Survei: Generasi Muda Rentan Terpapar Konservatisme 

Radikalisme bisa menyasar kalangan milenial

RepublikaTV/Fakhtar Khairon Lubis
Radikalisme bisa menyasar kalangan milenial. Ilustrasi
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM UIN) Jakarta merluncurkan  hasil penelitian yang mengusung tema ‘Beragama ala Anak Muda: Ritual No, Konservatif Yes.’

Baca Juga

Penelitian ini menganalisis sejauh mana penggunaan media, dalam hal ini media sosial, televisi, radio dan podcast, dalam menyebarkan nilai-nilai keislaman dan pengaruhnya pada tingkat pemahaman dan perilaku keagamaan seseorang.

Selain itu, riset ini juga menggali platform media yang paling banyak diakses masyarakat untuk mengonsumsi literasi keagamaan, sekaligus menggali motif yang melatarbelakangi dan dampak yang dihasilkan terhadap pemahaman keagamaannya. 

“Kajian ini berfokus pada ideologi dan paham keagamaan di masyarakat Muslim, dengan tiga kategori yang telah ditentukan sebagai berikut: liberalisme, moderatisme, dan konservatisme,” ujar Iim Halimatusa’diyah, Koordinator Survei dari PPIM UIN Jakarta, dalam pemaparannya di Jakarta, Rabu (8/12).

Survei nasional yang dilakukan pada Oktober hingga November 2021 ini menyertakan 1214 responden dari 122 desa/ kelurahan di 34 provinsi seluruh Indonesia.

Teknik yang digunakan adalah multistage random sampling, dimana sampel dilakukan di tingkat kabupaten/kota, kecamatan, keluarahan, hingga merujuk pada dua rukun tetangga (RT), setiap RT diambil 5 keluarga, dan dari masing-masing keluarga diambil satu orang dewasa Muslim berusia di atas 17 tahun.

Kategori responden dibagi menjadi empat generasi, yaitu generasi boomer/silent, lahir di era awal kemerdekaan Indonesia, generasi x, lahir di era orde baru, generasi milenial, lahir di era reformasi, dan generasi x, lahir di era yang lebih modern. Hasil penelitian ini menemukan bahwa 84,15 persen responden menjadikan televisi sebagai sumber pengetahuan agama mereka, sementara 64,66 persen mengandalkan sosial media, disusul radio dan podcast. 

“Survei ini menunjukkan bahwa generasi milenial dan generasi Z lebih sering mengakses informasi atau program keagamaan dari media sosial atau podcast. Sementara generasi yang lebih tua, terutama generasi boomer/silent lebih banyak mengakses media lama seperti televisi dan radio,” jelas Iim dalam pemaparan hasil penelitian di Jakarta, Rabu (8/12).  

 

 

 

Namun jika dirujuk pada intensitas melakukan ritual keagamaan harian, tingkat religiusitas generasi Z dan milenial lebih rendah dibanding generasi pendahulunya.

Hal ini berbanding terbalik dengan tingkat konservatisme kedua generasi yang jauh lebih tinggi dibanding generasi sebelum mereka, baik generasi boomer maupun generasi X. 

“Meski tidak memiliki perbedaan yang signifikan, namun tingkat konservatisme generasi milenial dan generasi Z lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya, dan ini diperburuk dengan tingkat religiusitas generasi muda yang rendah,” kata dia.

Penelitian ini juga mencoba mengungkap pengaruh media pada pembentukan pola pikir konservatif setiap individu. Dari survei ini ditemukan bahwa semakin sering individu mengakses media konservatif-islamis maka semakin tinggi pula tingkat konservatisme mereka. Begitu juga sebaliknya. Dari sekian banyak media yang ada, whatsapp group dan Facebook menjadi platform yang paling banyak dijadikan rujukan untuk mengakses konten keagamaan. 

“Generasi muda (milenial dan z) lebih sering menggunakan sosial media sebagai sumber pengetahuan agama, biasanya dari grup Whatsapp, lebih dari 96 persen, dan ini jelas sangat rentan dan berbahaya karena sumber yang diakses tidak kredibel dan reliabel, disusul Facebook dan Youtube,” jelas Iim. 

“Secara umum, tekanan dan pengaruh narasi Islami di media tidak serta merta mengubah tingkat konservatif seseorang, karena sejatinya setiap orang memiliki kecenderungan atau ideologi sendiri, baik itu konservatif, moderal maupun liberal. Namun dengan pengaruh atau terpaan yang konstan dan terus-menerus akan berpotensi menyebabkan perubahan kecenderungan, dan ini memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkapnya,” ujarnya menambahkan. 

PPIM UIN Jakarta, kata Iim, dalam kesimpulan dan rekomendasinya meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan arus media, merujuk pada kekuatan media yang dapat membentuk sikap keberagaman seseorang. Pengutamaan penyebaran konten keagamaan yang moderat perlu dilakukan untuk menekan kecenderungan konservatisme. 

 

“Perlu pula untuk mendukung keaktifan kelompok moderat, baik dari kelompok organisasi Islam, ulama, atau cendikiawan Muslim, dalam pembahasan isu keagamaan di media sosial, dan perlu dilakukan secara berkesinambungan demi mengantisipasi dominasi dakwah di media sosial oleh para penyebar paham konservatif,” kata dia.   

 
Berita Terpopuler