Muktamar NU Dinilai Perlu Bahas Iklim Demokrasi Indonesia

NU harus melihat dan membahas apakah iklim demokrasi sudah berjalan sesuai harapan

ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Kader NU melintas di dekat sejumlah foto para tokoh pendiri Nahdlatul Ulama saat diselenggarakannya Rapat Harian Syuriyah dan Harian Tanfidziyah Nahdlatul Ulama di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (7/12/2021). Rapat yang masih berlangsung hingga malam hari tersebut digelar untuk memutuskan penetapan jadwal Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama.
Rep: Umar Mukhtar Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Islam dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fachry Ali, menilai, Nahdlatul Ulama harus menyoroti berbagai hal pada Muktamar ke-34 mendatang. Salah satu yang perlu disoroti yakni ihwal politik nasional.

"Banyak sekali (yang harus disoroti). Yang jelas, mereka akan menyoroti perkembangan yang terjadi saat ini. Yang mungkin perlu mereka lihat adalah soal politik nasional," kata Fachry kepada Republika.co.id, Ahad (12/12).

Dia menuturkan, NU harus melihat kembali dan membahas apakah iklim demokrasi di Indonesia ini sudah berjalan sesuai harapan. "Sesuai dengan yang dicita-citakan atau tidak. Jadi sebaiknya NU membicarakan itu," ujar dia.

Perlunya membahas itu, menurut Fachry, karena NU memiliki massa yang besar sebagai sebuah organisasi. Bahkan, ia menyebut NU sebagai organisasi terbesar tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Asia Tenggara.

"Penduduk Malaysia cuma 26-27 juta. Singapura cuma 5 juta. Penduduk Australia mungkin sekarang 30 juta. Maka kalau pengikutnya sampai 90 juta, itu organisasi terbesar di Asia Tenggara. Karena itu, NU harus berpikir tentang masalah politik kebangsaan, soal demokrasi," tuturnya.

Fachry juga memuji sikap tokoh NU soal pelaksanaan Muktamar ke-34 yang kini telah diputuskan tetap digelar pada 23-25 Desember. Keputusan ini menyangkut kebijakan pemerintah yang sebelumnya berencana melakukan pengetatan pada periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) di semua wilayah.

Hal itu memicu polemik di lingkungan NU dalam mengatur ulang jadwal Muktamar ke-34. Sebagian ingin jadwalnya dimajukan dari tanggal semula dan sebagian lagi ingin diundur. Namun, setelah pemerintah membatalkan pengetatan pada waktu Nataru, para tokoh NU bersepakat untuk tetap menggelar Muktamar ke-34 pada jadwal semula berdasarkan Munas-Konbes September lalu.

"Itu membuktikan NU bisa mengatasi ketegangan internal. Variabel independennya adalah PPKM. Ketika pemerintah mengatakan PPKM diturunkan pengetatannya, mereka (kalangan NU) lebih lega. Maka ketika kembali ke tanggal semula, persoalannya selesai. Jadi sebetulnya tidak murni keputusan internal dari NU, tetapi dipengaruhi oleh variabel lain, variabel pemerintah," jelasnya.

Sekretaris Panitia Pengarah Muktamar ke-34 NU, Asrorun Ni'am Sholeh menyampaikan, komisi-komisi Muktamar akan membahas berbagai persoalan mengenai kemandirian ekonomi dan optimalisasi pelayanan untuk kemaslahatan umat. Pembahasan persoalan ini didasaran pada tema besar Muktamar. "Kemandirian ekonomi menjadi isu utama dalam optimalisasi perkhidmatan untuk kemaslahatan, dan ini menjiwai pembahasan seluruh komisi," kata Asrorun dalam keterangan tertulis, Ahad (12/12).

Rapat tersebut, lanjut Asrorun, mengalirkan tema besar Muktamar ke seluruh komisi dan menuntaskan kerja-kerja komisi dengan penambahan masukan serta penyelarasan antarkomisi agar saling berkaitan satu sama lain. Salah satu persoalan yang dibahas oleh komisi-komisi, yakni pertanahan untuk kemaslahatan. Dalam Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah, persoalan itu dibahas dari aspek keagamaannya.

"Sementara Komisi Bahtsul Masail Maudhuiyah melihatnya dari pandangan Islam atas penguasaan aset untuk kemaslahatan. Berbeda dengan keduanya, Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah membahasnya dengan pendekatan legislasi dan peraturan perundang-undangan," terang Asrorun.


Baca Juga

Pembahasan mengenai pertanahan bermuara pada Komisi Rekomendasi. Di komisi ini peserta akan mengelaborasi poin optimalisasi pemanfaatan lahan dan distribusi lahan untuk kemaslahatan umat. Tema lain yang dibahas antarkomisi adalah badan hukum. Pembahasan utamanya berada di Komisi Bahtsul Masail Maudhuiyah, untuk menjawab pertanyaan bagaimana kedudukan badan hukum dalam konteks hukum Islam.

Asrorun menambahkan, pembahasan tersebut meliputi badan hukum aset tanah, penggunaan tanah oleh korporasi tapi tidak dimanfaatkan, dan pengambilalihannya. Semua substansi dan teknis seluruh komisi kini sudah dituntaskan. "Perlu penambahan optimalisasi dalam konteks kedudukan NU sebagai jamiyah ijtimaiyah (organisasi kemasyarakatan)," kata Katib Syuriyah PBNU itu.

Ketua Panitia Pengarah Muktamar ke-34 NU Muhammad Nuh menyampaikan, konsinyasi komisi-komisi dilaksanakan dalam rangka mencari irisan dan singgungan komisi satu dan lainnya agar ada penyelarasan. Materi-materi harus menjadi satu-kesatuan agar memiliki kesinambungan satu komisi dengan komisi yang lain. "Jangan sampai nggak nyambung," ucapnya.

Dia menuturkan, konsinyasi dilaksanakan guna menyelesaikan materi-materi tersebut. Tujuannya untuk merampungkan masing-masing materi yang sudah disiapkan komisi. Jika memungkinkan, materi-materi itu akan dikomunikasikan kepada Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU), Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), dan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU). "Pekan ini dikomunikasikan apabila memungkinkan waktunya," kata Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya itu.

Pada forum konsinyasi itu juga, panitia pengarah akan menerima masukan dari PWNU, PCNU, dan PCINU sebagai peserta muktamar, sebelum nanti dibawa ke forum Muktamar. "Kita usahakan betul disosialisasikan kalau memungkinkan. Kalau tidak, nanti kita bahas langsung matang di Muktamar," tuturnya.

 
Berita Terpopuler