Vaksinasi Covid-19 yang Masih Jadi Masalah di Sepak Bola Inggris

Tingkat vaksinasi pesepak bola di Inggris lebih rendah dibandingkan Jerman.

EPA-EFE/FACUNDO ARRIZABALAGA
Pertandingan Liga Primer Inggris (ilustrasi). Kompetisi sepak bola di Inggris dihantui wabah Covid-19, salah satunya ditengarai akibat relatif rendahnya tingkat vaksinasi Covid-19 oleh para pemain.
Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gelandang Inggris Jude Bellingham mengatakan telah mendapatkan vaksinasi Covid-19 plus booster-nya. Ia mendorong pesepak bola lain untuk melakukan hal yang sama.

Pemain berusia 18 tahun itu bermain untuk Borussia Dortmund di Jerman, di mana 94 persen pemainnya sudah dua kali disuntik vaksin.

"Saya mendapat suntukan dan booster, untuk menjaga keamanan. Saya tidak ingin mewariskan apa pun kepada keluarga saya dan harus melewatkan pertandingan sendiri," katanya dikutip dari BBC, Selasa (21/12).

"Bukan tugas saya untuk duduk di sini dan mengatakan semua orang harus divaksinasi, itu adalah pilihan pribadi. Jelas saya ingin semua orang aman, jadi saya mungkin menyarankan mereka untuk mendapatkannya."

Kesadaran pesepak bola untuk divaksinasi relatif tinggi di Jerman, di tengah merebaknya varian Omicron di negara tersebut. Inggris, negara asal Bellingham, berada di bawah Jerman soal kesadaran vaksinasi.

Pada tiga kompetisi di bawah naungan English Football League (EFL), yakni Divisi Championship, League One, dan League Two, 25 persen pemain mengatakan mereka tak berniat divaksinasi. Sementara untuk kompetisi teratas di Inggris, Liga Primer, 92 sudah disuntik vaksin sekali, tapi hanya 77 persen yang sudah dua kali dosis kedua. Angka suntikan vaksin dosis kedua ini jauh di bawah Liga Jerman.

Perdebatan seputar tingkat vaksinasi pesepak bola muncul di tengah serangkaian wabah Covid-19 di klub Liga Primer dan EFL, yang menyebabkan serangkaian penundaan jadwal pertandingan akhir pekan lalu. Klub-klub Liga Primer dan EFL telah memilih mencoba melanjutkan pertandingan akhir tahun hingga awal Tahun Baru yang padat, meskipun tetap mempertimbangkan faktor kesehatan sebagai hal utama.

Orang yang tidak divaksinasi, yang dianggap menjalin kontak dekat dengan seseorang yang telah dites positif Covid-19, harus menjalani karantina selama 10 hari di bawah persyaratan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah Inggris.

Liga Primer mengumumkan 90 pemain dan staf klub Liga Primer dinyatakan positif Covid-19, paling banyak sejak tes rutin selama tujuh hari diterapkan oleh Liga Primer. Ada 12.345 tes yang dilakukan dalam tujuh hari terakhir di bawah 'tindakan darurat' liga dari tes antigen dan tes PCR dua kali sepekan dari semua pemain dan staf.

Liga Primer juga menerbitkan aturan ketat syarat untuk menyaksikan langsung pertandingan di stadion. Di antaranya sudah menerima dua dosis vaksin serta dinyatakan negatif dalam tes antigen maksimal dua hari sebelum pertandingan.

Pelatih timnas Inggris Gareth Southgate mengomentari soal vaksinasi Covid-19 ini. Menurut dia, satu-satunya cara melalui pandemic ini adalah melawan virus secara kolektif. “Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memikirkan orang lain juga. seperti diri kita di saat-saat seperti ini,” kata dia.

"Saya tidak melihat jalan keluar lain dari situasi yang kita hadapi. Saya mengerti orang-orang memiliki kekhawatiran tentang pengujian (vaksin) dan apa yang mungkin terjadi. Namun  saya pikir kita memiliki pengalaman medis yang besar, dan jika Anda mendengarkan ahli yang tepat, seharusnya memberi orang kenyamanan dalam situasi ini."

 

Mengapa pesepak bola tidak mau divaksinasi?

Beberapa orang memilih untuk tidak divaksinasi, dengan alasan sejumlah faktor, termasuk kurangnya kepercayaan pada vaksin, kekhawatiran tentang efek samping, atau ketakutan akan jarum suntik.

Lainnya memilih tidak divaksinasi karena konsumsi informasi yang salah dan teori konspirasi online, terutama di media sosial.

Satu teori media sosial menghubungkan pesepak bola dan masalah jantung, seperti Christian Eriksen dari Denmark, Sergio Aguero dari Barcelona dan Charlie Wyke dari Wigan, dengan efek samping dari vaksinasi Covid-19.

Ahli jantung olahraga dokter Jansay Sharma, direktur medis London Marathon, mengatakan kepada BBC Sport tidak ada bukti hubungan antara vaksin dan miokarditis atau peradangan otot jantung.

"Saya sangat terlibat dalam sepak bola dan menyadari masalah jantung yang mempengaruhi beberapa pemain sepak bola," kata Dr Sharma: "Satu hal yang saya konfirmasi adalah bahwa peristiwa yang Anda baca tidak terkait dengan infeksi Covid atau vaksin jadi sangat penting untuk menyampaikan pesan itu.

"Kita perlu menghormati otonomi individu - tetapi pesan saya kepada mereka adalah bahwa risiko [peradangan otot jantung] dari vaksin sangat kecil - 1 dari 20.000-50.000. Risiko dengan infeksi Covid adalah 20-50 kali lebih tinggi.

Ketua Crystal Palace Steve Parish mengatakan dia memahami beberapa pemain memiliki kekhawatiran mereka sendiri tentang mendapatkan suntikan vaksin. Namun dia menambahkan bahwa dia percaya tingkat vaksinasi dibandingkan dengan masyarakat lainnya dalam kelompok usia yang sama.

 

 
Berita Terpopuler