Mengapa Larangan Minyak Goreng Curah Harus Dibatalkan?

Kebutuhan masyarakat bisa dipenuhi dengan minyak goreng kemasan kecil.

Antara/Oky Lukmansyah
Pekerja menata jeriken berisi minyak goreng di kantor distributor minyak goreng SGT, Desa Dampyak, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Rabu (1/12). Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyayangkan langkah pemerintah yang membatalkan larangan peredaran minyak goreng curah tahun depan.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyayangkan langkah pemerintah yang membatalkan larangan peredaran minyak goreng curah tahun depan. YLKI menilai, larangan tersebut sejatinya dapat melindungi konsumen dari produk minyak goreng bekas yang tercemar.

Baca Juga

"Dari sisi konsumen ini sangat disayangkan karena minyak dalam kemasan itu bebas cemaran dan terjamin kualitasnya. Pemerintah juga lebih mudah mengawasinya," kata Sekretaris Pengurus YLKI, Agus Suyatno kepada Republika.co.id, Ahad (12/12).

Larangan minyak goreng curah mulanya bakal diterapkan pada 2020 lalu yang direncanakan sejak 2019 namun dibatalkan. Kali ini pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali membatalkan rencana tersebut yang sedianya bakal mulai berlaku sejak 1 Januari 2022.

YLKI mempertanyakan konsisten pemerintah untuk menerapkan kebijakan tersebut. Agus mengatakan, kebijakan larangan minyak goreng curah yang dibatalkan hingga dua kali memunculkan dugaan adanya tekanan dari para produsen minyak goreng curah.

"Pemerintah ini bagaimana? Kok membuat kebijakan tapi belum dilaksanakan sudah dibatalkan," tegasnya.

Sebelumnya Kemendag berdalih membatalkan kebijakan tersebut karena memperhitungkan UMKM dan masyarakat kecil yang masih membutuhkan minyak goreng curah. Menurut Agus, hal itu bisa diatasi dengan penyediaan minyak goreng kemasan dengan volume kemasan 1 liter. Sebab, kata Agus, yang menjadi salah satu kendala yakni minyak goreng kemasan saat ini dijual dengan volume di atas 1 liter.

YLKI juga menyarankan pemerintah untuk tetap memberlakukan larangan minyak goreng kemasan secara bertahap. "Memang sebaiknya ini dilaksanakan dengan catatan secara bertahap. Grand design harus jelas, sehingga setahap demi setahap. Saat ini grand design larangan minyak goreng tidak jelas jadi peraturan berubah-ubah," ujar dia.

Direktur Bahan Pokok dan Penting, Kemendag, Isy Karim kepada Republika.co.id, menjelaskan, untuk saat ini, pemerintah akan lebih mengedepankan pendekatan melalui edukasi masyarakat agar beralih kepada minyak goreng dalam kemasan. Itu mengingat penggunaan minyak goreng kemasan lebih memenuhi syarat kesehatan dan dari sisi harga lebih stabil dibandingkan minyak goreng curah.

Dirinya pun menegaskan, pencabutan kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh tingginya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) global yang mendorong naik harga minyak goreng dalam negeri. Saat ini tengah terjadi kondisi supercycle yang memicu naiknya harga-harga komoditas barang kebutuhan pokok dikarenakan peningkatan permintaan yang tidak dibarengi dengan suplai yang mencukupi.

 

Salah satu komoditas yang terdampak dari kondisi ini adalah minyak goreng dimana bahan bakunya berasal dari CPO yang harganya saat ini mengalami kenaikan.

Harga CPO internasional saat ini terpantau sekitar 1.305 dolar AS per ton atau naik 27,17 per dibandingkan harga pada awal tahun 2021. Kenaikan harga ini memicu naiknya harga minyak goreng dalam negeri ke angka Rp 19.500 per liter untuk minyak goreng kemasan dan Rp 17.600 per liter untuk minyak goreng curah.

Sementara itu, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mendorong agar peredaran minyak goreng kemasan dalam dipasarkan dalam volume kecil. Hal itu dinilai menjadi solusi efektfif agar masyarakat mau berpindah ke minyak goreng kemasan dari curah.

"Minyak goreng curah itu bisa dijual dalam jumlah kecil, misal seperempat liter atau sesuai uang yang dimiliki konsumen. Itu kelebihannya, selain itu, tidak ada kelebihan lain," kata Ketua Ikappi, Abdullah Mansuri kepada Republika.co.id, Ahad.

Mansuri menjelaskan, minyak goreng curah yang dapat diperjualbelikan dalam volume kecil alhasil menjadi alternatif bagi masyarakat menengah ke bawah maupun pedagang makanan. Menurutnya, jika minyak goreng kemasan dapat menyediakan kemasan kecil bahkan di bawah 1 liter, diyakini masyarakat akan lebih memilih mengkonsumsi minyak goreng kemasan karena lebih terjamin dan higienis.

Soal harga, ia menegaskan, perbedaan harga jual antara minyak goreng curah dengan kemasan tidak terlalu jauh. Karena itu, mengonsumsi minyak goreng kemasan sejatinya lebih menguntungkan konsumen.

Terkait kebijakan minyak goreng kemasan, Mansuri mengatakan, Ikappi telah memperkirakan kebijakan itu akan dibatalkan karena pemerintah yang belum menyiapkan strategi secara lengkap dalam masa peralihan minyak goreng curah ke kemasan. Di satu sisi, sosialisasi kepada masyarakat masih sangat minim.

 

"Kami tetap setuju adanya penghentian minyak goreng curah karena harganya tidak jauh beda dengan kemasan. Tapi kami berharap ada alternatif minyak goreng kemasan seperti halnya pada minyak goreng curah yang bisa dibeli dalam jumlah kecil," kata dia.

 
Berita Terpopuler