Saat Muslim Jadi Bulan-bulanan dan Hukuman Main Hakim Sendiri di India

Muslim kerap menjadi sasaran kekerasan di India

EPA-EFE/RAJAT GUPTA
Muslim kerap menjadi sasaran kekerasan di India. Ilustrasi Muslimah korban kekerasan di India
Rep: Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI — Parveen Shaista telah menghabiskan lebih dari dua tahun berduka atas suaminya yang dibunuh gerombolan Hindu radikal di negara bagian Jharkhand di timur. 

Baca Juga

Shaista merasa lega bahwa hukum yang adil sedang diterapkan untuk menghukum mereka yang secara brutal membunuh orang yang tidak bersalah. 

Pembunuhan tanpa pengadilan terhadap suaminya bukanlah pembunuhan yang terisolasi karena beberapa peristiwa serupa telah dilaporkan di seluruh negeri dalam dekade terakhir. 

Pembunuhan di India mengalami peningkatan tajam dalam kekerasan massa yang menargetkan komunitas Muslim minoritas setelah Partai nasionalis Hindu Bhartiya Janata Party (BJP) berkuasa pada 2014. 

Dia adalah Tabrez Ansari yang diserang secara brutal oleh massa pada 17 Juni 2019, di Dhatkidih. Dia adalah seorang Muslim dan dipaksa penyerangnya untuk meneriakkan slogan agama Hindu: “Jai Shri Ram,” atau “Salam Tuhan Ram.” Lalu massa mengikatnya ke tiang listrik dan memukulinya karena dicurigai mencuri. 

Polisi datang esok harinya dan menangkap Ansari yang menjadi korban, tetapi tidak menindak para penyerang. Ansari (24) bahkan tidak mendapatkan bantuan medis usai mendapatkan amukan massa dan meninggal lima hari kemudian pada 22 Juni. 

Pasangan itu menikah kurang dari dua bulan ketika Ansari menjadi sasaran umat Hindu fanatik. 

“Saya berharap pada akhirnya, saya akan mendapatkan keadilan. Akan lebih baik jika pemerintah membuat undang-undang untuk menggantung pelaku dan memberi kompensasi kepada orang-orang yang terkena dampak, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan masa depan mereka tanpa kesulitan,” ujar Shahista dilansir dari Anadolu Agency, Ahad (3/12). 

Partai BJP berkuasa ketika Tabrez digantung dan Raghubar Das adalah Ketua Menteri Jharkhand. 

Pada Desember 2019, Partau BJP kalah dalam pemilihan majelis dan sebuah partai daerah, Jharkhand Mukti Morcha (JMM), berkuasa dan Hemant Soren menjadi menteri utama.

Baca juga: Hikmah Mengapa Alquran Kisahkan Keburukan Kaum Yahudi?  

Majelis Jharkhand menyelesaikan Pencegahan Kekerasan Massa dan RUU Penghukuman Mati Massa pada 21 Desember 2021. 

RUU tersebut melarang massa main hukum sendiri apalagi sampai menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Pelanggar akan dikenai hukuman penjara selama 3 tahun hingga seumur hidup dan denda 2.5 juta rupe (Rp 477 juta).  

Ketua Menteri, Hemant Soren, mengatakan pemerintah harus menegakkan hukum setelah partai yang berkuasa sebelumnya BJP telah menghancurkan tatanan sosial negara. 

“Itu bukan soal tindakan yang dilakukan Hindu, Muslim, atau Adivasi (suku), karena massa hanyalah massa. Kami harus memberlakukan undang-undang ini setelah BJP menciptakan suasana yang merusak tatanan sosial negara,” kata Soren setelah RUU itu disahkan. 

RUU tersebut telah dikirim ke gubernur negara bagian untuk ditandatangani. Jharkhand akan menjadi negara bagian keempat yang memberlakukan undang-undang tersebut setelah Benggala Barat, Rajasthan, dan Manipur. 

Empat megara bagian itu tidak diperintah oleh BJP. Hal ini penting karena para pemimpin BJP sering dianggap membantu para terdakwa yang terlibat dalam pembunuhan massal. 

Tapi sebelum Ansari terbunuh, lebih banyak lagi yang digantung di Jharkhand. Sebagian besar disebabkan oleh kejahatan kebencian di mana seseorang atau kelompok diserang hanya karena menganut agama tertentu. 

Pengacara dan aktivis yang berbasis di Jharkhand, Mohammed Shadab Ansari mengatakan penting bahwa lembaga pelaksana melakukan pekerjaan mereka dengan jujur. 

“Penting bagi polisi dan pihak berwenang lainnya untuk menyelidiki kasus ini dengan benar, jika tidak maka tidak mudah untuk menghukum terdakwa,” kata Shadab. 

“Mereka yang terbunuh adalah orang miskin yang sulit untuk mendapatkan keadilan dipihaknya. Di Jharkhand, pemerintah telah berubah tetapi sikap polisi tidak berubah, ini harus diubah hanya agar hukum bermanfaat,” tegasnya. 

Tidak ada data resmi yang tersedia mengenai jumlah orang yang meninggal sia-sia akibat main hukum sendiri. Tetapi para kritikus mengatakan pada tahun-tahun sejak Narendra Modi mengambil alih kekuasaan pada 2014, telah terjadi peningkatan tajam dalam kejahatan rasial.

Baca juga: Larangan Menganggur dan Janji Allah SWT untuk Mereka yang Berusaha

Massa menargetkan, menyerang secara brutal, dan terkadang membunuh orang yang tidak bersalah, kebanyakan Muslim. 

 

Menurut Kementerian Dalam Negeri Union, antara 2014 dan 3 Maret 2018, 45 orang tewas dalam 40 kasus hukuman mati tanpa pengadilan di sembilan negara bagian dan sedikitnya 217 orang ditangkap.   

 
Berita Terpopuler