanjut dengan BNPT agar ada kesamaan data," ujar dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Dia menjelaskan, tata kelola pesantren saat ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. "Jadi posisi pesantren sekarang semakin kuat karena sudah ada rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi dari negara dengan tetap mempertahankan kekhasan dan kemandirian pesantren," ucap dia.

Waryono menambahkan, unsur penting lainnya dari pesantren adalah komitmen Kebangsaan dan nasionalisme. Sejarah perjuangan bangsa tidak lepas dari kontribusi pesantren. "Banyak pahlawan bangsa yang lahir dari rahim pesantren. Karenanya, pesantren lekat dengan semangat nasionalisme dan kebangsaan," kata dia.

Dia pun mengimbau kepada orang tua santri agar selektif saat akan menitipkan putra-putrinya di pesantren. Menurut dia, orang tua perlu memastikan pesantren yang dipilih adalah lembaga pendidikan yang memenuhi arkanul ma'had sebagaimana diatur dalam regulasi. Para pengasuhnya memiliki sanad keilmuan yang jelas. 

"Jangan over generalisasi juga. Ada ribuan pesantren yang bisa menjadi pilihan terbaik buat pendidikan anak-anak Indonesia," jelas Waryono.

 

Tips Memilih Pesantren - (republika.co.id)

 
Berita Terpopuler