Meski Mendapat Ganjalan, Persepsi Capres Militer Tinggi di Masyarakat

Capres militer punya persepsi positif di masyarakat

antara
Suasana kampanye pilpres 2014 . (ilustrasi)
Red: Muhammad Subarkah

IHRAM.CO.ID, Oleh: Verdy Firmantoro, Peneliti Indopol Survey; Dosen FISIP UHAMKA dan Kandidat Doktor FISIP UI

Bursa elektoral capres jelang Pemilu 2024 kian menarik. Hasil rilis Indopol Survey periode 19-27 November 2021 menempatkan capres dari militer di urutan teratas, yakni 20,49 persen. Angka tersebut dari perspektif komunikasi politik tentu dapat dibaca dengan beragam makna. Dua penafsiran yang menguat di antaranya terkait ketidakpuasan publik terhadap kepemimpinan dari kalangan sipil atau penetrasi figur berlatar militer cukup mendapat respon positif masyarakat. 

Pertanyaannya, siapa dari kalangan militer yang namanya mengemuka di ruang publik? Kemudian, apa faktor-faktor yang membuat nama mereka masuk di pusaran politik elektoral? Dua pertanyaan itu menjadi representasi mengapa capres dari militer cukup penting diperhitungkan. Meski dalam kalkulasi politik praktis, variabel latar belakang militer atau non-militer bukan yang utama, tapi lebih sebagai politik figuratif. 

Empat Nama Terkuat dari Militer di Bursa Capres 2024

Ada empat nama yang mengemuka dari kalangan militer dalam bursa capres 2024. Nama-nama itu, antara lain: Prabowo Subianto, Agus Harimurti Yudhoyono, Gatot Nurmantyo dan Andika Perkasa. Penempatan masing-masing dari mereka sebagai representasi militer tak lepas dari kiprahnya. Prabowo Subianto pernah menjadi Panglima Kostrad, Agus Yudhoyono pernah menjabat Komandan Batalyon, sementara Gatot Nurmantyo dan Andika Perkasa menduduki kursi kemiliteran tertinggi sebagai Panglima TNI. 

Dari empat nama yang berpotensi, figur Prabowo paling dikenal publik. Tiga kali maju di Pilpres memberikan keuntungan elektoral tersendiri bagi Prabowo baik secara popularitas maupun elektabilitas. Sementara Agus Harimurti mulai banyak diperbincangkan publik sejak maju di Pilkada DKI Jakarta, selain memang tak dapat dilepaskan dari pengaruh figur mantan Presiden SBY. 

Jika Prabowo dan Agus diposisikan capres berlatar militer yang sudah menjadi orang partai (politisi), sementara Gatot dan Andika lebih dinilai sebagai variabel bebas yang masih dipersepsi tak berafiliasi politik tertentu. Gatot direpresentasikan sebagai bagian dari kelompok oposisi, Andika dinilai dekat dengan pusaran kekuasaan saat ini.     

Meski demikian, hitung-hitungan politik di atas kertas tak mesti sama dengan realitas di lapangan. Menguatnya nama harus dibarengi dengan menguatnya magnet politik dalam membentuk poros koalisi.  

 

 

 

Panggung Politik dan Simpati Publik 

Kandidat capres dari militer mempunyai “panggung politik” yang strategis untuk meraih simpati publik. Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan dan Ketua Umum Partai Gerindra memungkinkan untuk banyak beredar di ruang publik baik terkait dengan kebijakan-kebijakan Kementerian Pertahanan maupun aktivitas kepartaian. Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat mempunyai sarana yang strategis untuk melakukan konsolidasi politik. Gatot Nurmantyo sebagai Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) diposisikan menjadi antitesis dari rezim yang berkuasa saat ini. Sementara Andika Perkasa sebagai Panglima TNI aktif mendapatkan ruang yang terbuka untuk meraih simpati publik dengan berbagai program kerjanya. 

Kondisi terkini yang mempersoalkan mengenai isu Papua dan Laut Cina Selatan juga menjadi panggung kinerja utamanya bagi Prabowo Subianto dan Andika Perkasa. Tren meningkatnya kesukaan publik terhadap figur dari kalangan militer dikaitkan dengan penilaian ketegasan dan kemampuan menjaga pertahanan serta keamanan. Bahkan keikutsertaan TNI dalam upaya penanganan Covid-19 mendapat respon positif dari publik dengan tingkat kepuasan mencapai 72,6 persen (Indopol Survey). 

Tingginya harapan masyarakat terhadap kerja-kerja kemiliteran termasuk operasi intelijen tentu menjadi ruang tersendiri bagi figur berlatar belakang militer. Mereka yang berasal dari kalangan militer berpotensi besar dipersepsi publik lebih mampu mengatasi persoalan daripada pemimpin dari latar belakang sipil. Apalagi persoalan pertahanan dan keamanan global sangat dinamis. Segala potensi ancaman baik yang sifatnya internal maupun eksternal menuntut kesiapan yang memadai. Lebih lanjut perlu tindakan preventif untuk memastikan lingkungan yang kondusif.  

Poinnya, potensi capres dari latar belakang militer memenangkan kontestasi di 2024 cukup besar. Kondisi itu berlaku jika memerhatikan setidaknya dua hal, yakni kemampuan mengelola isu-isu strategis pertahanan/ keamanan untuk meraih simpati publik dan membangun komunikasi dengan elite partai politik. Namun, figur berlatar belakang militer cenderung mendapat ganjalan juga dari dua aspek sebagai titik kritis, yakni persoalan HAM dan minus pengalaman memimpin di pemerintahan. 

Formula Kemenangan 

Capres dengan latar belakang militer mewakili basis nasionalis. Maka, jika menginginkan perluasan publik yang signifikan perlu menggandeng kalangan sipil berlatar belakang pejabat publik terutama kepala daerah atau mengambil basis religius dengan kolaborasi dengan tokoh agama/ masyarakat. 

Kombinasi di atas tentu tak mengesampingkan variabel partai sebagai kendaraan politik. Peta koalisi dapat terbangun dengan mengoptimalkan poros-poros strategis, baik mempunyai figur yang diterima publik maupun mesin politik yang mampu menggerakkan pemilih. 

Dalam skema strategi politik, dua atau tiga tahun bukan waktu yang panjang. Jika tak dipersiapkan dengan baik, bisa jadi potensi kemenangan yang sudah di depan mata akan menjauh. Namun, terlepas pertarungan politik yang kian dekat, jangan sampai mengorbankan kepentingan rakyat.

 
Berita Terpopuler