Lonjakan Kasus Omicron Diantisipasi Meski Belum Ada Pasien yang Sampai Sakit Berat

Hingga Senin (3/1), total pasien Covid-19 varian Omicron berjumlah 152 orang.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas kesehatan merapikan tempat tidur pasien di Posko Covid-19 RSUD Al-Ihsan, Baleendah, Kabupaten Bandung, Kamis (30/12). Ahli epidemiologi lapangan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dr. Yudhi Wibowo mengingatkan pemerintah daerah untuk memastikan kesiapan fasilitas layanan kesehatan (Faskes). Hal tersebut guna mengantisipasi peningkatan kasus Covid-19 menyusul munculnya varian Omicron. Foto: Republika/Abdan Syakura
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah antisipasi menghadapi terjadinya lonjakan kasus akibat Omicron di Tanah Air. Salah satunya yakni menyiapkan fasilitas kesehatan seperti tempat tidur rumah sakit di seluruh daerah.

Baca Juga

Menkes menyebut, jumlah tempat tidur di rumah sakit di Indonesia mencapai 400 ribu dan 30 persen atau 120 ribu di antaranya diperuntukan bagi pasien Covid-19. Saat ini, tempat tidur untuk pasien Covid-19 di rumah sakit pun telah terisi sekitar 2.400-2.500.

"Jadi masih ada room lebih dari 110 ribu yang sebelumnya memang kita sudah alokasikan untuk Covid," ujar Menkes Budi saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (3/1).

Menkes mengatakan, berdasarkan pengalaman saat menangani lonjakan kasus akibat varian Delta, pemerintah juga menyiapkan kebutuhan oksigen medis. Menurut dia, dalam situasi normal kebutuhan oksigen Indonesia mencapai 700 ton per hari dan saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 sebelumnya naik menjadi 2.200 ton per hari.

"Kita sesudah puncak Juli kemarin sudah mendatangkan 16 ribu oksigen konsentrator yang kita kirim ke seluruh rumah sakit di seluruh Indonesia terutama yang akses oksigennya susah. Ini setara dengan 800 ton per hari," kata dia.

Saat ini, pemerintah juga telah menerima kedatangan oksigen generator. Sebanyak 70 persen oksigen generator pun telah selesai dipasang di rumah sakit. Oksigen generator ini berfungsi untuk mensuplai oksigen di rumah sakit dan juga tabung.

"Kita juga sudah menerima dan sekarang sedang memasang, 70 persen sudah selesai, 31 oksigen generator,” tambahnya.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan kebutuhan obat-obatan antara lain dengan mendatangkan obat Molnupiravir. Menurut Menkes, obat tersebut terbukti bisa mengurangi laju masuknya pasien Covid-19 ke rumah sakit dengan saturasi oksigen di atas 94 persen.

Untuk menghindari penularan Covid-19, Menkes pun mengimbau masyarakat agar terus menerapkan protokol kesehatan secara disiplin. Ia juga meminta masyarakat untuk menggunakan aplikasi PeduliLindungi guna memudahkan proses penelusuran kasus.

"Kemudian juga pastikan bahwa disiplin karantinanya baik. Buat teman-teman yang datang dari luar negeri, ini dari 152, itu 146 itu kedatangan luar negeri. Jadi memang sudah membuktikan negara kita itu aman, teman-teman datang ke luar malah ketularan, masuk, ya kita harus lindungi yang 270 juta yang lain," jelas dia.

Budi juga mengungkapkan data kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia saat ini berjumlah 152. Namun, Budi menyampaikan sebanyak 34 pasien saat ini sudah sembuh dan kembali ke rumah masing-masing.

"23 persennya atau 34 orang sudah sembuh dan sudah kembali ke rumah,” kata Budi, Senin (3/1).

Lebih dari setengahnya, sambung Budi, tidak mengalami gejala. Kemudian, sisanya pun hanya mengalami sakit ringan. Artinya, varian Omicron memiliki tingkat penularan yang tinggi tapi dengan risiko sakit berat yang rendah.

"Artinya tidak membutuhkan oksigen, saturasinya masih di atas 95 persen. Jadi kita melihat bahwa sampai sekarang tidak ada yang membutuhkan perawatan yang serius di rumah sakit, cukup dikasih obat dan vitamin mereka sudah bisa kembali ke rumah," kata Budi.

Walaupun begitu, masyarakat tetap harus waspada karena situasi dapat berubah dengan cepat. Oleh karena itu upaya pencegahan dan pengendalian, serta upaya mitigasi lainnya harus tetap berjalan

Budi menambahkan, sebagian besar atau 146 dari 152 yang terkonfirmasi varian Omicron adalah pelaku perjalanan internasional. Sebagian besar, merupakan pelaku perjalanan dengan asal negara kedatangan paling banyak dari Arab Saudi, Turki, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. Budi mengimbau masyarakat untuk menahan diri tidak bepergian ke negara-negara dengan transmisi penularan Omicron yang sangat tinggi.

"Dari 152 itu 146 itu kedatangan luar negeri. Jadi memang sudah membuktikan negara kita itu aman temen-temen datang ke luar malah ketularan masuk ya kita harus lindungi sisa yang 270 juta yang lain," tegas Budi.

Terkait penyebaran Omicron yang diketahui penularannya sudah terjadi di level komunitas atau masyarakat, Pemerintah kembali mengubah aturan karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri yang tiba di Indonesia. Dalam rapat terbatas evaluasi PPKM di Kantor Presiden, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, masa karantina yang sebelumnya diberlakukan selama 14 hari kini dipersingkat menjadi 10 hari dan yang dari 10 hari menjadi 7 hari.

“Tadi diputuskan karantina yang 14 hari menjadi 10 hari dan yang 10 hari menjadi 7 hari,” jelas Luhut saat konferensi pers usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (3/1).

Luhut pun memastikan, pemerintah siap menghadapi lonjakan Omicron. Namun menurutnya, kondisi Covid-19 di Indonesia saat ini sudah mulai terkendali. Meskipun begitu, ia meminta masyarakat agar tetap meningkatkan kewaspadaan dan berhati-hati.

“Mengenai obat-obatan juga sudah disiapkan, rumah sakit disiapkan. Semua yang dibutuhkan untuk itu kita sudah siapkan. Jadi jauh lebih siap dari kejadian pada Juli tahun lalu,” jelasnya.

Selain itu, Luhut juga menegaskan pemerintah tak akan memberikan diskresi lagi terkait pelaksanaan karantina. Arahan Presiden Jokowi, lanjutnya, meminta agar kedisiplinan terus ditingkatkan untuk mencegah penyebaran varian ini.

“Kita tidak bisa memberikan diskresi-diskresi kebanyakan lagi. Karena kita hanya mengacu pada Inmendagri yang ada,” ungkap Luhut.

Ia mengatakan, banyaknya kasus Omicron yang berkembang di sejumlah negara lain di dunia disebabkan karena masalah kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan. Sementara di Indonesia sendiri, kata dia, disiplin prokes masih dijalankan oleh sebagian besar masyarakat.

“Saya ingin sampaikan dari pengamatan kami, karena kita lebih disiplin pemakaian masker misalnya. Dibandingkan misalnya di negara Amerika atau di Inggris atau mana saja,” jelas dia.

Saat membuka ratas, Presiden Jokowi menegaskan agar tak ada lagi dispensasi karantina dan bayar membayar dalam urusan karantina Covid-19 di Indonesia. Ia menekankan agar karantina pelaku perjalanan luar negeri betul-betul ditegakkan untuk mencegah masuknya kasus Omicron di Tanah Air.

“Saya minta betul-betul utamanya yang terkait dengan Omicron ini adalah karantina bagi yang datang dari luar negeri. Jangan ada lagi dispensasi-dispensasi apalagi yang bayar-bayar itu kejadian lagi,” ujar Jokowi.

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama mengaku sepakat ihwal pentingnya karantina dan pengawasan perihal adanya 152 kasus konfirmasi varian Omicron. Terlebih, dari 152 kasus Omicron Indonesia per Senin (3/1) maka tiga kasus yang merupakan transmisi lokal.

"Jadi, pelaksanaan karantina selama ini setidaknya sudah menghambat 133 pasien Omicron dari luar negeri untuk masuk ke masyarakat," kata Guru Besar FK UI itu dalam keterangannya, Senin (3/1).

Tjandra juga mempunyai harapan terkait karantina berlandaskan  dua alasan. Pertama, para Pekerja Migran dan juga mahasiswa Indonesia cukup banyak yang bekerja di negara-negara yang belum ada varian Omicronnya, atau mungkin kasusnya sedikit sekali. Sebagian besar dari mereka mengharapkan apakah tidak sebaiknya ada klasifikasi lama masa karantina dan tidak usah 10 sampai 14 hari kalau mereka tidak datang dari negara terjangkit

"Terlebih, bila para WNI itu hanya dapat cuti 2 atau 3 minggu misalnya. Maka karantina 10 hari akan dirasa amat berat, " tuturnya.

Kedua, ada juga yang membandingkan dengan kebijakan Center of Diseases Control (CDC) Amerika Serikat yang sejak 27 Desember 2021 mempersingkat waktu isolasi dan karantina Covid-19 menjadi lima hari, dengan beberapa catatan tertentu tentang riwayat vaksinasinya.

 

"Keputusan mana yang akan dipilih memang tidaklah mudah. Setidaknya ada tiga pertimbangan yang dapat dijadikan dasar pemikiran: pertama, situasi epidemiologi termasuk bagaimana situasi penularan di masyarakat, kedua cakupan vaksinasi dan ketiga perilaku protokol kesehatan masyarakat luas, " sambungnya.

Infografis Gejala Omicron Muncul Setelah 48 Jam - (republika.co.id)

_

 
Berita Terpopuler