Kabar Baik dari WHO untuk Negara yang Gunakan Vaksin Sinovac

Menurut WHO, vaksin Sinovac mampu mencegah penyakit berat akibat infeksi Omicron.

Republika/Thoudy Badai
Tenaga kesehatan menggunakan topeng pahlawan super (superhero) saat melayani vaksinasi anak usia 6-11 tahun di RSIA Tambak, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/12). Penggunaan topeng superhero tersebut guna menarik minat anak-anak untuk mengikuti vaksinasi Covid-19. Sebanyak 30 anak mengikuti vaksinasi yang menggunakan vaksin Sinovac tersebut. Republika/Thoudy Badai
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani, Dian Fath Risalah, Fauziah Mursid

Vaksin Covid-19 produksi China, Sinovac dan Sinopharm disebut akan memberikan perlindungan dari penyakit berat, perawatan di RS, dan kematian akibat pinfeksi varian Omicron. Hal ini diungkapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (4/1). 

Baca Juga

Hasil asesmen dari Manajer Insiden WHO Abdi Mahamud diumumkan beberapa hari setelah beberapa studi mengindikasikan bahwa tiga dosis Sinovac dinilai tidak cukup memproduksi antibodi untuk mencegah infeksi Omicron. Dalam sebuah studi yang diisi para peneliti di Universitas Yale, Kementerian Kesehatan Republik Dominika dan beberapa institusi lain menyimpulkan, bahwa dua dosis Sinovac ditambah satu dosis booster Pfizer juga tak cukup mencegah infeksi Omicron.

Namun, Mahamud pada Selasa, menyatakan, meski Omicron mampu menghindari antibodi dan menyebabkan infeksi, bukti-bukti yang diterima WHO menyatakan bahwa vaksin tetap memberikan perlindungan pasien dari penyakit berat, perawatan di RS, dan kematian.

"Vaksin-vaksin memiliki ranking berbeda dalam hal kemampuan mencegah infeksi, namun yang kita tahu sejauh ini, vaksin dapat mencegah kematian. Prediksi kami, kemampuan vaksin untuk mencegah penyakit berat, perawatan RS, dan kematian akan terus terjaga," kata Mahamud dikutip SCMP.

“Apa yang kita lihat sekarang adalah bahwa yang melindungi pasien dari penyakit berat, perawatan di RS, dan kematian adalah respons dari sel T. Antibodi menurun dan sel T yang kita ketahui berasal dari vaksin, baik itu Sinovac dan Sinopharm, melakukan tugas pencegahan (penyakit berat)," kata Mahamud, menambahkan.

Mahamud menerangkan, tubuh manusia memiliki lapisan-lapisan kekebalan tubuh. Dan saat antibodi kita gagal untuk mencegah infeksi virus, sel T, sebuah tipe dari sel darah putih akan menyerang sel-sel yang terinfeksi dapat menjadi lapisan lain dalam sistem pertahanan tubuh.

"Sel-sel T tidak spesifik, sel T menggunakan sebuah mekanisme penyerangan tertentu. Sel T mempertahankan kemampuan untuk mengenali varian dan melindungi tubuh dari penyakit parah," kata Mahamud.

Studi terpisah di Afrika Selatan dan Belanda mengungkapkan, bahwa sel T tetap bisa melawan Omicron pada orang yang disuntik vaksin dengan platform mRNA.

Penelitian dari Universitas Sains dan Teknologi Hongkong dan Universitas Melbourne yang dipublikasikan jurnal Viruses, juga menemukan bahwa sel T yang muncul pada pasien sembuh atau sudah divaksinasi mampu mengenali serangkaian fragment dari protein Corona, yang disebut epitopes. Penelitian itu menyebut, respons tangguh sel T akan tetap efektif memunculkan respons imun melawan Omicron, atau varian lain, sehingga bisa mencegah munculnya penyakit berat.

Mahamud mengingatkan, masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa dibutuhkan vaksin spesifik untuk melawan Omicron. Keputusan, kata Mahamud, tetap harus dikoordinasikan secara global, bukan hanya oleh perusahaan pemroduksi vaksin.

"Pendekatan terbaik untuk menghadapi Omicron adalah dengan mencapai tujuan global WHO, yakni mencapai cakupan 70 persen vaksinasi dari total populasi pada Juli daripada menawarkan kepada masyarakat rosis ketiga atau keempat."

 

Kemunculan varian Omicron memang memacu negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, untuk menggenjot vaksinasi. Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi pun pernah mengakui, bahwa vaksinasi di Indonesia sempat melambat pada akhir November 2021.

"Ini penting, kalau kita ketahui kalau saat ini kalau kita sudah menemukan transmisi lokal Omicron maka kita harus percepatan vaksinasi ini untuk semua sasaran. Karena ini yang bisa menahan penyebaran dari Varian Omicron ini, "kata Nadia dalam Konferensi Pers secara daring, akhir Desember lalu.

Merujuk apa yang dinyatakan oleh WHO, Indonesia termasuk beruntung sebagai salah satu negara dengan pengguna terbanyak vaksin Sinovac. Namun, Kementerian Kesehatan tetap mengingatkan masyarakat agar tidak pilih-pilih vaksin.

"Karena vaksin Sinovac ini akan kita fokuskan utk diberikan kepada anak-anak usia 6-11 tahun. Karena kita tahu anak-anak usia 6-11 tahun tidak punya pilihan lain selain mendapatkan vaksinasi SInovac ini," ujar Nadia.

Diketahui pasien transmisi lokal Omikron pertama itu bersama istri tinggal di Medan, kemudian ke Jakarta setiap satu bulan sekali. Pada Senin (6/12) mereka tiba di Jakartan dan pada Jumat (17/12) sempat mengunjungi Mall Astha District 8 SCBD.

Selanjutnya pada tanggal Ahad (19/12) mereka melakukan pemeriksaan antigen di Rumah Sakit Grand Family, Jakarta untuk kembali ke Medan. Pemeriksaan tersebut menunjukkan hasil positif Covid-19 pada pasien, sementara hasil pemeriksaan antigen istrinya negatif.

Kemudian dilakukan PCR STGF pada Senin (20/12) dan kembali dinyatakan positif . Setelah dilakukan pemeriksaan di laboratorium GSI (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium) didapatkan konfirmasi Omicron pada Ahad (26/12).

Sebagai tindak lanjut, pasien diisolasi di Rumah Sakit Pusat Infeksi Sulianti Saroso (RSPI). Menurut Nadia, hingga Selasa (4/1) total pasien varian Omicron di Indonesia berjumlah 254 orang dengan gejala paling banyak dialami adalah batuk dan pilek.

Selain menggenjot cakupan vaksinasi dua dosis, pemeritah juga sudah mengumumkan program vaksinasi tambahan atau booster dimulai pada 12 Januari 2022. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus  Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan terlebih dahulu merevisi Peraturan Menteri Kesehatan maupun Peraturan Pemerintah terkait regulasi vaksin booster.

"Sedang disiapkan dan ini diharapkan akan segera di mulai nanti disampaikan oleh Pak Menkes di tanggal 12 nanti," ujar Airlangga dalam keterangan persnya usai Rapat Terbatas tentang PPKM, Senin (3/1).

Airlangga mengatakan dalam regulasi juga pemerintah merancang berbagai opsi skema vaksin booster.

"Nanti Pak Menkes menjelaskan tetapi opsi itu tetap ada, di mana opsi yang berbasis PBI, dan program mandiri, opsinya ada, nanti pelaksanaannya tergantung dari kebutuhan terhadap vaksin tersebut," ujar Airlangga.

Pada rapat terbatas sebelumnya, Pemerintah juga menyebut sedang melakukan kajian beberapa produsen vaksin untuk vaksinasi dosis ketiga atau booster. Airlangga Hartarto mengatakan ada beberapa produsen yang menjadi calon vaksin booster yakni Pfizer, Sinovac dan AstraZeneca.

"(Pemerintah) sedang melakukan kajian dosis ketiga dari beberapa produsen antara lain Pfizer, Sinovac, AstraZeneca yang sedang berproses di Badan POM," ujar Airlangga.

Airlangga melanjutkan, Presiden Joko Widodo juga memberi arahan terkait opsi vaksin lain di luar tiga yang dikaji BPOM untuk menjadi vaksin booster. Beberapa vaksin tersebut yakni vaksin Merah Putih, vaksin yang dikembangkan BUMN dengan Baylor College of Medicine AS, vaksin kerja sama dalam negeri termasuk kerja sama Universitas Airlangga dengan Biotis Pharmaceutical, Kalbe Farma dengan Genexine hingga vaksin Nusantara.

"Ini akan segera dimatangkan dan disiapkan regulasinya, termasuk regulasi daripada harga masing-masing vaksin tersebut," ujar Airlangga.

Infografis Gejala Omicron Muncul Setelah 48 Jam - (republika.co.id)

 
Berita Terpopuler