AS Siapkan Kemungkinan Jika Kesepakatan Nuklir Iran Buntu

Utusan Khusus AS untuk Iran menyebut negaranya bersiap jika dialog nuklir buntu

AP/Iranian Revolutionary Guard/Sepa
Dalam foto file ini dirilis 16 Januari 2021, oleh Pengawal Revolusi Iran, sebuah rudal diluncurkan dalam sebuah latihan di Iran. Utusan Khusus AS untuk Iran menyebut negaranya bersiap jika dialog nuklir buntu.
Rep: Dwina Agustin Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Utusan Khusus Amerika Serikat (AS) untuk Iran Rob Malley menyatakan sedang mempersiapkan diri dengan kemungkinan tidak ada kesepakatan yang dicapai dengan Iran untuk mengekang program nuklir, Kamis (9/12). Walau Washington masih yakin masih ada waktu untuk mencapai kesepakatan dengan Teheran.

"AS siap untuk kembali ke kesepakatan nuklir 2015 sesegera mungkin, secepat Iran," kata Malley dikutip dari Al Arabiya.

AS dan Iran telah terlibat dalam pembicaraan tidak langsung untuk kembali ke Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang sudah tidak berfungsi. Mantan presiden AS Donald Trump memutuskan mundur dari kesepakatan pada 2018.

Iran menuntut pencabutan semua sanksi AS sebelum kembali ke kesepakatan dengan imbalan pembatasan program nuklirnya. Perjanjian sebelumnya, yang ditengahi oleh mantan presiden Barack Obama telah gagal mengatasi dukungan Iran untuk milisi di seluruh kawasan dan program rudal balistiknya. "Kami mengistimewakan jalur diplomasi," kata Malley.

Malley menyebut diplomasi adalah cara terbaik ke depan. "Kami menduga itu yang terbaik untuk Iran, tetapi Iran harus memutuskan,"ungkapnya.

Sementara AS telah berulang kali menyuarakan kesediaannya untuk memasuki kembali JCPOA, kondisi itu masih belum juga terjadi akibat beberapa hal, termasuk pemilihan presiden di Iran dan menghasilkan pemerintahan Iran yang menghentikan pembicaraan selama berbulan-bulan. Di sisi lain, Iran terus meningkatkan bahan dan pengayaan uranium yang dibutuhkan untuk bom nuklir.

AS akan mencabut semua sanksi tidak konsisten dengan JCPOA jika kesepakatan tercapai. "Namun sementara itu, kami tidak dapat berdiam diri dan tidak siap menghadapi dunia di mana Iran mungkin memilih untuk menunda program tersebut, mencoba untuk membangun lebih banyak pengaruh. Kami jelas harus merespons. Jadi, itulah yang kami lakukan. Kami sedang mempersiapkan diri untuk hasil itu," kata Malley.

Pemimpin perundingan nuklir Iran, Ali Baqeri Kani, mengatakan tim perunding negara itu bertekad untuk mengadakan pembicaraan serius di Wina mengenai penghapusan sanksi Amerika Serikat (AS). Dalam pertemuan Komisi Gabungan JCPOA, berbagai pihak menyatakan pandangan tentang proses pembicaraan di masa depan.

"Republik Islam Iran menekankan dalam pertemuan itu bahwa akan melanjutkan jalur pembicaraan secara serius berdasarkan posisi dan pandangan yang telah dikemukakan sebelumnya dan memiliki tekad yang serius untuk memasuki pembicaraan serius dan mencapai kesepakatan. Iran tentu tidak melihat adanya hambatan (untuk mencapai kesepakatan), jika alasan yang diperlukan disediakan," kata Baqeri Kani setelah pertemuan di Wina, Kamis (9/12).

Baca Juga

Untuk menentukan Iran telah menerima tanggapan yang terdokumentasi dan logis yang diharapkan dari pihak lain dalam pertemuan, Kani menegaskan itu harus dinyatakan dalam pertemuan kelompok kerja. "Bahwa kedua belah pihak memiliki tekad yang serius untuk melanjutkan pembicaraan menunjukkan bahwa mereka ingin membuat posisi mereka dekat satu sama lain," katanya.

Sebelumnya, Kani mengatakan bahwa Iran menghadiri pembicaraan Wina yang bertujuan untuk menghapus sanksi dengan tekad yang serius untuk mengamankan hak-hak bangsa. "Memulai hari kerja saya dengan mengadakan pertemuan yang bermanfaat dan konstruktif dengan negosiator top Rusia dan China," tulis Kani di Twitter.

Kani menyatakan telah bertemu dengan Utusan khusus Uni Eropa dan pemimpin perundingan sebelum Komisi Gabungan. "Iran akan terus terlibat secara serius dan bertekad untuk mencapai kesepakatan yang baik yang mengamankan hak dan kepentingan negara kita," tambahnya.

Baqeri Kani mengumumkan Iran dan lima pihak lain dalam kesepakatan nuklir 2015 memulai babak baru negosiasi pada 9 Desember. Wakil menteri luar negeri Iran untuk urusan politik ini menekankan dua rancangan yang diusulkan Teheran dalam pembicaraan putaran ketujuh pekan lalu dapat secara serius memajukan proses negosiasi.

Diplomat senior Iran ini mengatakan dua rancangan yang diusulkan bukanlah hal baru dan sesuai dengan teks yang sebelumnya telah disepakati oleh kedua belah pihak selama enam putaran pembicaraan sebelumnya. Namun, terdapat beberapa amandemen dan penambahan dimaksudkan untuk menutupi kekurangan.

Setelah jeda lima bulan, utusan dari Iran dan kelompok negara-negara G4+1, Inggris, Prancis, Rusia, dan China plus Jerman, memulai pembicaraan putaran ketujuh di Wina pada 29 November untuk menghidupkan kembali JCPOA. Pada pembicaraan tersebut, yang pertama di bawah Presiden Ebrahim Raisi, delegasi Iran mempresentasikan dua rancangan teks terperinci.

Rancangan pertama tentang penghapusan sanksi AS dan yang lainnya tentang kembalinya Iran ke komitmen nuklirnya di bawah JCPOA. Negosiasi intensif lima hari berakhir pada 3 Desember setelah para diplomat kembali ke ibu kota mereka untuk konsultasi lebih lanjut.

Pertemuan Komisi Gabungan JCPOA tentang penghapusan sanksi anti-Iran diadakan terbaru di Hotel Coburg di Wina pada Kamis. "Pertemuan Komisi Gabungan sudah selesai. Itu agak singkat dan konstruktif," ujar perwakilan tetap Rusia untuk organisasi internasional, Mikhail Ulyanov.

"Para peserta mengamati sejumlah kesamaan penting dalam posisi di sana, termasuk yang berkaitan dengan kebutuhan untuk menyelesaikan Pembicaraan Wina tentang pemulihan JCPOA dengan sukses dan cepat," ujar Ulyanov.

 
Berita Terpopuler