Cryptocurrency dan Problematika Penggunaannya dalam Perspektif Ekonomi Islam

Mata uang kripto tunduk pada spekulasi sehingga termasuk kategori perjudian (maysir).

Anadolu
Ilustrasi uang kripto dari bitcoin hingga ethereum
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kartika Nur Rakhman, Mahasiswa S2 Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Peminatan Ekonomi Syariah, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia

Perkembangan dunia digital dewasa ini telah melahirkan banyak inovasi yang memudahkan kehidupan manusia. Salah satu produk yang lahir dari perkembangan dunia digital adalah munculnya cryptocurrency.

Cryptocurrency dibuat dari kombinasi teknologi blockchain dan kriptografi. Setelah kemunculannya yang misterius, bersamaan dengan krisis finansial 2008 yang menghancurkan beberapa institusi keuangan besar dunia, cryptocurrency semakin menarik minat masyarakat luas untuk mengggunakan mata uang digital ini. Namun kelahiran cryptocurrency sendiri bukannya tanpa masalah.

Produk ini dinilai sangat spekulatif lantaran dianggap tidak riil dan hanya berlaku di dunia maya. Situasi ini menyebabkan cryptocurrency menjadi kajian hangat di dalam ekonomi islam, terkait bagaimana hukum penggunaan cryptocurrency.

Krisis finansial yang melanda dunia pada tahun 2008 atau sering disebut sebagai global financial crisis telah meninggalkan bekas yang dalam. Kecerobohan dalam menjalankan portofolio bisnis telah mengakibatkan ambruknya beberapa institusi keuangan dan perbankan kelas dunia di antaranya Lehman Brothers. Hal ini menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat pada institusi keuangan dan perbankan semakin menurun.

Hampir bersamaan dengan situasi ini, lahir sebuah mata uang baru berbasis teknologi digital yang kemudian dikenal sebagai mata uang kripto. Kemunculannya dianggap sebagai alternatif jawaban dari meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi keuangan global.

Mata uang kripto atau cryptocurrency dikembangkan berdasarkan teknologi blockchain dan kriptografi. Blockchain adalah sebuah teknologi pencatatan transaksi yang saling terhubung menggunakan kode-kode unik di dalamnya dan tidak dapat diubah. Pengubahan kode pada blockchain akan mengakibatkan kode tertolak oleh jaringan karena adanya ketidaksesuaian data.

Sementara itu Kriptografi adalah cabang ilmu komputer yang mempelajari cara menyembunyikan informasi. Informasi yang ingin disampaikan ditulis dengan kode tertentu seolah-olah tidak memiliki arti apa pun.

Cryptocurrency dianggap oleh sebagian orang mampu menutupi kelemahan yang dimiliki oleh sistem keuangan global. Teknologi blockchain yang menjadi dasar sistem cryptocurrency dipercaya lebih memberikan keamanan transaksi dibandingkan sistem perbankan yang tersentralisasi.

Blockchain menawarkan sistem yang terdesentralisasi dimana data-data transaksi didistribusikan pada semua anggota suatu jaringan. Penggunaan teknologi ini dalam sistem keuangan adalah antithesis dari perbankan modern.

Meskipun demikian, diskursus terkait cryptocurrency tidak berhenti dengan kelebihan dan kelemahan yang dimiliki. Secara ontologis muncul pertanyaan bagaimana status mata uang digital ini sebagai alat tukar dan aset.

Ketiadaan bentuk fisik dari uang kripto menjadikannya menarik untuk dibahas dalam sudut pandang ontologis. Kondisi ini juga menjadi bahan diskusi serius di kalangan para ulama, ilmuwan dan ekonom Islam.

Pembahasan terkait hukum penggunaan cryptocurrency untuk melakukan transaksi telahmelahirkan kelompok pendukung dan penolak. Masing-masing kelompok memiliki argumen yang solid.

Cryptocurrency dalam Pandangan Ekonomi Islam
Ulama terbagi dua dalam memberikan hukum terkait cryptocurrency. Sebagian ulama memperbolehkan pemakaian mata uang kripto, sebagian yang lain mengharamkan penggunaannya. Mufti besar Mesir Syaikh Shawki Allam pada 2018 menyatakan mata uang kripto haram digunakan.

Fatwa ini diberikan karena uang kripto dianggap tidak berwujud, mudah digunakan untuk kegiatan ilegal dan hanya dapat digunakan melalui internet. Otoritas keagamaan di Turki juga berpendapat bahwa jual beli uang kripto dilarang lantaran saat ini tidak sesuai dengan ajaran agama karena penilaian yang terbuka untuk spekulasi (gharar), cryptocurrency dapat dengan mudah digunakan dalam kegiatan ilegal seperti pencucian uang, dan juga karena mata uang kripto tidak berada di bawah pengawasan dan pemeriksaaan negara.

Pusat fatwa Palestina juga menganggap uang kripto haram karena tidak adanya otoritas pemerintah yang bertanggung jawab. Mata uang kripto tunduk pada spekulasi karena tidak ada dasar untuk mengontrol spekulasi tersebut, sehingga termasuk kategori perjudian (maysir). Pendapat serupa disampaikan oleh syaikh Haitam dan pemerintah Saudi pada tahun 2017 yang menyatakan bahwa mata uang kripto adalah haram.

Gharar adalah sifat dalam muamalah yang menyebabkan sebagian rukunnya tidak pasti (mastur alaqibah). Secara operasional, kedua belah pihak dalam transaksi baik terkait kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang sehingga pihak kedua dirugikan. Gharar ini terjadi bila mengubah sesuatu yang pasti menjadi tidak pasti. Gharar hukumnya dilarang oleh Rasulullah SAW, karenanya melakukan transaksi atau memberikan syarat dalam akad yang ada unsur Ghararnya itu hukumnya haram.

Sementara itu maysir secara etimologi bermakna mudah. Maysir merupakan bentuk objek yang diartikan sebagai tempat untuk memudahan sesuatu. Dikatakan memudahkan sesuatu karena seseorang yang seharusnya menempuh jalan yang susah payah akan tetapi lebih mencari jalan pintas dengan harapan dapat mencapai apa yang dikehendaki, walaupun jalan pintas tersebut bertentangan dengan nilai serta aturan Syariah. Secara istilah maysir berarti perjudian, yaitu suatu perbuatan yang dilakukan untuk mencari keuntungan dengan informasi yang tidak pasti.

Seperti dalam ayat-ayat lain, Allah SWT menyebut Maysir senantiasa beririrngan dengan Khamar. Hal ini menunjukkan bahwa status Hukum Maysir sama dengan Khamar. Keduanya haram dan harus dijauhi.

Karena itu, setiap permainan yang menjadikan suatu pihak memperoleh keuntungan dan pihak lain dikalahkan serta memperoleh kerugian adalah termasuk judi yang diharamkan. Seperti lotere, adu nasib, atau yang bertujuan kebaikan seperti undian harapan, Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Apalagi yang hanya semata-mata mencari keuntungan belaka. Adanya niat demi mendapatakan keuntungan dari spekulasi harga Bitcoin maupun cryptocurrency lainnya yang sangat Fluktuatif serta perjudian yang dilakukan membuat cryptocurrency sarat akan unsur Gharar dan Maysir.

Terkait hakekat mata uang pendapat ulama terbagi menjadi dua. Kelompok pertama berpendapat bahwa uang adalah suatu bentuk yang diciptakan hanya terbatas pada dinar (emas) dan dirham (perak) untuk dicetak sebagai mata uang. Karena menurut mereka Allah menciptakan emas dan perak untuk menjadi mata uang yang dijadikan sebagai alat barter dan tolak ukur nilai. Selaras dengan pendapat Al-Ghazali tentang emas dan perak, di antara nikmat Allah SWT adalah penciptaanyya terjadilah perdagangan yang dipersiapkan untuknya.

Kelompok kedua sepakat dengan riwayat dari Umar Radiyallahuanhu. Menurut mereka uang adalah masalah terminologi. Maka sesuatu apapun yang dalam terminologi manusia dan dapat diterima di antara mereka sebagai tolak ukur nilai, maka disebut uang. Umar Radiyallahu Anhu pernah berkeinginan untuk menjadikan uang dari kulit unta karena banyaknya kecurangan dirham.

Hanya saja karena mengkhawatirkan punahnya unta, maka beliau membatalkan rencananya tersebut. Juga tidak diriwayatkan bahwa seseorang menyanggah Umar bin Khattab dengan alasan nilai penciptaan perak ketika beliau berkeinginan untuk menjadikan dirham dari kulit unta.

Konsep mengenai uang pada kenyataannya memang terus berkembang dari waktu ke waktu. Uang sebagai alat tukar pertama kali digunakan di peradaban Sumeria dan Babylonia. Di kemudian hari uang berevolusi menjadi uang barang (commodity money), uang tanda atau uang kertas (token money) dan uang giral (deposit money).

Walaupun demikian, dalam sistem perekonomian manapun, fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar (medium of exchange). Dari fungsi utama ini kemudian diturunkan fungsi-fungsi lain, seperti uang sebagai pembakuan nilai, penyimpan kekayaan, satuan penghitungan dan pembakuan pembayaran tangguh.

Pada 2018 Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa mengenai Bitcoin. Hal yang menarik dari fatwa ini adalah diperbolehkannya Bitcoin apabila digunakan sebagai alat tukar. Bunyi fatwa MUI tersebut adalah sebagai berikut: Bitcoin sebagai alat tukar hukumnya boleh dengan syarat harus ada serah terima (taqabudh) dan sama kuantitas jika jenisnya sama. Dan jika jenisnya berbeda disyaratkan harus taqabudh secara haqiqi atau hukmi (ada uang, ada bitcoin yang bisa diserahterimakan). MUI mendasarkan fatwanya ini pada riwayat yang disandarkan kepada Khalifah Umar ibn Khattab ra mengenai mata uang.

Meskipun demikian setelah mempelajari perkembangan uang kripto, MUI kemudian mengeluarkan fatwa baru dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI pada November 2021. Ijtima tersebut memutuskan bahwa penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang adalah haram. Keputusan ini diberikan karena penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang dianggap mengandung unsur gharar dan dharar. Dharar artinya adalah merugikan salah satu pihak.

Cryptocurrency sebagai komoditas atau asset digital juga diputuskan tidak sah diperjualbelikan karena dianggap mengandung unsur gharar, dharar, qimar, dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i. Artinya ketiadaan wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli.

Meskipun demikian Ijtima memutuskan bahwa cryptocurrency yang memenuhi syarat sil’ah, memiliki underlying asset serta bermanfaat maka diperbolehkan penggunaannya. Saat ini beberapa jenis cryptocurrency terutama yang dilahirkan dari negara-negara Islam memang sedang mengembangkan jenis cryptocurrency yang memiliki underlying asset, salah satunya berupa emas.

Cryptocurrency sebagai sebuah inovasi mata uang baru di dalam ekosistem ekonomi digital nampaknya akan terus berkembang dari waktu ke waktu. Peran ulama dan ekonom Islam dalam mempelajari karakteristik mata uang baru ini menjadi sangat krusial sebagai pedoman perilaku bermuamalah umat Islam.

Meskipun demikian beberapa prinsip dasar mestinya menjadi pedoman dalam perilaku bermuamalah umat. Larangan gharar, maysir/qimar maupun dharar adalah prinsip bermuamalah dalam Islam. Situasi ini juga sekaligus dorongan bagi umat Islam untuk mengembangkan cryptocurrency yang sesuai dengan syariat dan meminimalisir mudharat. Wallahua’lam.

 
Berita Terpopuler