WHO Tinjau Kebutuhan Vaksin Covid-19 untuk Anak

Vaksinasi Covid-19 anak akan tergantung pada cakupan vaksinasi kelompok prioritas.

AP/Lisa Leutner
Seorang anak menerima vaksin Covid-19 Pfizer. Vaksinasi resmi untuk anak-anak antara usia lima hingga 12 tahun telah dimulai di Wina, Austria, Senin, 15 November 2021.
Rep: Rizky Jaramaya, Kiki Sakinah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang mengkaji perlunya memberikan vaksinasi Covid-19 bagi anak-anak dan remaja. WHO melakukan tinjauan ini bersama Strategic Advisory Group of Experts on Immunization dan COVID-19 Vaccines Working Group.

Kepala Ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan, mengatakan bahwa kelompok orang di bawah usia 25 tahun menyumbang kurang dari 0,5 persen tingkat kematian akibat Covid-19 secara global. Anak-anak usia kurang dari lima tahun menyumbang tingkat kematian sebesar 0,1 persen.

Baca Juga

Sementara itu, anak-anak usia lima sampai 10 tahun juga menyumbang tingkat kematian sebesar 0,1 persen. Dengan data tersebut, Swaminathan menyimpulkan bahwa risiko kematian karena Covid-19 pada anak-anak sangat rendah.

"Jadi satu hal yang konsisten dari awal hingga sekarang adalah anak-anak pasti terinfeksi hampir sama seperti orang dewasa, namun risiko penyakit parah dan kematian secara konsisten sangat, sangat rendah untuk anak-anak," ujar Swaminathan, dilansir Anadolu Agency, Kamis (25/11).

Swaminathan mengatakan, ada anak-anak yang terinfeksi Covid-19 dengan gejala parah. Beberapa anak mengalami long Covid.

Selain itu, ada juga anak-anak yang juga mengalami sindrom peradangan multisistem, tetapi dalam proporsi yang kecil. Swaminathan mengatakan, kebutuhan vaksinasi Covid-19 pada anak-anak akan sangat bergantung pada bagaimana cakupan vaksinasi terhadap kelompok prioritas lainnya.

"Kita juga perlu menunggu lebih banyak vaksin, dan memiliki data anak-anak terlebih dahulu sebelum kita dapat membuat rekomendasi lebih lanjut," kata Swaminathan.

Strategic Advisory Group of Experts (SAGE) terus meninjau literatur dan telah menjangkau produsen vaksin, peneliti, dan negara-negara anggota WHO. Mereka bekerja untuk mendapatkan data yang paling lengkap dan terbaru.

WHO mengatakan, sebagian besar vaksin Covid-19 hanya disetujui untuk digunakan pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas. Namun, sekarang semakin banyak vaksin yang diizinkan untuk digunakan pada anak-anak.

Beberapa negara telah memberikan otorisasi penggunaan darurat vaksin mRNA pada kelompok usia remaja (usia 12-17 tahun), yaitu vaksin BNT162b2 dikembangkan oleh Pfizer dan mRNA 1273 dikembangkan oleh Moderna. Sebelumnya, pada November, WHO mengatakan bahwa otoritas China menyetujui vaksin Pfizer untuk digunakan pada anak-anak berusia lima hingga 11 tahun.

RI Butuh 59 Juta Dosis Vaksin Covid-19 untuk Vaksinasi Anak - (Republika)

WHO mengatakan, uji coba pada anak-anak berusia tiga tahun telah diselesaikan untuk dua vaksin inaktif, yaitu Sinovac-CoronaVac dan Sinopharm BBIBP-CorV. Vaksin produksi China ini disetujui oleh otoritas setempat untuk anak yang berusia tiga hingga 17 tahun. Sejauh ini, produk vaksin tersebut baru menerima lisensi penggunaan darurat WHO untuk orang dewasa saja.

Perusahaan India, Bharat Biotech, juga mengembangkan vaksin inaktif adjuvan, Covaxin. Meski otoritas India telah menyetujui penggunaannya untuk anak yang berusia 12-17 tahun, tetapi vaksin itu belum menerima lisensi penggunaan darurat WHO untuk kelompok usia tersebut.

Otoritas India juga telah menyetujui ZycovD, vaksin DNA baru untuk orang berusia 12-17 tahun. Namun, vaksin ini belum mendapatkan lisensi WHO. Beberapa vaksin Covid-19 sedang menjalani uji coba pada kelompok usia yang lebih muda, termasuk usia enam bulan. Akan tetapi, hasilnya masih belum dipublikasikan.

Silent spread

Memvaksinasi anak-anak juga berarti mengurangi penyebaran yang tak kentara (silent spread). Sebab, sebagian besar dari anak yang positif Covid-19 tidak memiliki gejala atau bergejala ringan.
Ilmuwan mengingatkan bahwa penyebaran secara tidak kentara itu membuat infeksi virus sulit reda.

Sementara itu, ketika orang yang tertular semakin banyak, kemungkinan munculnya varian baru meningkat. Seorang ahli virologi di University of Wisconsin-Madison di Amerika Serikat, David O'Connor, menyamakan infeksi dengan "tiket lotre yang kita berikan kepada virus". Hadiah utamanya (jackpot) adalah penularan oleh varian yang bahkan lebih berbahaya daripada delta yang beredar saat ini.

"Semakin sedikit orang yang terinfeksi, semakin sedikit tiket lotre yang dimiliki virus untuk bermutasi dan semakin kecil pula risiko kita semua dalam hal menghasilkan varian baru," kata O'Connor, dilansir AP, Selasa, (23/11).

O'Connor menjelaskan bahwa varian baru lebih mungkin muncul pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah yang susah sembuh dari infeksi. Sementara itu, para peneliti sebelumnya tidak sepakat dengan anggapan bahwa anak-anak telah berkontribusi besar dalam penyebaran Covid-19.

Penelitian awal memang menunjukkan bahwa mereka tidak berkontribusi banyak terhadap penyebaran virus. Akan tetapi, beberapa ahli mengatakan, tahun ini situasinya berbeda.

Anak-anak kini memainkan peran penting dalam menyebarkan varian yang lebih menular, seperti alfa dan delta. Menurut perkiraan oleh Pusat Pemodelan Skenario Covid-19, memvaksinasi anak-anak dapat membuat perbedaan nyata di masa mendatang.

Pusat Permodelan tersebut beranggotakan sejumlah universitas dan organisasi penelitian medis. Mereka mengonsolidasikan model tentang bagaimana pandemi dapat terjadi.

Perkiraan terbaru pusat tersebut menunjukkan bahwa untuk November 2021 hingga 12 Maret 2022, memvaksinasi anak berusia lima hingga 11 tahun akan mencegah sekitar 430 ribu kasus Covid-19 dalam keseluruhan populasi AS jika tidak ada varian baru yang muncul. Pemimpin proyek, Katriona Shea, dari Pennsylvania State University mengatakan bahwa jika sebuah varian 50 persen lebih menular daripada delta muncul di akhir musim gugur, sebanyak 860 ribu kasus akan dapat dicegah.

 
Berita Terpopuler