Tony Blair Dapat Gelar Ksatria Inggris Tapi Diprotes Warga, Ada Apa?

Lebih dari 700 ribu warga Inggris serukan pencabutan gelar ksatria pada Tony Blair

Antara/Hafidz Mubarak A
Presiden Joko Widodo (tengah) berjalan bersama mantan perdana menteri Inggris yang juga Executive Chairman Institute for Global Change Tony Blair (kiri) dan CEO SoftBank Masayoshi Son (kanan) saat menyambut kunjungan mereka di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (28/2/2020). Lebih dari 700 ribu warga Inggris serukan pencabutan gelar ksatria pada Tony Blair. Ilustrasi.
Rep: Kamran Dikarma Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Lebih dari 700 ribu warga Inggris telah menandatangani petisi daring hanya dalam empat hari yang berisi tuntutan agar gelar ksatria mantan perdana menteri Inggris Tony Blair dicabut. Menurut mereka, Blair tak layak menerimanya karena perannya dalam perang Irak.

Dalam petisi itu disebutkan bahwa mantan pemimpin Partai Buruh itu adalah orang yang paling tidak pantas mendapatkan kehormatan publik. Petisi menyerukan agar Blair bertanggung jawab atas kejahatan perang yang dilakukannya.

“Tony Blair menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, baik pada konstitusi Inggris maupun pada tatanan masyarakat bangsa. Dia secara pribadi bertanggung jawab atas kematian tak terhitung banyaknya nyawa warga sipil dan prajurit dalam berbagai konflik,” demikian bunyi petisi tersebut dikutip laman Aljazirah, Rabu (5/1/2022).

Kerajaan Inggris baru saja menganugerahkan gelar Knight Companion of the Most Noble Order of the Garter kepada Tony Blair. Gelar itu merupakan sebuah ordo ksatria tertua dan paling senior di Inggris. Blair, yang menjabat perdana menteri Inggris selama satu dekade, yakni pada 1997-2007, sudah menghadapi arus kritik atas keterlibatannya dalam invasi pimpinan Amerika Serikat (AS) pada 2003.

Invasi AS menjadi jalan pembuka bagi tumbangnya rezim mantan presiden Irak, Saddam Hussein. Namun setelah kejatuhannya, Irak justru terlibat dalam konflik menahun. Hal itu menyebabkan ratusan ribu warga sipil di sana terbunuh.

Untuk membenarkan invasi, Blair dan mantan presiden AS saat itu, George Bush telah menyebut Hussein sebagai ancaman global. Namun hingga Saddam Hussein dieksekusi, bahkan hingga kini, AS dan Inggris tak pernah menemukan senjata pemusnah yang ditudingkan dimiliki Hussein.

Baca Juga

Pada Selasa (4/1/2022) malam, ketika kampanye untuk menghapus gelar ksatria Blair semakin meningkat, situs web berita MailOnline Inggris menerbitkan tuduhan yang muncul kembali terhadap Blair. Situs itu mengatakan seorang mantan ajudannya pada tahun 2003 memerintahkan Menteri Pertahanan saat itu Geoff Hoon untuk "membakar" sebuah memo yang ditulis oleh Jaksa Agung Peter Goldsmith yang mengatakan bahwa invasi ke Irak bisa jadi ilegal.

Pada saat itu, AS dan Inggris telah gagal untuk mendapatkan resolusi khusus PBB yang memberi mereka dukungan internasional untuk serangan tersebut. Hoon mengatakan sekretarisnya diberitahu "dengan tegas" oleh Jonathan Powell, kepala staf Blair saat itu, bahwa catatan itu akan dihancurkan setelah dibaca, Daily Mail melaporkan dengan mengutip bagian dari memoar Hoon yang baru-baru ini diterbitkan, See How They Run.

Namun, perintah ini ditentang dan memo itu dikunci di brankas di Kementerian Pertahanan Inggris. Blair dan Powell sebelumnya telah menolak tuduhan yang pertama kali muncul pada tahun 2015.

Laporan MailOnline muncul saat jajak pendapat yang diterbitkan oleh perusahaan jajak pendapat Inggris YouGov mengungkapkan 63 persen warga Inggris menentang Blair dianugerahi gelar kebangsawanan. Survei tersebut didasarkan pada tanggapan dari 2.441 warga Inggris dan menunjukkan bahwa sebagian besar pemilih Partai Buruh juga menentang langkah tersebut.

Terlepas dari tekanan publik yang meningkat agar gelar ksatria Blair dicabut, beberapa politisi terkemuka telah berbicara mendukung dia dihormati oleh Ratu Elizabeth II. Pemimpin Partai Buruh saat ini Keir Starmer dan Ketua House of Commons Lindsay Hoyle, keduanya telah dianugerahi gelar bangsawan oleh raja, membuat pernyataan terpisah pada Selasa. Mereka membela mantan perdana menteri itu sebagai penerima penghargaan yang layak.

 
Berita Terpopuler