5 Gejala Keparahan Ini Perlu Diwaspadai Ketika Anak Kena Covid-19

Waspadai tanda-tanda keparahan gejala Covid-19 pada anak

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Anak menjalani tes Covid-19. Waspadai gejala keparahan Covid-19 pada anak.
Rep: Kiki Sakinah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak-anak yang belum bisa mendapatkan vaksin Covid-19 masuk dalam kelompok rentan untuk menjadi parah andaikan terkena penyakit wabah tersebut. Lantas, apa yang harus diwaspadai dan dilakukan orang tua jika anak menunjukkan tanda atau gejala Covid-19 dari infeksi varian omicron ataupun delta?

Dr Kanav Anand, Konsultan Spesialis Nefrologi Anak Divisi Nefrologi Anak dan Transplantasi Ginjal di Rumah Sakit Sir Ganga Ram di New Delhi, India, mengatakan bahwa jumlah pasien anak positif Covid-19 yang dirawat di bangsal mereka meningkat pesat pada gelombang ke-3 ini dibandingkan dengan gelombang kedua.

Baca Juga

Hal itu, menurut dr Anand, mungkin disebabkan tingkat vaksinasi yang rendah di antara usia 15-18 tahun. Status anak-anak di bawah usia 15 tahun yang tidak divaksinasi juga menjadi turut berpengaruh.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh sebuah rumah sakit swasta di Delhi, India mengungkap 60 persen kasus kematian akibat Covid-19  selama gelombang ketiga pandemi berasal kelompok masyarakat yang rentan. Kelompok tersebut ialah mereka yang belum menerima dosis lengkap vaksin Covid-19 atau belum divaksinasi sama sekali.

Penelitian yang dilakukan oleh Max Healthcare tersebut juga mengungkap bahwa kematian utamanya dilaporkan terjadi pada pengidap penyakit kronis, seperti ginjal, penyakit jantung, diabetes, dan kanker. Sementara itu, sebagian anak juga termasuk kelompok yang tidak divaksinasi karena tidak adanya vaksin yang tersedia.

Hingga saat ini, di India, vaksin baru ada untuk kelompok usia 15-18 tahun. Anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun masih tidak divaksinasi.

Dr Anand menjelaskan tentang gejala apa saja yang harus diwaspadai jika anak positif Covid-19, khususnya terkait varian omicron. Ia mengatakan, anak-anak dengan Covid-19 yang datang ke Bagian Rawat Jalan (OPD) umumnya mengalami demam, batuk, pilek, diare, muntah, atau ruam.

"Kebanyakan dari mereka diopname selama tiga hingga tujuh hari dengan pemberian terapi suportif," kata dr Anand.

Waspadai lima tanda dan gejala ini dan perlakukan sebagai tanda bahaya:

- Demam sangat tinggi yang tidak mempan dengan pemberian parasetamol

- kejang

- kantuk

- dehidrasi

- muntah terus-menerus

- asupan oral yang buruk

Dr Anand mengatakan, sangat sedikit kasus rawat inap di unit pediatri rumah sakitnya yang memiliki anak-anak dengan hanya penyakit pernapasan sebagai penyebab rawat inap. Menurunya, mereka lebih sering mendapatkan anak-anak yang dirawat di rumah sakit karena alasan yang berbeda, tetapi secara kebetulan ditemukan positif Covid-19 pada pemeriksaan rutin sebelum masuk.

Baca juga : Lacak Omicron Saat PTM, Siswa dan Guru Jalani Tes Usap Secara Acak

Namun demikian, dr Anand mengakui bahwa sebagian besar anak yang dirawat memiliki penyakit penyerta (komorbid). Mereka mengalami penyakit dan kondisi seperti sindrom nefrotik, gagal ginjal, kanker, kejang, gangguan hati, pasca transplantasi organ, penyakit jantung, dan lainnya.

Covid 19 omicron serang anak-anak di AS - (Republika)

Menurut dr Anand, Covid-19 memang dapat menyebabkan disfungsi multiorgan. Infeksi SARS-CoV-2 bisa menyebabkan gangguan profil komorbiditas sehingga meningkatkan kebutuhan untuk rawat inap.

Akan tetapi, dr Anand menyebutkan bahwa bagian baiknya adalah sebagian besar pasien menjadi lebih baik dan dipulangkan. Biasanya, itu terjadi dalam tujuh hingga 10 hari setelah diopname.

"Tidak semua orang memerlukan obat anti virus seperti Remdesivir. Hanya manajemen yang mendukung dan manajemen komorbiditas yang membantu," tambahnya.

Sementara itu, antibodi monoklonal disebut-sebut sebagai intervensi bagi mereka yang memiliki penyakit penyerta. Namun, menurut dr Anand, dalam kasus anak-anak, antibodi monoklonal jarang diperlukan meskipun telah diizinkan untuk digunakan pada anak-anak.

Baca juga  :Mengapa Orang Depresi Lebih Mudah Percaya Teori Konspirasi Vaksin?

 
Berita Terpopuler