Pakar Bagi Kiat Aman Isolasi Mandiri Pasien Omicron

Idealnya pasien Omicron diisolasi di fasilitas terpusat.

ANTARA/Muhammad Adimaja
Petugas kesehatan melakukan tes usap COVID-19 kepada seorang warga saat tes massal di Kelurahan Krukut, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, Senin (10/1/2022). Tes usap yang dilakukan kepada 500 warga Krukut tersebut menindaklanjuti ditemukannya 36 kasus COVID-19 di wilayah itu di mana satu di antaranya suspek varian Omicron. Pemerintah kini membolehkan pasien Omicron diisolasi mandiri di rumahnya masing-masing.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Febrianto Adi Saputro, Antara

Mulai kemarin pemerintah mengubah strategi penanganan pasien Omicron. Masyarakat yang terkonfirmasi positif Omicron mayoritas bergejala ringan dan tidak bergejala sehingga tidak membutuhkan perawatan yang serius di rumah sakit (RS).

Pasien Omicron di Tanah Air yang dulunya harus menjalani perawatan di rumah sakit kini bisa isolasi mandiri di rumah. Pemerintah pun memberikan suplemen vitamin maupun obat terapi tambahan secara gratis lewat layanan telemedisin.

“Kenaikan transmisi Omicron akan jauh lebih tinggi daripada Delta, tetapi yang dirawat lebih sedikit. Sehingga strategi layanan dari Kemenkes dari yang sebelumnya ke RS sekarang fokusnya ke rumah. Karena akan banyak yang terinfeksi namun tidak perlu ke RS,” tutur Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan, Selasa (11/1/2022).

Kementerian Kesehatan juga bekerjasama dengan 17 platform telemedicine untuk memberikan jasa konsultasi dokter dan jasa pengiriman obat secara gratis bagi pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumah untuk mempercepat proses kesembuhan. Platform tersebut yaitu Alodokter, Getwell, Good Doctor, Grabhealth, Halodoc, KlikDokter, KlinikGo, Link Sehat, Milvik Dokter, ProSehat, SehatQ, YesDok, Aido Health, Homecare24, Lekasehat, mDoc, Trustmedis, dan Vascular.

Obat yang salah satunya diberikan adalah Monulpiravir dan Plaxlovid untuk gejala ringan. Dari hasil penelitian, Molnupiravir dan Plaxlovid mampu mengurangi gejala parah bahkan kematian pada pasien Covid-19.

Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama memberikan rekomendasi isolasi mandiri varian Omicron. "Untuk mereka yang orang tanpa gejala (OTG atau asimptomatik) dan tidak ada faktor risiko (bukan lansia, tidak ada komorbid) dapat saja dirawat di rumah, kalau memang rumah sakit sudah mulai akan penuh," kata dia melalui pesan elektroniknya, Selasa (11/1/2022).

Prof Tjandra mengatakan, pasien tak bergejala dan dirawat di rumah ini harus memiliki ruang atau kamar yang sehat dan aman. Pihak keluarga pasien menguasai bagaimana menangani pasien yang ada di rumah seperti penyediaan makan, kebersihan dan lainnya, pihak keluarga perlu memberikan dukungan moral dan sikap positif.

Pasien juga harus dalam pengawasan dokter, baik puskesmas, klinik setempat atau memanfaatkan layanan telemedisin, pasien perlu dimonitor keadaan kesehatan terkait ada tidaknya keluhan seperti demam, batuk, sesak napas, sakit kepala, nyeri tubuh, diare, lalu perburukan dari keluhan. Monitor pada pasien juga mencakup alat, seperti termometer yang relatif mudah didapat, oximeter untuk mengetahui situasi oksigen di tubuh, alat tensimeter untuk mengukur tekanan darah.

"Monitor setidaknya dilakukan dua atau tiga kali sehari," ujar Prof Tjandra yang pernah menjabat sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu.

Kebutuhan sehari-hari pasien harus tetap terjaga baik misalnya makan dan minum yang baik, istirahat yang cukup, pakaian dan tempat tidur yang memadai. "Juga harus dijamin keamanannya, misalnya jangan sampai ada arus pendek listrik di kamar karena pasien tertidur sambil alat elektronik menyala, atau tergelincir di kamar mandi karena penuh air tidak dibersihkan," kata Prof Tjandra.

Selain itu, pasien perlu menjaga pola hidup sehat termasuk berolahraga, menjaga kebersihan dan mengelola kemungkinan stres dengan baik. Di sisi lain, pasien dengan gejala ringan, OTG lansia dan komorbid, bila tak bisa dirawat di rumah sakit karena penuh, maka dapat dirawat fasilitas isolasi terpusat seperti wisma atau asrama.

Prof Tjandra menyebutkan, ada kriteria yang harus dipenuhi dalam hal ini yakni ruangan dan lingkungan harus sehat dan aman dari penularan berkelanjutan, dukungan psikologis agar pasien dapat tenang menghadapi proses pengobatan yang pisah dari keluarga dan adanya petugas kesehatan lengkap di wisma atau asrama tempat merawat pasien. Sementara itu, pihak rumah sakit merawat pasien dengan gejala sedang dan berat, serta mereka dengan faktor risiko yang walaupun masih ringan tapi ada kecenderungan menjadi sedang atau berat.

Dalam hal ini, pihak rumah sakit mempersiapkan setidaknya lima hal meliputi ruang rawat dan tempat tidur, obat Covid-19 dan obat penunjang lain, alat kesehatan seperti oksigen, ventilator dan sebagainya, alat pelindung diri dan sistem kesehatan lingkungan yang menjamin pencegahan penularan serta jaminan ketersediaan sumber daya manusia yang cukup jumlahnya, terampil dan bekerja dengan jam kerja wajar.

Baca Juga

Prof Tjandra yang kini menjabat sebagai Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI mengingatkan, ada dua prinsip dasar utama yang harus diseimbangkan seiring meningkatnya kasus varian Omicron beberapa waktu terakhir. Kedua prinsip ini yakni pelayanan pada pasien varian Omicron harus diberikan sebaik mungkin. Dia mengingatkan jangan sampai pasien tidak mendapat pelayanan memadai, dan terjadi penularan berkepanjangan di masyarakat.

Selanjutnya, bila jumlah kasus nantinya meningkat tajam maka jangan sampai rumah sakit jadi kewalahan sehingga pasien yang memang memerlukan penanganan rumah sakit malah tidak mendapat pelayanan yang mereka perlukan. "Untuk itu maka baik dibuat pentahapan kebijakan sesuai perkembangan jumlah pasien yang ada," kata dia.

Dia menambahkan, pada hari-hari saat pasien Covid-19 di berbagai rumah sakit masih amat jarang maka dapat saja semua pasien Covid-19 termasuk yang akibat varian Omicron dirawat di rumah sakit.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mendorong agar pengawasan isolasi mandiri pasien Omicron dilakukan secara ketat. Dirinya sepakat dengan pernyataan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta warga yang terpapar Omicron untuk isoman terpusat.

"Idealnya memang saya setuju yang disampaikan Pak Luhut dulu waktu itu ya bahwa untuk menghindarkan transmisi lokal perlu adanya tempat-tempat khusus untuk mengisolasi secara khusus bagi warga yang kena covid varian Omicron," kata Rahmad kepada Republika.

Menurutnya usulan tersebut disampaikan bukan tanpa dasar. Dengan isoman tersentral maka pengawasan bisa dilakukan lebih ketat. "Idealnya seperti itu. kita dorong ke arah sana," ujarnya.

Namun jika isoman harus dilakukan di rumah, perlu ada pengawasan yang ketat dari berbagai pihak. Termasuk melibatkan RT RW dan lingkungan sekitar.

"Saya kira salah satu jalan, solusi adalah perlu fungsi kontrol dan pengawasan yang melibatkan tokoh masyarakat dalam hal ini bisa level RT RW, maupun lingkungannya untuk ikut mengawasi bahwa yang dinyatakan positif bukan berarti itu menjadi dijauhi oleh masyarakat, tidak, tetapi untuk ikut mengawasi," ungkapnya.

"Kalau sudah dinyatakan yang bersangkutan itu positif ya ikut mengawasi agar tidak keluar rumah, bahwa yang bersangkutan adalah Omicron, kemudian ketika sudah sembuh dinyatakan bahwa sudah clear sudah sehat dari Omicron," imbuhnya.

Ia menilai sulit pengawasan dilakukan jika hanya melibatkan dinas dan faskes setempat. Jumlah tenaga kesehatan yang ada dirasa tidak akan cukup dalam mengawasi pasien isoman Omicron.

"Artinya ya pertama kesimpulan saya idealnya tetap kita fokuskan kepada disentralkan ya yang omicron disentralkan, terpusat dengan fungsi kontrol yang ketat tetapi kalau tidak memungkinkan ya itu di isoman tapi dengan fungsi kontrol yang ketat. Masyarakat, RT RW juga ikut  membantu mengawasi karena OTG sehingga benar-benar istirahat di rumah," ujar politikus PDIP tersebut.

Isolasi mandiri (ilustrasi) - (republika)





 
Berita Terpopuler