Siapa yang Memperoleh Hak Asuh Bayi yang Masih Menyusui?

Dalam Islam persoalan hak asuh anak disebut dengan hadhanah.

Republika/Yogi Ardhi
Ilustrasi Wanita Menyusui Bayi
Rep: Andrian Saputra Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Setiap pasangan suami-istri pasti mendambakan keluarga yang harmonis, utuh terhindar dari konflik yang berujung pada perceraian. Namun demikian ketika terjadi perceraian, dimana seorang suami menjatuhkan talak dan menceraikan istrinya sementara mereka memiliki anak yang masih bayi atau balita, lalu siapa yang berhak atas hak asuh bayi tersebut? 

Baca Juga

Dalam Islam persoalan hak asuh anak disebut dengan hadhanah. Ketika seorang suami menceraikan istrinya dan mereka memiliki anak bayi yang masih menyusui Air Susu Ibu maka yang berhak atas hak asuh adalah ibunya. Sebab ibunya yang memberikan ASI. Begitupun bila masih balita, hak asuhnya diberikan kepada ibunya karena masih membutuhkan perhatian ibu.

Terkecuali atas pertimbangan hakim memutuskan bahwa bila hak asuh diberikan kepada ibunya, maka mengancam keselamatan anak tersebut karena ibunya tengah mengalami depresi, atau berpotensi menjual anak, atau ibunya adalah penyalahguna narkoba, atau seorang mucikari. Maka hak asuh dapat jatuh kepada suami. 

Begitu juga ketika suami mencerai istrinya, lalui pihak wanita menikah lagi dengan lelaki lain, tetapi lelaki yang baru ternyata tidak mempedulikan anak tirinya atau melakukan kekerasan pada anak tirinya, sedang sang Ibu tidak dapat memberikan perlindungan pada anaknya, maka hak asuh anak itu bisa beralih kepada pihak mantan suaminya. 

 

Kasus seperti ini terjadi di masa Rasulullah. Di mana seorang wanita Muslim mendatangi Rasulullah setelah dia dicerai suaminya. Wanita itu bercerita pada rasul bahwa mantan suaminya itu ingin mengambil anaknya. Tetapi rasul mengatakan bahwa ibunya yang berhak atas hak asuh anak itu. Berikut redaksi haditsnya yang dinukil dari kitab At Targhib wat Tarhib:

قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِوبْنُ الْعَاصِ: جَاءَتِ امْرَأَةٌ اِلَى رَسُوْلِ اللّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :فَقَالَتْ يَارَسُوْلَ اللَّهِ اِنَّ ابْنِى هَذَاكَانَ بَطْنِىْ لَهُ وِعَاءً وَحِجْرِىْ لَهُ حِوَاءً وَثَدْبِىْ لَهُ سَقَاءً وَاِنَّ اَبَاهُ طَلَّقَنِى وَزَعَمَ أَنَّهُ يَنْزِعُهُ مِنِّى فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنْتِ أَحَقُّ بِهِ مَالَمْ تَنْكِحِى.

 

Abdullah bin Amr bin Al’Ash berkata, “Seorang perempuan menghadap Rasulullah Saw. dan berkata perempuan itu“Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini, perutku yang mengandungnya, pangkuanku tempat perlindungannya, dan putingku yang telah menyusuinya. Dan sesungguhnya bapaknya menceraikanku, sedang dia ingin mengambilnya dariku.” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Kamulah yang lebih berhak atasnya selagi kamu belum kawin.” (Kasyful Ghummah, hlm. 94, jilid 2)

 
Berita Terpopuler