Ketika Dosis Keempat tak Efektif Lawan Omicron, Perlukah Vaksin Khusus?

Studi awal di Israel temukan dosis ke-4 munculkan antibodi yang tak signifikan.

AP/Ariel Schalit
Seorang wanita menerima vaksin coronavirus Pfizer-BioNTech keempat dari sukarelawan layanan darurat nasional Magen David Adom, di sebuah panti jompo swasta, di Netanya, Israel, Rabu, 5 Januari 2022. Studi awal dari pemberian vaksin dosis ke-4 menunjukkan vaksin tidak memberikan antibodi yang signifikan untuk melawan Omicron.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Haura Hafizhah, Adysha Citra Ramadani, Dian Fath Risalah, Indira Rezkisari

Masyarakat di Indonesia mulai menerima suntikan vaksin booster atau vaksin dosis penguat ketiga. Di Israel penduduknya bahkan sudah menerima suntikan booster dosis keempat.

Studi awal di Israel menunjukkan bahwa suntikan dosis keempat meningkatkan kadar antibodi yang lebih tinggi dari dosis ketiga. Kadar antibodi dari dosis keempat namun tidak cukup manjur untuk mencegah infeksi omicron.

Pusat Medis Sheba Israel telah menyuntikkan dosis penguat (booster) kedua pada uji coba di kalangan staf mereka dan meneliti efek booster Pfizer pada 154 orang setelah dua pekan. Booster Moderna juga diteliti pada 120 orang setelah sepekan, kata direktur Unit Penyakit Menular Gili Regev-Yochay.

Menurut pihak rumah sakit, kelompok eksperimen itu dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan dosis keempat. Partisipan kelompok Moderna adalah penerima dosis ketiga vaksin Pfizer.

Dosis keempat memang meningkatkan kadar antibodi, tapi Regev-Yochay mengatakan, kadarnya bahkan sedikit lebih tinggi dibanding dengan apa yang diperoleh dari dosis ketiga. "Tetapi, ini mungkin belum cukup (melawan) omicron," katanya kepada awak media.

"Kini kami tahu bahwa kadar antibodi diperlukan untuk melindungi dan mencegah infeksi omicron mungkin terlalu tinggi bagi vaksin, sekalipun itu vaksin yang bagus."

Sejumlah temuan yang diungkapkan oleh rumah sakit itu merupakan temuan pertama di dunia dan masih awal serta belum diterbitkan. Israel menjadi yang tercepat dalam meluncurkan vaksinasi Covid-19 pertama tahun lalu dan pada Desember otoritasnya mulai memberikan dosis keempat alias penguat kedua bagi kelompok-kelompok paling rentan dan berisiko tinggi, dilansir dari Reuters, Selasa (18/1/2022).

Vaksin dosis keempat tapi masih sangat efektif melawan virus corona yang lebih dulu ada seperti delta yang pertama terjadi di Wuhan atau Alfa. Regev-Yochay menambahkan, memberikan vaksin dosis keempat bagi kelompok berisiko tinggi mungkin masih menjadi ide yang baik. Kelompok berisiko tinggi salah satunya adalah lansia atau kelompok di atas 60 tahun.

Meski data awal menunjukkan vaksin dosis ke-4 kurang efektif, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett, dikutip dari Times Now Israel, mendorong pemberian booster ke-4. Sejak Ahad malam waktu setempat, lebih dari 500 ribu orang Israel sudah menerima dosis ke-4. Penerima dosis ke-4 adalah lansia, pemilik penyakit yang mengganggu imunitas tubuh, dan tenaga kesehatan. Israel mengharapkan pemberian booster ekstra tersebut bisa membantu menekan kasus varian Omicron.

Sekitar dua per tiga dari populasi Israel yang mencapai 9,5 juta jiwa sudah menerima setidaknya satu dosis vaksin. Sebanyak 4,4 juta penduduk Israel sudah mendapatkan booster menurut data Kementerian Kesehatan.

Upaya untuk menanggulangi varian omicron dilakukan produsen vaksin dunia. Salah satunya dengan mengembangkan vaksin yang didesain untuk bisa menimbulkan perlindungan dari varian omicron.

CEO Moderna Inc Stephane Bancel mengatakan, vaksin Moderna khusus Covid-19 varian omicron akan memasuki tahap pengembangan klinis dalam beberapa minggu ke depan. Ia mengaku dapat memberikan data kepada regulator sekitar bulan Maret 2022.

Baca Juga

Baca juga : Varian Berikutnya Setelah Omicron Mungkin Lebih Mengkhawatirkan

"Kami berharap pada Maret dapat memiliki data untuk dibagikan dengan regulator untuk mengetahui langkah selanjutnya," katanya dikutip dari Reuters.

Kemudian, ia melanjutkan, vaksin itu dikembangkan agar masyarakat cukup melakukan satu kali booster secara tahunan. Hal ini untuk menghindari kemungkinan masyarakat yang menolak disuntik dua hingga tiga kali pada musim dingin.

Pfizer mengungkapkan bahwa mereka akan melakukan studi pada manusia mengenai vaksin yang spesifik untuk omicron pada Januari. Bila semua sesuai rencana, vaksin ini akan siap digunakan pada Maret.

Di sisi lain, Juru Bicara Johsnon & Johnson Jake Sargent mengungkapkan bahwa perusahaannya tak memiliki perbaruan terhadap vaksin mereka. Akan tetapi, per November lalu, perusahaan Johnson & Johnson sempat mengutarakan bahwa mereka sedang berupaya membat vaksin spesifik untuk omicron.

Sebelumnya pada Januari CEO Moderna mengatakan, orang mungkin memerlukan suntikan keempat pada musim gugur 2022 karena kemanjuran booster terhadap Covid-19 kemungkinan akan menurun selama beberapa bulan ke depan. Namun, program booster telah bertemu dengan skeptisisme dari beberapa ahli penyakit mengenai apakah dan seberapa luas, dosis tambahan harus tersedia, termasuk regulator obat Uni Eropa, yang telah menyatakan keraguan tentang perlunya dosis booster keempat.





Sementara itu, pakar penyakit menular terkemuka AS Anthony Fauci mengatakan tidak ada bukti bahwa dosis penguat berulang akan membanjiri sistem kekebalan. "Memberikan booster pada waktu yang berbeda, benar-benar tidak ada bukti yang akan menghalangi respons imun," kata dia.

Ahli lain menilai vaksin khusus untuk omicron mungkin tak akan lagi diperlukan ketika vaksin-vaksin tersebut tersedia. Alasannya, seperti varian-varian lain, omicron juga akan datang dan pergi.

"Infeksi omicron di dunia telah melonjak dan kemudian menurun dengan cepat," ujar profesor di bidang mikrobiologi dan imunologi John Moore di Will Cornell Medical College.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Dr Peter Hotez dari Center for Vaccine Development. Menurut Dr Hotez, dunia mungkin akan menghadapi varian global baru ketika vaksin atau booster khusus untuk Omicron muncul.

Menurut Dr Hotez, alih-alih berfokus pada vaksin dengan spesifikasi sekuen tertentu, akan lebih baik bila teknologi mRNA dikembangkan lebih jauh. Dr Hotez mengatakan, pengembangan teknologi mRNA dibutuhkan agar inovasi tersebut menjadi lebih kuat.

"Penurunan efektivitas yang tajam dari (vaksin) Pfizer-BioNTech saat melawan omicron dalam waktu beberapa bulan saja menciptakan tantangan baru," ujar Dr Hotez.

Ahli vaksin Dr Paul Offit juga tak melihat adanya urgensi untuk menghadirkan vaksin baru saat ini. Menurut ahli vaksin dari Children's Hospital of Philadelphia tersebut, vaksin dengan modifikasi baru sepatutnya baru dikembangkan bila ada varian yang terbukti bisa menghindari imunitas dan menyebabkan gejala berat.

"(Vaksin yang ada saat ini) sudah sangat berhasil dalam memberi perlindungan terhadap gejala berat," ungkap Dr Offit.

Organisasi Kesehatan Dunia mengungkapkan bahwa vaksin Covid-19 masih memegang peranan penting dalam menurunkan risiko gejala berat dan kematian akibat beragam varian yang ada saat ini. Menurut studi, pemberian dosis ketiga atau dosis booster vaksin Covid-19 yang sudah ada saat ini dinilai cukup efektif dalam melawan Omicron.

Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Sri Rezeki Hadinegoro, memberi alasan mengapa vaksin booster dibutuhkan. Booster dibutuhkan karena antibodi menurun dalam enam bulan pascavaksinasi dan bersamaan dengan munculnya varian-varian baru.

Terlebih, hingga kini belum diketahui kapan berakhirnya pandemi yang membuat masyarakat harus punya imunitas yang tinggi. Alasan yang terakhir adalah equity, dalam arti semua orang berhak mendapatkan akses pada vaksin di seluruh provinsi.

"Dalam enam bulan antibodi menurun, apakah kita kuat menahan, apalagi ada mutasi virus, kita harus hentikan penularan," kata Sri. "Dan booster bisa dilakukan bila cakupan vaksinasi penuh telah mencapai angka 70 persen, terutama untuk kelompok umur lanjut usia (lansia)," sambungnya.

5 vaksin Covid-19 yang mendapatkan izin penggunaan darurat dari BPOM sebagai dosis penguat alias booster. - (Republika)

 
Berita Terpopuler