Kasus Covid-19 Melonjak: Pekerja Diminta Kembali WFH, Tapi PTM Tetap 100 Persen

Menurut IDI, angka harian kasus Covid-19 saat ini sudah tidak aman untuk anak-anak.

ANTARA/Fikri Yusuf
Siswa antre untuk menjalani tes COVID-19 berbasis
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zaniur Mashir Ramadhan, Dian Fath Risalah

Angka kasus positif Covid-19 di Indonesia belakangan kembali melonjak dipicu transmisi lokal varian Omicron. Pada Jumat (28/1/2022), tambahan kasus baru Covid-19 bahkan nyaris menembus 10 ribu, tepatnya 9.905 kasus.

Dari penambahan itu, DKI Jakarta menyumbang penambahan tertinggi sebanyak 4.558 kasus. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, pun mengatakan kasus Covid-19 di DKI kembali melonjak dalam beberapa pekan.

Namun, jika pekerja diimbau untuk kembali bekerja di rumah atau work from home (WFH), Pemprov DKI Jakarta tidak akan mengurangi kapasitas pembelajaran tatap muka (PTM). PTM akan tetap digelar dengan kapasitas 100 persen.

“Sudah kami sampaikan, Pak Jokowi berkali-kali ingatkan, berada di rumah, jangan keluar, bahkan bekerja pun kata Pak Jokowi kalau bisa dari rumah dari rumah,” kata Riza kepada awak media di Jakarta Pusat, Jumat (28/1/2022).

Kendati demikian, dia tidak menjelaskan lebih jauh ketentuan yang disarankan tersebut. Menurutnya, hal itu sudah diatur batasannya per sektor, baik esensial, umum hingga reguler.

“Tapi sedapat mungkin yang bisa di rumah, ya di rumah,” ucap dia mengulang. 

Riza menambahkan, sejauh ini, keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di DKI meningkat menjadi 1.756 dari kapasitas yang dipakai sekitar 3.922. Hal itu, menurutnya karena ada peningkatan kasus dalam beberapa pekan terakhir.

“BOR ada 45 persen. Tapi memang, batasannya itu jangan sampai 60 persen,” tuturnya.

Meski ada peningkatan, lanjut dia, berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya atau tahun lalu. Riza mengatakan, kebanyakan pasien yang mengisi BOR itu, merupakan pasien tanpa gejala.

“Meski mereka dirawat di RS, atau mandiri, tapi tanpa gejala,” jelas dia.

Adapun, merespons desakan penghentian sementara PTM 100 persen, Riza menilai, sekolah daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang telah berlangsung dua tahun tidak optimal. Riza menegaskan, PTM di sekolah masih berjalan namun bukan berarti mengabaikan peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 dan sebaran varian baru Omicron.

"Kami tidak bermaksud mengabaikan peningkatan Covid-19 dan Omicron, terlebih kita juga harus perhatikan kualitas pendidikan. Dua tahun ini anak-anak kita sekolah daring hasilnya tidak optimal, tidak maksimal," kata Riza di Kantor Sekretariat Gerakan Pemuda Ansor Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (28/1/2022).

Pemprov DKI Jakarta masih memberlakukan PTM terbatas 100 persen karena statistik PPKM di Ibu Kota berada pada level 2, sesuai dengan syarat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang mengharuskan PTM untuk dilakukan pada level 1 dan 2. Selain itu, cakupan vaksinasi di DKI Jakarta untuk peserta didik mencapai 98 persen dan tenaga pendidik 90 persen.

Menurut Riza, tidak semua anak bisa belajar mandiri di rumah dan tidak semua orang tua bisa mendampingi anaknya belajar. Siswa harus berinteraksi dengan guru dan mereka membutuhkan tenaga profesional untuk bisa mengajarkan ilmu, yakni guru.

Para orang tua pun diperbolehkan untuk tidak mengizinkan anaknya ke sekolah karena pelaksanaan PTM tidak bersifat wajib atau pemaksaan. Riza menyebutkan, dari 90 sekolah yang sempat ditutup sementara karena kasus positif pada siswa, sekarang tinggal dua sekolah yang masih ditutup.

"Terima kasih kepada semua yang merekomendasikan (sekolah) untuk ditutup atau dikurangi, namun kami Pemprov DKI mengikuti kebijakan yang ada di Pemerintah Pusat melalui Kemendikburistek," kata dia.

Baca Juga

 

Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban meminta pemerintah mengevaluasi kembal level dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), agar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen bisa kembali ditunda. Menurutnya, angka harian kasus Covid-19 sudah tidak aman terutama untuk para anak.

"Untuk sekian kali. Tolong pertimbangkan pelaksanaan PTM 100 persen. Positivity rate Indonesia sudah mencapai 12 persen. Bahkan peringkat jumlah kasus baru mingguan kita sudah mengalahkan Afrika Selatan dan mendekati Malaysia di Worldometers. Terapkan mode sekolah virtual—untuk sementara dan menaikkan PPKM ke level lebih tinggi,"kata Zubairi dalam keterangannya, Jumat (28/1/2022).

Alangkah baiknya, kata Zubairi, daerah-daerah merah Covid-19 juga kembali menerapkan sekolah virtual. Sementara, daerah dengan angka positivity rate rendah, masih dimungkinkan untuk tetap menggelar PTM 100 persen.

"Ingat, keterisian rumah sakit telah naik lebih dari 30 persen saat ini," tegasnya.

Ihwal tingkat keterisian rumah sakit (RS) diamini Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sekaligus Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Erlina Burhan. Menurutnya, pasien Covid-19 yang dirujuk ke RSUP Persahabatan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kasus positif Covid-19 dalam beberapa hari terakhir.

Ia mengatakan, tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di RSUP Persahabatan hampir 70 persen.

"Di RS Persahabatan terlihat tren peningkatan kasus, kasus yang dirawat dari kapasitas yang kami kami alokasikan saat ini, itu hampir 70 persen sudah terisi," kata Erlina Kamis (27/1).

Merespons desakan evaluasi PPKM, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin menyatakan, untuk evaluasi PPKM setiap daerah dilakukan setiap pekan. Dengan meningkatnya kasus Covid-19 beberapa hari terakhir, lanjut Budi, penerapan level PPKM akan tetap berbasis standar WHO.

"Asesmen level PPKM kita akan tetap menggunakan itu, asesmen level disusun berbasis standar WHO, ada mengenai transmisi, dan kesiapan dari daerahnya, dari transmisi yang kita ukur jumlah kasus per 100 ribu, hospitalisasi per 100 ribu dan kematian per 100 ribu. Level 1 itu 20/100.000 , hospitalisasi 5/100000 dan kematian 1/100000. Kami akan pertahankan definisi ini karena berlaku internasional," terang Budi dalam keterangannya dikutip, Jumat.

"Untuk review, kami lakukan tiap hari Senin, kalau ditanya ada perubahan tiap hari? Ada, akan lebih baik rutin perubahan kecuali ada benar-benar emergency sehingga masyarakat tidak bingung kalau terlampau sering perubahan," sambungnya.

Strategi pemerintah dalam menghadapi gelombang Omicron pun menurut Budi sedikit berbeda dengan menghadapi gelombang Delta. Meskipun gelombang Omicron penularannya sangat cepat, namun tingkat keparahannya rendah.

“Sebagian besar kasus Omicron adalah OTG atau asimtomatik atau gejala sakitnya ringan. Jadi hanya gejala pilek, batuk, atau demam yang sebenarnya bisa sembuh tanpa perlu dibawa ke rumah sakit,” ucap Budi.

 

Syarat-syarat pasien Omicron bisa isoman di rumah - (Republika)

 
Berita Terpopuler