7 Alasan Dibolehkan Membuka Aib Orang Lain dan Bahaya Ghibah

Membuka aib orang lain pada dasarnya tidak diperbolehkan

io9.com
Membuka aib orang lain pada dasarnya tidak diperbolehkan. Membuka aib orang lain atau ghibah (ilustrasi)
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Allah ﷻ melarang untuk membuka aib seseorang. Ini adalah aturan umum yang harus diikuti karena Islam ingin membantu melindungi orang dan juga menjaga masyarakat bebas dari aktivitas memata-matai dan mencari kesalahan.

Baca Juga

Hal ini sebagaimana penggalan hadits Rasulullah ﷺ sebagai berikut ini: 

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ “Barangsiapa menutupi aib orang lain, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” 

Melansir laman askthescholar, ulama asal Kanada Ahmad Kutty mengatakan aturan hadits di atas tidak berlaku untuk alasan berikut yaitu: 

Pertama, ketika mengungkapkan kesalahan itu penting untuk melindungi orang dari kemungkinan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh seseorang atau beberapa orang. 

Misalnya, jika seseorang tidak dapat dipercaya dalam urusan keuangan, atau diketahui melanggar kepercayaan, kita perlu membocorkan karakter buruk ini kepada mereka yang berpikir untuk menjalin kemitraan bisnis atau kontrak dengannya. 

Kedua, demikian juga, jika kita ditanya tentang seseorang yang kita kenal untuk menentukan kelayakannya untuk menjadi pasangan pernikahan, kita harus mengungkapkan apa yang kita ketahui tentang mereka. Walaupun kita tidak perlu masuk ke rincian spesifik.  

Ketiga, jika kita dipanggil untuk memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu masalah di mana kita memiliki fakta-fakta dimana juri atau hakim dapat memberikan putusan yang adil. 

Baca juga: 5 Dalil Tegaskan Rasulullah SAW Bukan Penebus Dosa Umatnya

Keempat, kita harus mengungkapkan apa yang kita ketahui untuk melindungi diri kita sendiri jika kita memiliki kekhawatiran yang tulus tentang keselamatan kita sendiri. Ini juga berlaku untuk pasangan pernikahan, di mana misalnya seorang istri disakiti secara serius oleh suaminya. 

Dalam hal ini, dia dapat mengadukan suaminya kepada mereka yang memiliki otoritas untuk melindunginya atau membimbingnya dalam hal seperti itu.  

Kelima, jika kita mengetahui seseorang menyebarkan kepercayaan atau praktik sesat, kita harus memperingatkan orang-orang yang mudah tertipu agar mereka diselamatkan. 

Keenam, kita perlu menunjukkan kelemahan karakter individu yang mencalonkan diri sebagai calon pejabat publik atau posisi otoritas, terutama jika kita memiliki alasan yang kuat untuk percaya bahwa mereka akan merugikan kepentingan masyarakat atau bangsa.

Ketujuh, untuk tujuan meminta nasehat. Misalnya dengan mengucapkan , “Ayah saya telah berbuat begini kepada saya, apakah perbuatannya itu diperbolehkan? Bagaimana caranya agar saya tidak diperlakukan demikian lagi? Bagaimana cara mendapatkan hak saya?”

Ungkapan demikian ini diperbolehkan. Tapi lebih selamat bila ia mengutarakannya dengan ungkapan misalnya, “Bagaimana hukumnya bila ada seseorang yang berbuat begini kepada anaknya, apakah hal itu diperbolehkan?” Ungkapan semacam ini lebih selamat karena tidak menyebut orang tertentu. 

Bahaya ghibah

Ghibah dan adu domba (namimah) adalah salah satu dosa besar yang Allah SWT dan Rasulullah SAW larang. 

Syekh Ali Jumah, mantan Mufti Agung Mesir dan anggota senior Dewan Ulama Mesir, mengatakan dilarang duduk bersama orang-orang yang melakukan dosa-dosa tersebut, sebagaimana dilarang bagi seseorang untuk mendengarkan pantangan dan melihat hal-hal yang buruk.  

Syekh Jumah mengutip pernyataan Sufyan bin Uyainah yang mengatakan sebagai berikut:  

الْغِيبَةُ أَشَدُّ مِنَ الدَّيْنِ، الدَّيْنُ يُقْضَى، وَالْغِيبَةُ لَا تُقْضَى “Ghibah lebih parah daripada utang. Utang bisa saja ditunaikan, tetapi ghibah tidak bisa ditunaikan (maafnya).” 

Baca juga: 5 Alasan Mengapa Babi Haram Dikonsumsi Menurut Islam

 

Oleh karenanya, Komite Kajian Islam Mesir, menyarankan jika seseorang duduk di majelis dan ada banyak omong kosong, membuang-buang waktu, atau berbicara berdosa atau tidak berguna, atau bahkan berbicara fitnah dan gosip, lebih baik dia memperbanyak dzikir dan doa kafaratul majelis.   

مَنْ جَلَسَ فِي مَجْلِسٍ فَكَثُرَ فِيهِ لَغَطُهُ، فَقَالَ قَبْلَ أَنْ يَقُومَ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا كَانَ فِي مَجْلِسِهِ ذَلِكَ

“Barangsiapa yang duduk di dalam suatu majlis, lalu banyak senda guraunya yang tidak bermanfaat dalam majlis tadi, lalu dia mengucapkan sebelum berdiri meninggalkan majelis itu: 

(subhanakallahum wa bihamdika asyhadu alla ilaha illa Anta astaghfiruka wa atubu ilaik/Mahasuci Engkau, ya Allah dan saya mengucapkan puji-pujian padaMu. Saya menyaksikan bahawasanya tiada Tuhan melainkan Engkau, saya mohon ampun serta bertaubat pada-Mu), melainkan orang tersebut pasti diampunkan untuknya apa-apa yakni dosa yang diperolehnya dari majlis yang sedemikian tadi. 

 

Komite menjelaskan ghibah dan adu domba termasuk sifat-sifat tercela dan perbedaan di antara mereka, bahwa ghibah adalah menyebut seseorang dalam ketidakhadirannya dengan apa yang dia benci.

Sedangkan adu domba adalah melihat orang yang dibicarakan sedang berjalan di antara orang-orang demi menjatuhkan mereka. Allah pun melarang ghibah dan gosip melalui firman Nya, dalam Al Hujurat ayat 11-12, 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ.يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). 

Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Baca juga: Mualaf Koh Asen, Tergugah Buku Seputar Alam Gaib    

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. 

Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Mahapenerima Taubat, Mahapenyayang."

 

Sumber: askthescholar   

 
Berita Terpopuler