Calon-Calon DKI 1 Disiapkan PDIP Seusai Nyinyiran Hasto untuk Anies

Menurut Hasto, Jakarta harus dipimpin oleh orang yang tegas dan tanpa kompromi.

ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kedua kanan) mencicipi makanan hasil kreasi peserta Festival Kuliner Pendamping Beras di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (7/1/2021). Festival kuliner yang diikuti peserta dari kader DPD maupun DPC PDI Perjuangan se-Indonesia tersebut digelar dalam rangka menyambut HUT ke-49 PDI Perjuangan.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Nawir Arsyad Akbar, Eva Rianti

DPP PDI Perjuangan menyatakan belum calon yang akan diusung untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta pada 2024, namun memilih untuk mempersiapkan mesin partai sehingga bekerja maksimal. Namun, PDIP menilai, kepemimpinan di DKI Jakarta saat ini belum lebih baik saat Ibu Kota dipimpin oleh kader partai berlambang kepala banteng itu.

"Kemajuan dalam beberapa tahun terakhir masih jauh di bawah kemajuan ketika DKI dipimpin oleh Pak Jokowi, Pak Ahok, dan Pak Djarot," ujar Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam siaran persnya, di Jakarta, Kamis (6/1).

Untuk Jakarta, Hasto mengakui, PDIP memang merancang gagasan tentang masa depan DKI. Tujuannya adalah guna mempercepat pembangunan Jakarta.

Hasto menilai, DKI Jakarta memiliki posisi penting secara politik. Karenanya, masyarakat di sana yang merupakan representasi Indonesia perlu dipimpin oleh sosok yang tegas.

"Kepemimpinan yang membangun Jakarta yang dengan tegas, tanpa kompromi, memang itu karakter yang diperlukan untuk memimpin Jakarta. Pemimpin yang berani tegas, pemimpin yang berani membongkar berbagai hal yang merugikan kepentingan rakyat," ujar Hasto di Sekolah Politik PDIP, Jakarta, Jumat (7/1).

Baca Juga

Pilkada DKI Jakarta yang akan digelar pada 2024, kata Hasto adalah momen masyarakat memilih pemimpinnya. PDIP disebutnya memiliki banyak kader mumpuni yang siap memimpin Jakarta.

"Pilkada merupakan momentum di mana rakyat memberikan kepercayaan kepada calon pemimpinan, PDIP punya calon-calon pemimpin yang cukup banyak untuk bisa dicalonkan di DKI Jakarta," ujar Hasto.

Sejumlah nama disebutnya sudah masuk ke dalam radar PDIP dan berpeluang maju ke Pilkada DKI Jakarta. Beberapa di antaranya adalah mantan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, mantan Bupati Ngawi Budi Sulistyono, dan Bupati Gianyar I Made Agus Mahayastra.

Nama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka juga masuk ke dalam radar partai berlambang kepala banteng itu. "Cukup banyak calon-calon pemimpin, karena proses kaderisasi di sekolah partai mereka layak untuk dicalonkan di Jakarta," ujar Hasto.

Namun, Hasto mengatakan bahwa prioritas PDIP saat ini adalah melakukan konsolidasi dan memperkuat jejaring yang menyentuh langsung masyarakat. Adapun, keputusan terkait Pilkada DKI berada di tangan Megawati Soekarnoputri.

"Karena itulah PDI Perjuangan melalui mekanisme kaderisasi secara sistemik telah mempersiapkan calon-calon pemimpin siapa nantinya yang akan ditugaskan di Jakarta," ujar Hasto.

 

Politikus PDI Perjuangan DKI Jakarta Gembong Warsono berharap pengganti Gubernur DKI Anies Baswedan untuk mengisi kekosongan selama periode Oktober 2022 hingga 2024, memahami persoalan di Ibu Kota.

"Supaya sisa waktu, selama dia jadi penjabat itu dia mampu menyelesaikan sisa-sisa pekerjaan Anies yang belum tereksekusi," kata Gembong yang juga Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI di Jakarta, Kamis lalu.

Dengan begitu, lanjut dia, sosok penjabat gubernur itu sudah bisa melanjutkan prioritas program tanpa perlu belajar dan penyesuaian yang membutuhkan waktu lama. Gembong juga sempat menanggapi sosok Kepala Sekretariat Kepresidenan Heru Budi Hartono soal layak atau tidak layak mengisi kursi Gubernur DKI mulai Oktober 2022 itu.

"Penguasaan persoalan Jakarta, saya kira oke tapi apakah pilihan jatuh kepada Pak Heru? Kita tidak tahu," ucapnya.

Heru Budi Hartono merupakan sosok yang sempat menjadi Wali Kota Jakarta Utara pada era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada 2014. Setahun berikutnya, pada 2015, ia menjadi Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah DKI Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Oktober 2022 akan mengakhiri masa kepemimpinannya 2017-2022. Sementara, Pilkada serentak baru dilaksanakan pada 2024 sehingga ada 101 daerah di Tanah Air yang terdiri dari tujuh gubernur (salah satunya di DKI Jakarta), 76 bupati dan 18 wali kota yang akan kosong selama 2022 hingga 2024.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 pada pasal 201 ayat 10 disebutkan untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya sampai pelantikan gubernur terpilih. JPT Madya merupakan jabatan setingkat eselon I yakni setara dengan jabatan Direktur Jenderal, Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Kepala Badan, Staf Ahli Menteri.

Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada pasal 105 disebutkan JPT Madya diisi dari kalangan PNS. Pada pasal selanjutnya JPT Madya dapat diisi kalangan non PNS namun dengan persetujuan Presiden dan ditetapkan Keputusan Presiden.Salah satu syarat JPT Madya dari kalangan non PNS adalah tidak menjadi anggota/pengurus partai politik paling singkat lima tahun sebelum pendaftaran.

Menanggapi pernyataan Hasto yang menilai kepemimpinan Anies tidak lebih baik dari pendahulunya, pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah menganggap penilaian tersebut berlebihan.

“Menurut saya sih berlebihan. Menurut saya ada banyak kemajuan yang dilakukan oleh Anies, meskipun memang ada beberapa yang belum optimal,” ujar Trubus, Jumat (7/1).

Trubus menuturkan, capaian atau kemajuan yang dilakukan oleh Anies diantaranya terkait perkembangan transportasi publik dalam mewujudkan konsep smart city di Ibu Kota. Seperti terwujudnya sistem integrasi transportasi Jaklingko serta penataan Stasiun Senen.

Namun, dia tidak memungkiri sejumlah program yang dijanjikan oleh Anies pada masa kampanye terbukti belum berjalan secara optimal. Diantaranya, terkait dengan program rumah DP Rp 0 serta penataan kampung.

Trubus berpendapat, dalam menjalankan kepemimpinannya, Anies Baswedan mengalami sejumlah tantangan, terutama urusan perpolitikan. Seperti selama beberapa waktu harus ‘menjomblo’ saat pasangan atau wakilnya, Sandiaga Uno bertarung sebagai Cawapres dalam Pilpres 2019 lalu.

“Jadi Anies juga mengalami kendala internal politik. Tapi yang jelas, kinerja beliau sudah banyak yang dicapai,” tuturnya.

 

Anies Revisi Kenaikan UMP DKI Jakarta - (Infografis Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler