Vaksin Spesifik untuk Varian Omicron, Kapan Tersedia?

Pfizer-BioNTech dan Moderna menyatakan kesiapan kembangkan vaksin varian omicron.

Wikimedia
Vaksin Covid-19 (ilustrasi). Pfizer-BioNTech dan Moderna menyatakan kesiapannya untuk mengembangkan vaksin Covid-19 yang spesifik untuk varian omicron.
Rep: Kamran Dikarma, Puti Almas, Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Perusahaan bioteknologi asal Jerman, BioNTech, mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengembangkan vaksin yang spesifik untuk melawan varian omicron. Namun, belum diungkap apakah mereka akan memformulasikan ulang vaksinnya yang telah dikembangkan bersama perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS), Pfizer.

"Pengembangan vaksin yang diadaptasi adalah bagian dari prosedur standar perusahaan untuk varian baru (Covid-19)," kata BioNTech dalam sebuah pernyataan pada Senin (29/11).

BioNTech mengungkapkan, langkah pertama untuk mengembangkan vaksin baru potensial tumpang tindih dengan penelitian yang bertujuan mengungkap apakah dosis baru diperlukan. Pada Jumat (26/11) pekan lalu, BioNTech mengatakan, pihaknya berharap dapat memperoleh lebih banyak data laboratorium dalam dua pekan ke depan guna menentukan apakah ada kebutuhan pengembangan vaksin spesifik omicron.

Baca Juga

Sebelumnya, varian delta dengan tingkat penularannya yang tinggi sempat dikhawatirkan dapat menghindari vaksin. Faktanya, kekhawatiran itu tidak terbukti dan hal yang sama diharapkan berlaku pula untuk omicron. Sejauh ini, kasus rawat inap rumah sakit paling banyak disumbang oleh orang yang belum divaksinasi Covid-19.

"Bisa jadi kita tidak perlu memperbarui vaksinasi," jelas David Kennedy, yang mempelajari evolusi penyakit menular di Penn State University, AS.

Pfizer mengatakan bahwa jika ada varian yang tidak efektif dari vaksin, pihaknya dan BioNTech akan memproduksi produk khusus dalam waktu sekitar 100 hari.

Perusahaan farmasi Amerika Serikat, Moderna, masih besiap-siap. Akhir pekan lalu, Moderna Chief Medical Officer Paul Burton mengungkapkan kekhawatirannya bahwa varian omicron mungkin dapat menghindari perlindungan yang diberikan vaksin.

"Dalam beberapa pekan ke depan, kita akan tahu tentang kemampuan vaksin yang ada saat ini untuk memberikan perlindungan," kata Burton saat memberikan pendapatnya perihal varian Omicron dalam acara Andrew Marr Show di BBC pada Ahad (28/11).

Jika vaksin yang ada saat ini memang tak efektif menghadapi omicron, maka diperlukan vaksin baru. Burton menyebut, kemungkinan vaksin termutakhir baru ditemukan tahun depan.

"Jika kita harus membuat vaksin baru, saya pikir itu akan pada awal 2022, sebelum nantinya tersedia dalam jumlah besar," ucap Burton.

Baca juga : Pakar Italia Rilis Gambar Pertama Penampakan Varian Omicron

Burton pun cukup yakin Moderna dapat memformulasikan dan menyediakan vaksin tersebut. Menurutnya, dengan platform mRNA, Moderna dapat bergerak sangat cepat dalam mengembangkan vaksin.

Namun, sebelum vaksin untuk omicron tersedia, Burton menganjurkan orang-orang untuk divaksinasi menggunakan salah satu vaksin yang saat ini sudah tersedia. Ia menyebut, perlindungan harus tetap ada dan kemanjurannya tergantung berapa lama seseorang divaksinasi.

Varian omicron diketahui memiliki banyak mutasi pada bagian spike protein-nya. Ahli menilai, mutasi membuat varian ini lebih mudah menginfeksi orang yang sudah divaksinasi dan berpotensi menurunkan proteksi vaksin hingga 40 persen.

Varian omicron merupakan varian yang paling berkembang dengan total 50 mutasi. Sebanyak 32 mutasi di antaranya dinilai mengkhawatirkan.

Beberapa ahli membandingkan omicron dengan varian beta yang ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada akhir 2020. Varian beta diketahui dapat menurunkan efikasi vaksin Covid-19 sebanyak 30-40 persen.

Baca juga : Menkeu: Pengalaman Covid Delta Jadi Bekal Hadapi Omicron

Direktur Rosalind Franklin Institute, Prof James Naismith, menilai omicron hampir pasti akan membuat vaksin menjadi kurang efektif. Alasannya, varian yang dikategorikan sebagai "variant of concern" oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) itu tampak mirip dengan varian lain bernama B.1.1.

"Tampaknya varian ini menyebar lebih cepat, tapi kita belum mengetahui itu," jelas Prof Naismith.

 
Berita Terpopuler