KH Misbah Zainul Mustofa, Gigih dalam Berdakwah Lewat Tulisan (III)

Kiai Misbah selalu bersemangat untuk terus menulis kitab karangan dan terjemahan.

pxhere
Kiai Misbah selalu bersemangat untuk terus menulis kitab karangan dan terjemahan. (ilusrasi)
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, KH Misbah Zainul Mustofa berpulang ke rahmatullah pada 18 April 1994 dalam usia 78 tahun. Tidak hanya meninggalkan istri, anak-anak, keluarga tercinta, atau para santri dan muridnya.

Baca Juga

Dengan wafatnya, ia juga berpisah dengan beberapa naskah kitab karangannya yang belum sempat terselesaikan.Salah satunya ialah Tajul Muslimin.

Selama hidupnya, Kiai Misbah selalu bersemangat untuk terus menulis kitab karangan dan terjemahan. Tidak ada waktu kosong yang ia sia-siakan dalam hidupnya.Hal ini lah yang patut diteladani oleh generasi Muslim saat ini.

Yang juga menjadi kenangan dari tokoh ini ialah keteladanannya. Ulama yang akrab disapa Mbah Bah ini merupakan sosok kiai yang tegas, lugas, dan istikamah dalam meme gang prin sip.

Dalam penelitiannya yang berjudul KH Misbah Ibn Zainul Musthafa (1916-1994 M): Pemikir dan Penulis Teks Keagamaan dari Pesantren, Islah Gusmian menjelaskan, ketegasan sikap Mbah Bah tampak ketika berpolemik dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Waktu itu, pokok perdebatan mereka seputar masalah bank di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU).

 

 

Pada 1992, Kiai Misbah mengirim surat kepada Gus Dur yang saat itu menjadi Ketua Umum Pengurus Besar NU. Dalam suratnya, Mbah Misbah mengkritik dengan tajam rencana pendirian Bank Perkreditan Rakyat Nahdlatul Ulama (BPR NU) oleh PBNU.

Pada masa itu, hasil Muktamar NU ke-28 di Krapyak Yogyakarta memang telah mengamanatkan kepada PBNU untuk meningkatkan pembangunan ekonomi warga NU.Sebab, disadari bahwa warga nahdliyin termasuk kelompok yang paling lemah di bidang ekonomi.

Seperti dikutip Martin Van Bruinessen, program yang paling penting dan relevan pada waktu itu adalah pendirian BPR NU yang menyediakan kredit kecil kepada para pengusaha kecil dan petani yang berlatar belang NU, meskipun BPR- BPR tersebut tidak bebas dari bunga.

Padahal, menurut Islah Gusmian, harus diakui bahwa soal bunga bank di kalangan ulama NU merupakan isu yang sensitif meskipun Muktamar NU pernah memperbolehkan bunga bank milik pemerintah.

Terkait isu bunga bank ini, menurut Islah, Kiai Misbah termasuk pihak yang tidak setuju. Dalam suratnya yang dikirim ke PBNU saat itu, Kiai Misbah menyatakan sikapnya tentang pelarangan mendirikan bank.Bahkan, disebutnya bahwa sejumlah unsur PBNU saat itu telah berubah dari tujuan awal pendirian NU. 

 

"Kalau orang yang di pucuk pimpinan sudah demikian cara hidupnya, berbuat dan berucap sekehendak hatinya, apa yang terjadi pada orang- orang bawahannya? Kalau tongkat itu lurus, sudah tentu bayangannya juga lurus, tetapi kalau tongkat itu bengkok, sudah tentu bayangan tongkat itu juga bengkok, tulis Mbah Misbah dalam surat itu, tertanggal 19 Februari 1992.

 
Berita Terpopuler