Israel Rekomendasikan Kunjungan Sekolah ke Al Aqsa

Israel rekomendasikan agar ajaran tentang sejarah Yahudi di kompleks Masjid Al Aqsa

AP/Mahmoud Illean
Polisi Israel melakukan manuver melalui kompleks Masjid Al Aqsa setelah shalat Jumat untuk membersihkan protes merayakan enam tahanan Palestina yang keluar dari Penjara Gilboa, di Kota Tua Yerusalem, Jumat, Jumat (10/9).
Rep: Kiki Sakinah Red: Esthi Maharani

IHRAM.CO.ID, YERUSALEM -- Parlemen Israel, Knesset, telah mengeluarkan rekomendasi kepada kementerian pendidikan pekan ini untuk memasukkan ajaran tentang sejarah Yahudi di kompleks Masjid Al Aqsa, dan untuk memasukkan kunjungan lapangan ke situs yang ada di Kota Tua di Yerusalem Timur yang diduduki tersebut dalam kurikulum sekolah.

Kota Tua Yerusalem dan kompleks al Aqsa dikenal dalam Yudaisme sebagai Temple Mount (Gunung Bait Allah). Keduanya masih menjadi komponen paling sensitif dari konflik antara Israel dan Palestina.

Al Aqsa adalah salah satu situs Islam yang paling dihormati dan juga merupakan situs paling suci dalam Yudaisme, di mana orang-orang Yahudi percaya bahwa kuil Yahudi pertama dan kedua pernah berdiri di sana.

Dilansir di Middle East Eye, Jumat (26/11), komite pendidikan Knesset menyatakan bahwa materi pelajaran tersebut tidak diajarkan dengan benar di sekolah-sekolah Yahudi-Israel dan itu harus dimasukkan dalam kurikulum matrikulasi.

Menurut surat kabar Yisrael Hayom yang berbasis di Tel Aviv, rekomendasi Knesset menyatakan bahwa anak-anak sekolah di Israel harus mengambil kursus sejarah di situs di mana Bait Suci Kedua berdiri selama periode Helenistik. Siswa juga harus ditanyai atau diuji tentang topik tersebut dan didorong untuk melakukan kunjungan lapangan ke situs tersebut.

Sementara itu, polisi Israel mengatakan tidak ada hambatan hukum untuk mengatur kunjungan lapangan di al Aqsa. Namun, penjaga keamanan yang menemani para siswa tidak diizinkan membawa senjata api saat memasuki lokasi tersebut.

Sejarah Kota Tua di Yerusalem Timur dan kompleks al Aqsa adalah opsional dalam kurikulum Israel. Pelajaran itu umumnya dipelajari sebagai bagian dari geografi, sejarah, atau kelas agama Yahudi. Namun kini, arahan baru akan membuatnya wajib.

Rekomendasi baru ini diprakarsai oleh anggota partai sayap kanan, New Hope, dan Beyadenu, sebuah organisasi yang menyerukan peningkatan kehadiran Yahudi di al Aqsa, penghancuran Masjid Kubah Batu (Dome of the Rock) dan pembangunan Kuil Yahudi Ketiga di lokasi al Aqsa.

Sementara itu, kementerian pendidikan akan membuat laporan tentang bagaimana melanjutkan kurikulum dengan rekomendasi baru itu dalam waktu delapan pekan. Sedangkan laporan lain oleh Kementerian Keamanan Publik akan datang dalam pengaturan kunjungan lapangan.


Pada Oktober lalu, pengadilan Israel memutuskan bahwa do'a Yahudi di Masjid al Aqsha tidak dapat dianggap sebagai tindakan kriminal jika tetap dilakukan dengan diam, karena tidak akan melanggar instruksi polisi. Meskipun, hal itu melanggar ketentuan perjanjian dengan Yordania, yang merupakan penjaga/wali situs suci umat Islam di Yerusalem Timur.

Sebuah gerakan Yahudi sayap kanan yang berkembang telah menyerukan agar Israel mengambil kendali penuh atas al Aqsa, dengan alasan bahwa situs itu harus menjadi situs suci khusus Yahudi.

Sementara para aktivis sayap kanan telah berulang kali menyerbu kompleks al Aqsa. Hal itu telah memicu kekhawatiran jika pemerintah Israel akan memperkuat kendalinya atas situs tersuci ketiga dalam Islam tersebut.

Seorang menteri Israel pada Senin (22/11) bahkan menyerukan agar detektor logam di gerbang masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem Timur kembali dipasang. Intruksi ini keluar setelah seorang warga Palestina dan seorang warga Israel dari Afrika Selatan tewas dalam insiden penembakan pada Ahad (21/11).

Menteri Komunikasi Israel, Yoaz Hendel mengatakan bahwa Israel harus memastikan bahwa tidak ada orang bersenjata yang memasuki Yerusalem. "Soal metal detector harus dikaji ulang. Kami sudah menyerah pada ini di masa lalu dan tidak mungkin untuk menyerah di masa depan," katanya dilansir dari Middle East Eye, Selasa (23/11).

Israel memasang detektor logam pada musim panas 2017 di gerbang lapangan terbuka Haram al-Sharif, yang dikenal orang Yahudi sebagai Temple Mount. Tetapi langkah itu dikecam oleh orang-orang Palestina, yang pada saat itu menolak memasuki kompleks itu melalui penghalang Israel sebagai protes.

Tindakan itu dilakukan setelah tiga warga Palestina Israel, dari kota Oum al-Fahm, menembak dua penjaga keamanan Israel di dekat gerbang Al-Aqsa pada Juli 2017.

Israel harus melepas detektor logam di tengah meningkatnya protes di Yerusalem dan peringatan dari intelijen Israel tentang eskalasi di Tepi Barat yang diduduki.


 
Berita Terpopuler