Kasus Covid-19 Meningkat-Omicron Menyebar, DKI Kok Tetap Pertahankan PTM?

Wagub DKI Jakarta menjelaskan alasan tetap dipertahankannya PTM terbatas 100 persen.

Prayogi/Republika.
Petugas Palang Merah Indonesia (PMI) melakukan penyemprotan disinfektan di lingkungan SMP Negeri 43 Jakarta, Kamis (20/10/2022). DKI Jakarta masih mempertahankan PTM terbatas 100 persen di tengah naiknya kasus Covid-19 dan meluasnya penyebaran varian omicron.
Rep: Dian Fath Risalah, Febryan A, Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih mempertahankan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas 100 persen di tengah peningkatan kasus Covid-19. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menegaskan bahwa PTM di sekolah masih berjalan, namun bukan berarti mengabaikan peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 dan sebaran varian baru omicron.

"Kami tidak bermaksud mengabaikan peningkatan Covid-19 dan omicron, terlebih kita juga harus perhatikan kualitas pendidikan. Dua tahun ini anak-anak kita sekolah daring hasilnya tidak optimal, tidak maksimal," kata Riza saat ditemui di Kantor Sekretariat Gerakan Pemuda Ansor Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (28/1/2022).

Riza menyebutkan bahwa dari 90 sekolah yang sempat ditutup sementara karena kasus positif Covid-19, sekarang tinggal dua sekolah yang masih belum dibuka kembali. Pemprov DKI Jakarta masih memberlakukan PTM terbatas 100 persen karena statistik PPKM di Ibu Kota berada pada level 2, sesuai dengan syarat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang mengharuskan PTM untuk dilakukan pada level 1 dan 2.

Selain itu, cakupan vaksinasi di DKI Jakarta untuk peserta didik mencapai 98 persen dan tenaga pendidik 90 persen. Menurut Riza, tidak semua anak bisa belajar mandiri di rumah dan tidak semua orang tua bisa mendampingi anaknya belajar.

Siswa harus berinteraksi dengan guru dan mereka membutuhkan tenaga profesional untuk bisa mengajarkan ilmu, yakni guru. Para orang tua pun diperbolehkan untuk tidak mengizinkan anaknya ke sekolah karena pelaksanaan PTM tidak bersifat wajib atau pemaksaan.

"Terima kasih kepada semua yang merekomendasikan (sekolah) untuk ditutup atau dikurangi, namun kami Pemprov DKI mengikuti kebijakan yang ada di Pemerintah Pusat melalui Kemendikburistek," kata dia.

Desakan penundaan PTM

Sementara itu, Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Zubairi Djoerban meminta agar pemerintah kembali mengevaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ke level yang lebih tinggi. Hal itu agar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen bisa kembali ditunda.

Baca Juga

Penundaan PTM, menurut Prof Zubairi, harus dilakukan mengingat kasus harian Covid-19 terus meningkat. Kondisi saat ini dinilai sudah tidak aman bagi anak-anak.

"Untuk sekian kali, tolong pertimbangkan pelaksanaan PTM 100 persen. Positivity rate Indonesia sudah mencapai 12 persen. Bahkan, peringkat jumlah kasus baru pekanan kita sudah mengalahkan Afrika Selatan dan mendekati Malaysia di Worldometers. Terapkan mode sekolah virtual untuk sementara dan menaikkan PPKM ke level lebih tinggi," kata Zubairi dalam keterangannya, Jumat (28/1/2022).

Sebelumnya, Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan telah mengeluarkan pernyataan yang lebih keras. Ia mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen mengingat jumlah siswa yang positif Covid-19 semakin banyak.

Erlina mengatakan, ia sebenarnya sudah meminta PTM dievaluasi sejak 30-an sekolah di Jakarta ditutup karena ada siswa yang positif Covid-19. Namun, meski kini sudah 90 sekolah ditutup, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak jua mengkaji ulang kebijakan tersebut.

"Masa, evaluasi PTM tunggu berapa puluh (sekolah lagi yang tutup). Masa, nunggu satu anak (bergejala) fatal/parah hingga masuk ICU baru dievaluasi," ujar Erlina pada acara Lokapala 3.0 yang digelar CISDI, Kamis (27/1/2022).

Erlina pun mengkritik cara pemerintah menangani pandemi yang kerap mengambil kebijakan setelah ada banyak kejadian yang tidak diinginkan. Padahal, antisipasi harus dilakukan dari awal alias sebelum adanya kasus.

 
Berita Terpopuler