Cerita PMI Asal Indramayu 14 Tahun tak Bisa Pulang dari Irak

PMI asal Indramayu Sutinih hanya diizinkan hubungi keluarga tiap 3 bulan sekali

ANTARA/Agus Setiawan
Sejumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) (ilustrasi). Sutinih binti Casan (42), seorang pekerja migran Indonesia (PMI) asal Blok Ust Syafawi, RT 002, RW 007, Desa Dadap, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, dilaporkan sudah 14 tahun tidak bisa pulang dari tempatnya bekerja di Erbil, Irak. Majikan tempatnya bekerja disebut selalu menahan kepulangannya.
Rep: Lilis Sri Handayani Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Sutinih binti Casan (42), seorang pekerja migran Indonesia (PMI) asal Blok Ust Syafawi, RT 002, RW 007, Desa Dadap, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, dilaporkan sudah 14 tahun tidak bisa pulang dari tempatnya bekerja di Erbil, Irak. Majikan tempatnya bekerja disebut selalu menahan kepulangannya.

Hal itu disampaikan oleh Casrudin (50), suami dari Sutinih. Dia berharap, pemerintah bisa membantu kepulangan istrinya.

"Majikannya tidak mengizinkan kepulangan istri saya, bahkan empat tahun gajinya belum dibayar," kata Casrudin, saat melaporkan masalah tersebut ke Sekretariat DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Indramayu, Ahad (19/12).

Casrudin menceritakan, istrinya dulu direkrut oleh sponsor bernama Kayinah, warga Desa Dadap, Kecamatan Juntinyuat sekitar November 2008. Setelah itu, istrinya dibawa menemui Hj Opah, warga Desa Sukareja, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu.

Menurut Casrudin, setelah mengikuti proses selama satu bulan di penampungan, istrinya kemudian diberangkatkan ke Uni Emirat Arab (UEA) melalui salah satu perusahaan yang beralamat di Tambun, Bekasi, pada akhir Desember 2008.

Setibanya di Uni Emirat Arab, lanjut Casrudin, Sutinih kemudian bekerja pada majikan bernama MA Hussein, seorang warga negara Irak yang sedang bekerja di daerah Sharja, UEA. Sutinih bekerja di daerah tersebut selama satu tahun.

Setelah satu tahun bekerja di daerah Sharjah, majikan tempatnya bekerja selesai kontrak kerjanya sehingga harus kembali ke negaranya di Erbil, Irak. Namun, bukannya dikembalikan ke Indonesia atau ke agency, Surtinih justru dibawa oleh majikannya ikut ke Irak.

Selama setahun bekerja di Sharja, UEA, kata Casrudin, Sutinih belum pernah berkomunikasi untuk memberitahukan kabar ke keluarganya yang ada di Indramayu. Baru setelah beberapa bulan berada di Erbil, Irak, Sutinih menyampaikan informasi ke keluarganya terkait keberadaannya melalui telepone milik majikannya.

 

Masih kata Casrudin, selama hampir 14 tahun, istrinya tidak diberi kebebasan untuk berkomunikasi dengan keluarga. Majikannya pun selalu menahan kepulangannya serta ada sisa gaji selama empat tahun yang belum dibayar.

"Selama 14 tahun bekerja, istri saya hanya diberi waktu tiga bulan sekali untuk menghubungi keluarga. Setiap kali istri saya meminta untuk dipulangkan, majikan selalu bilang ‘nanti-nanti’. Majikannya juga pernah mengatakan kalau mendapatkan pembantu dari Indonesia itu harganya mahal sehingga sampai saat ini istri saya sulit untuk pulang," tutur Casrudin.

Casrudin mengaku sudah menyampaikan masalah itu kepada sponsor yang memberangkatkan istrinya. Namun, sponsor memberi tahu bahwa perusahaan yang memberangkatkan  Sutinih sudah tutup.

Casrudin pun kini menyampaikan aduan tersebut kepada SBMI Indramayu. Dia berharap, istrinya bisa segera dipulangkan.

Sementara itu, Ketua SBMI Indramayu, Juwarih, menyatakan, pihaknya akan mempelajari  terlebih dahulu  aduan tersebut. Pasalnya, dokumen yang dimiliki pihak keluarga sangat terbatas, hanya berupa bukti kirim uang.

 

"Karena itu kami mencoba untuk mencari kelengkapan dokumennya terlebih dahulu. Setelah itu baru membuat  surat aduan untuk dikirim ke beberapa kementerian terkait dan  ke KBRI Baghdad, Irak," tandas Juwarih.

 
Berita Terpopuler