Ungkap Urgensi Vaksin Booster, Epidemiolog: Berisiko Tinggi Harusnya Gratis

Epidemiolog menyebut untuk hadapi varian Omicron dua dosis vaksin tidak cukup

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19 ke seorang anak di Taman Dewi Sartika, Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Selasa (4/1). Pemerintah akan memulai vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau vaksinasi booster pada 12 Januari 2022 mendatang. Vaksinasi booster tersebut diberikan kepada 244 kabupaten/kota yang capaian vaksinasi telah memenuhi kriteria 70 persen dosis pertama dan 60 persen dosis kedua. Foto: Republika/Abdan Syakura
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengakui, semua kelompok sasaran yang telah mendapatkan vaksin Covid-19 dua dosis seharusnya kembali mendapatkan penguat (booster). Sebab, ada penurunan kemampuan vaksin dalam perlindungan tubuh usai 7 bulan disuntik.

Baca Juga

Menurut Dicky, pelaksanaan vaksin booster berbeda dengan satu dan dua karena target utama pemerintah adalah mencapai dua dosis. Tetapi pada gilirannya semua masyarakat yang harus mendapatkan booster tidak terhindarkan.

"Sebab, fakta sains menunjukkan untuk menghadapi varian omicron ternyata dua dosis vaksin tidaklah cukup. Apalagi ada penurunan proteksi setelah 7 bulan (disuntik), jadi semua masyarakat harus mendapatkan booster," ujarnya saat dihubungi Republika, Kamis (6/1).

Kendati demikian, ia menyadari kalau pemerintah menghadapi beban yang lebih besar. Sehingga, ia merekomendasikan pemerintah membuat prioritas. Kemudian mekanismenya harus lebih fleksibel menyikapi situasi. Ia meminta vaksin Covid-19 booster pertama kali diberikan pada kelompok berisiko. 

"Sejak awal saya mengusulkan penerima vaksin booster adalah kelompok berisiko tinggi seperti lansia, yang punya penyakit penyerta (komorbid), atau yang punya risiko tinggi dalam pekerjaannya yaitu petugas pelayanan publik atau tenaga kesehatan," ujarnya.

 

Ia meminta booster yang diterima kelompok berisiko tinggi ini harus gratis saat disuntik booster karena mereka sangat rawan terpapar. Kalau kelompok ini harus bayar booster, ia khawatir akan menjauhkan akses vaksin.

Padahal, ia menegaskan kelompok inilah yang harus diutamakan. Kemudian, ia juga meminta masyarakat miskin Tanah Air yang jumlahnya hampir 70 juta jiwa harus ditanggung oleh pemerintah melalui mekanisme penerima bantuan iuran (PBI).

Sebab, Dicky menilai kelompok tak mampu ini tidak memiliki kemampuan untuk membayar tetapi jumlahnya besar. Kemudian ia juga merekomendasikan  kelompok masyarakat umum, baik dewasa produktif atau anak, bisa ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan karena mereka mayoritas adalah peserta.

Atau bisa juga dibayar asuransi swasta lainnya. Dengan pembiayaan ini, dia melanjutkan, sebetulnya peserta asuransi membayar untuk mendapatkan booster tetapi biayanya dibayar oleh pihak asuransi, baik pemerintah maupun swasta. 

"Baru terakhir adalah bayar mandiri atau dibayar institusinya (tempat bekerja). Sebab, yang sisa membayar jumlahnya sedikit," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sebanyak 21 juta jiwa masyarakat Indonesia masuk dalam kelompok sasaran vaksinasi booster atau suntikan dosis ketiga vaksin Covid-19 sebagai penguat antibodi.

"Program vaksinasi booster sudah diputuskan oleh Bapak Presiden akan jalan tanggal 12 Januari 2022," kata Budi saat menyampaikan keterangan pers terkait PPKM yang diikuti dari Youtube Sekretariat Presiden di Jakarta, Senin (3/12).

 

Budi mengatakan, vaksin booster akan diberikan ke golongan dewasa di atas 18 tahun sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

 
Berita Terpopuler