Militer Sudan Keluar dari Politik Usai Pemilu 2023

Militer Sudan akan keluar dari politik setelah pemilihan umum 2023.

AP/Marwan Ali
Ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan untuk memperbarui tuntutan mereka terhadap pemerintahan sipil di ibu kota Sudan, Khartoum, Kamis, 25 November 2021.
Rep: Dwina Agustin Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  KHARTOUM -- Jendral Abdel Fattah al-Burhan menyatakan, militer Sudan akan keluar dari politik setelah pemilihan umum yang dijadwalkan pada 2023, Sabtu (4/12). Dia menyatakan, mantan partai berkuasa yang digulingkan olehnya tidak akan memiliki peran dalam transisi.

Baca Juga

Menyusul pengambilalihan militer yang dipimpin Burhan pada akhir Oktober, sebuah kesepakatan dicapai pada 21 November. Hasil tersebut mengembalikan Perdana Menteri Abdalla Hamdok memimpin kabinet teknokratis hingga pemilihan pada Juli 2023.

Burhan mengatakan, tidak ada kekuatan politik yang akan menjadi bagian dari pemerintahan transisi termasuk dari mantan partai penguasa Omar al-Bashir. "Kami akan bekerja sama agar Partai Kongres Nasional tidak menjadi bagian dari transisi dalam bentuk apa pun," katanya.

"Ketika pemerintah terpilih, saya tidak berpikir tentara, angkatan bersenjata, atau pasukan keamanan mana pun akan berpartisipasi dalam politik. Inilah yang kami sepakati dan ini adalah situasi alami," kata Burhan.

Komite perlawanan lingkungan dan partai politik telah meminta militer segera keluar dari politik. Mereka telah menolak kompromi apa pun termasuk kesepakatan dengan Hamdok. Setidaknya, 44 orang tewas selama demonstrasi, banyak dari mereka mengalami luka tembak dari pasukan keamanan.

"Investigasi mengenai para korban protes telah mulai mengidentifikasi siapa yang melakukan ini ... dan untuk menghukum para penjahat," kata Burhan menambahkan bahwa pasukan keamanan hanya membubarkan protes tidak damai.

 

 

Bashir telah dipenjara sejak penggulingannya atas korupsi dan tuduhan lainnya. Bersama dengan beberapa tersangka tokoh  Sudan lainnya, dia juga dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas tuduhan kejahatan perang di Darfur.

Pemerintah sipil yang dibubarkan dalam kudeta telah menyetujui penyerahan kepemimpinan kepada Bashir tetapi militer belum menyetujuinya. "Kami memiliki kesepahaman dengan Pengadilan Kriminal Internasional untuk kemunculan (tersangka) di depan peradilan atau di depan pengadilan. Kami tetap berdialog dengan pengadilan tentang bagaimana melakukan yang benar oleh para korban," kata Burhan.

 

Sudan berada dalam krisis ekonomi yang mendalam, meskipun masuknya dukungan ekonomi internasional mulai terasa sebelum sebagian besar dihentikan setelah kudeta. Burhan  mengharapkan dukunga kembali setelah pemerintah sipil terbentuk.

 
Berita Terpopuler